Chapter 22 ㅣCinta Rahwanaㅣ

2.5K 81 4
                                    

"Saat waktu bisa di bagi untukmu dan kegiatanku, bukan berarti perasaan juga bisa di bagi."

-Bagus Pandu-

🍇

Sama-sama tersiksa, sama-sama menderita, di saat semuanya tidak berpihak pada kita semuanya terasa semu dan terasa tidak adil. Semua rencana, segala usaha mungkin sudah siap dengan matang, namum kehendak tuhan berbeda, tapi tetap saja ini semua terlihat kesalahan kita.

Bagus serta teman-temannya diam di setiap pojok balai desa, meratapi apa yang terjadi pada mereka saat ini, properti yang mereka buat mati-matian sejak kemarin kini hancur tak berwujud.

"Apa perlu kita lapor ke Pak kepala desa?"

Bagus mengangkat kepalanya mendengar pertanyaan Dewi, ia baru mengingat sesuatu.

"Apa ini semua ulah si anak kepala desa itu?" kini Rama yang menerka.

Bagus jadi bingung sendiri, akhir-akhir ini Hendra memang tidak menampakkan dirinya di depan mereka maupun Gayatri, tapi semua ini? Menghancurkan bahan sosialisasi apa salah satu rencananya?

"Kalau memang itu benar, berarti dia cari masalah dengan kita," kata Bagus dengan suara bergetar sambil melihat dengan nanar, puing-puing pecahan propertinya.

"Tapi, jangan asal nuduh dulu, kita tidak ada bukti nyata, siapa tahu orang lain, kan?"

Bagus menatap tajam April yang berujar, Bagus tidak terima, karena jelas-jelas Hendra memang tidak suka dengan hadirnya mereka, apalagi sekarang menyangkut pautkan Gayatri.

"Sekarang kita bagaimana?" Agus bertanya sambil berdiri dan menepuk pantatnya.

Mengambil bangkai bekas timbangan itu. Hari ini jadwal mereka untuk berososialisasi tentang perbedaan antara bali selatan dan bali utara, sehingga mereka membuat bahan sosialisasi menggunakan timbangan yang mereka buat sejak kemarin, bahkan sampai bergadang dan sekarang semuanya hancur.

Semua materi sudah ada di dalam properti, selain membuat semenarik mungkin, mereka juga memberikan banyak kesan dalam hal ini, memilih timbangan dalam membedakan kedua bagian bali yang sangat berbeda namun memiliki kelebihan tersendiri.

"Bagaimanapun juga kita harus tetap bersosialisasi, kita buktikan kalau kita bisa dan tidak mudah di remehkan seperti ini," ujar Bagus dan berdiri mendekati Agus.

"Kita memang seperti itu," April berujar dan mengambil tangan Agus
dengan semangat.

"Baiklah, kita gunakan apa yang ada dulu," ujar Dewi dan mencoba mencari sesuatu yang mungkin bisa membantu.

"Bagus! Bagus! Bagus!" teriak Dewi membuat semua orang menoleh ke arahnya dan memutar bola matanya malas.

"Ada apa?" tanya Rama malas dan menghampiri Dewi yang sangat antusias, bukannya sedih meratapi apa yang mereka alami.

"Lihat! Bukankah itu ide yang cemerlang?"

Dewi menunjuk seorang pedagang pisau, dimana di bahu kirinya menompang kayu yang membentang, dan di setiap ujungnya ada tali yang mengikat keranjang yang berisi penuh dengan pisau tajam, masing-masing ujung sangat seimbang sehingga itu terlihat seperti timbangan?

MY DESTINY-[Romance] End✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang