"Diantara rindu, pertemuan lah yang paling di tunggu."
Suara teriakan terus bergemuruh dari pinggir lapangan. Pertandingan basket yang berlangsung di setiap minggunya itu tak pernah sepi penonton. Tentu saja ada yang mereka idolakan. Siapa lagi kalau bukan Deven. Idola para kaum hawa di sekolah itu.
Deven mendapatkan umpan dari Alde, seperti biasanya ia selalu menggunakan gerakan mengecoh, gerakan yang selalu memenangkan duel dengan lawannya. Dan selalu bisa memasukkan bola ke dalam ring.
PRIT
Pertandingan telah berakhir dengan skor akhir 21-20 kemenangan untuk tim Deven. Sebagai komando atau captain, Deven selalu membuat timnya menang.
Deven berjalan ke pinggir lapangan untuk beristirahat. Ia mengambil sebotol air mineral lalu meneguknya hingga habis. Keringat bercucuran di sekujur tubuhnya, benar-benar melelahkan tetapi Deven suka.
Di pinggir lapangan Joa, Nashwa dan Charisa segera mendekat ke arah base tim Deven. Ketiganya menerobos kerumunan-kerumunan penonton yang akan kembali ke kelas ataupun pergi ke kantin.
"Makin keren aja lo," seru Alde menepuk-nepuk pundak Deven.
Seperti biasa Deven tak merespon, ia hanya tersenyum miring. Sikap dinginnya tak pernah hilang, kalaupun hilang itu hanya sebentar saja; saat bersama Anneth.
Detik berikutnya, terlihat Navis yang tengah sendiri berjalan mendekati mereka. Tentu saja mereka menatap Navis bingung. Apakah Navis akan menyerahkan nyawanya begitu saja? Pikir mereka.
"Lo terlalu jago, sampai sekarang pun gue belum bisa ngalahin lo," puji Navis sembari menepuk pundak Deven.
Deven hanya tersenyum miring. Sudah biasa baginya bermain seperti tadi. Tak ada yang perlu di lebih-lebihkan karena bakat yang ia miliki sudah lama melekat di dalam dirinya.
Dan teman-teman Deven hanya menatap keduanya bingung. Mengapa tiba-tiba Deven dan Navis akur? Mereka belum mengetahui jikalau perseteruan Deven dan Navis sudah membaik.
"Lo kenapa jadi sksd gitu?" tanya Joa menaikkan sebelah alisnya.
"Kok nggak adu jotos?" tanya William.
"Masalah kita sudah selesai," jawab Deven dengan nada datar. Matanya tak sedikit pun menatap teman-temannya.
Sontak pengakuan Deven tersebut membuat mereka terkejut. Mereka menatap Deven tak percaya, mereka rasa Navis masih belum layak untuk di maafkan.
"Lo serius kan Dev?" tanya Alde masih tak yakin.
"Serius," jawab Deven.
William menggeleng tak percaya."Lo maafin iblis berwujud manusia ini? What? Demi apa Tuan Deven! Apa kata mimi peri!" tuding William.
"Lo lupa sama keadaan Anneth saat itu?" timpal Nashwa.
Deven menghela napas berat, lalu mengedarkan pandangannya ke arah teman-temannya. Deven menatap sepasang mata mereka bergantian.
"Urusan gue dengan dia emang udah selesai, tapi kalau untuk Anneth, gue belum bisa maafkan," jelas Deven. Tangannya bergerak melepas bandana yang ada di kepalanya.
"Iya, kalian harus percaya sama gue," pinta Navis."Gue ingin merubah diri," lanjutnya.
Mereka masih menatap Navis tak yakin. Tetapi tidak untuk Nashwa dan Alde, dua orang yang memiliki kelebihan unik. Membaca pikiran orang lain lewat tatapan mata dan juga raut wajah.
Keduanya saling menatap sebentar, lalu kembali menatap Navis."Gue percaya," serempak keduanya.
"JEDERRR!!!" sentak Wiliam heboh.
KAMU SEDANG MEMBACA
DevAn
FanfictionMengubah diri adalah sesuatu yang sulit dilakukan. Entah itu mengubah sikap maupun perilaku. Namun akankah terasa mudah bagi cowok berandalan yang satu ini? Cowok badboy, trouble maker dan the most wanted di SMA Harapan Bangsa. Dia ketus, dingin, cu...