Chapter 16ㅣRindu Pertamaㅣ

3.3K 114 11
                                    

"Ternyata rindu itu tidak berat seperti apa yang di katalan dylan, tapi rindu itu sangat menyesakkan dada."

-Gayatri-

🍇

Mungkin semua orang pernah merasakan rindu yang mengebu-gebu sampai membiru, gelisah dan tidak sabar ingin bertemu sampai dada terasa sesak. Waktu terasa melambat berlalu, setiap satu menit terasa berjam-jam berlalu. Dan itu membuat Bagus benci merasakan yang namanya merindu.

"Ini mah bukan berat, tapi menyesakkan," gerutu Bagus sambil mengecek ponselnya.

"Gus, cepat! Kita sudah terlambat, astaga!"

Bagus memutar bola matanya dan segera memasukkan kembali ponselnya ke kantong bajunya. Mendekati Agus yang sudah berada di atas motornya sendiri.

"Tidak salah kamu bawa motor kesini, jadi kita bisa ke sawah menggunkan ini," puji Agus.

"Tahu gitu aku enggak bawa motor ke balai desa," sesal Bagus lalu naik ke atas motor miliknya, membuat Agus tertawa.

"Berangkat!" seru Agus dan mulai melajukan motornya dengan kecepatan sedang. Menyusuri jalan setapak yang kecil sambil melihat pemukiman warga yang masih asri.

Bagus kembali mengecek ponselnya, waktu makan siang masih dua jam lagi, dan itu rasanya sangat lama. Rasa rindu itu sudah mulai datang padahal mereka baru berpisah satu hari dan itu artinya mereka baru bertemu beberapa hari lagi.

"Gus, ini benar jalannya?" tanya Bagus ragu sambil melihat jalan yang ada di sekelilingnya yang semakin jauh, mereka hanya melewati sawah serta jalannya yang semakin mengecil.

"Iya, kemarin aku sudah pernah kesini, nah itu dia gubuknya," jawab Agus dan akhirnya menemukan gubuk kecil yang menjadi tempat peristirahatan para petani.

"Udaranya sejuk banget, gila!" pekik Bagus sambil menghirup dalam-dalam udara persawahan yang sangat menyejukkan padahal matahari sudah berdiri di atas langit.

Mereka berdua masuk ke gubuk itu, namun tidak ada orang di sana, akhirnya Bagus dan Agus berkiling mencari si pemilik, dan ternayata orang itu berada di tengah-tengah sawah sedang mencabuti rumput liar.
"Para petani itu pekerja keras, ya?"

Bagus terkejut mendengar kata Agus barusan, lalu ia merangkul bahu Agus dan mengajaknya berjalan mendekati Bapak petani yang bekerja keras itu.

"Makanya, jangan sampai lahan sawah ini terjual cuma-cuma, aku miris melihat saat pertama kita ke sini banyak sawah di jual, kalau aku banyak punya uang, ingin rasanya aku membeli semua sawah itu supaya kita bisa makan beras dari tanah kita sendiri," ujar Bagus.

"O! ada apa Pak ketua sekarang? Kenapa jadi serius begini?"

Agus langsung mendapatkan pukulan di belakang kepalanya.

"Aku serius, Gus. Coba kita lihat di kota kita, sawah-sawah hampir tidak ada, semuanya penuh dengan bangunan tinggi-tinggi, kalau yang di desa semua menjual lahannya juga, bisa-bisa kita sarapan dan makan sehari-hari hanya menyantap roti doang, emangnya perut kita bisa disamakan dengan orang barat, enggak, kan?"

"Ini yang aku suka dari Bagus Pandu, aku enggak punya tujuan hidup sebenarnya, hanya mengikuti apa yang Bunda dan Ayah aku inginkan,sejak mengenal kamu aku tahu harus melakukan apa," ujar Agus sambil mengelus kepalanya sambil cengengesan.

Bagus tersenyum dan kembali merangkul bahu Agus. Saat pertama mengenal Agus, Bagus pikir ia tidak akan bisa sedekat ini, selain anaknya yang pendiam, Agus juga sering mencari masalah waktu SMA, namun Bagus datang di hidupnya, dan selalu mencampuri urusan Agus, sampai akhirnya Agus tunduk di bawah Bagus hingga sampai sekarang Agus merasa sangat berhutang banyak dengan Bagus. Karena Bagus dirinya bisa menemukan jati dirinya yang hilang di bawa oleh kedua orang tuanya.

MY DESTINY-[Romance] End✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang