Perdebatan

986 73 7
                                    

Author POV

Selesai bersihin halaman sama nyuciin motor Hilda, Ahkam beranjak menuju kamar untuk beristirahat sejenak, memejamkan mata untuk mencari kenyamanan yg hqq. Baru saja Ia hempaskan diri di kasur tamu, ada ketukan pintu yg membuat matanya kembali terbuka dan mengharuskannya bangun dari tempat tidur. Saat Ia membuka pintu, terlihat Hilda tengah berdiri dengan keadaan yg sepertinya tidak baik.

" kamu kenapa Hil? " tanya Ahkam saat melihat Hilda yg sepertinya gelisah

" mana rokok gue? " tanya Hilda dengan nafas yg memburu

" maksud kamu? "

" jangan belaga gak tau, lo kan yg ngambil rokok sama obat gue semalem waktu lo nyari kunci rumah, dalem tas gue gak ada " jawab Hilda nyelonong masuk ke dalam dan membongkar barang barang Ahkam

" kalau gak ada kenapa gak beli aja di warung, bukannya ngacak ngacak barang aku kayak gitu "

" ogeb.. apa reaksi orang orang disini kalo ngeliat gue beli rokok...bisa mikir gak sih "

" terus kemaren gimana kamu beli rokok? "

" itu kan di pinggir jalan umum jadi gak ada yg tau sama gue, gue juga bilang kalo gue beli rokok buat suami gue "

" beli aja lagi, nanti kalo di tanyain penjaga warung nya bilang aja buat suami lagi "

" aihh... orang disini tau nya gue belum nikah, masa harus pake alasan kek gitu...gak mikir apa? "

" bilang aja buat abi kamu atau bang Rey mungkin "

" lo punya otak gak sih, abi sama bang Rey itu gak ngerokok. Kalo ngasih saran itu yg bener dong "

" pengecut kamu Hil, pake embel embel beliin buat suami. Mending gak usah ngerokok kalo harus bohong segala "

Entah kenapa kalimat demi kalimat itu keluar mulus dari mulut Ahkam. Hilda menatap tajam ke arah Ahkam dan menghentikan kegiatannya mengobrak abrik barang Ahkam. Hilda menarik kerah baju Ahkam dan mendekatkan wajah Ahkam tepat di hadapannya, hanya berkisar 10 cm antara wajah Ahkam dengan wajahnya.

" apa maksud lo ngomong kayak gitu? " tanya Hilda dengan nafas yg memburu

" KAMU!! Anak perempuan yg di pandang orang sebagai wanita anggun nan terjaga ternyata seorang perokok yg selalu berbohong untuk melampiaskan kebiasaan buruk nya " jawab Ahkam penuh penegasan

" dengerin ya Hafidzul Ahkam, lo yang bikin gue kayak gini. Sekarang gue udah larut dalam keadaan ini, ini dunia baru gue, dunia yg bikin gue ngelupain semuanya, semua rasa sakit hati karena kebohongan ini "

" Hilda!!... DENGERIN AKU, KAMU ITU WANITA, GAK SEPANTASNYA KAMU BERKELAKUAN SEPERTI INI. SEMUA YG KAMU KONSUMSI BAKALAN BERDAMPAK BURUK BUAT KESEHATAN KAMU " ucap Ahkam dengan nada tinggi dan nafas yg memburu

" kamu itu perempuan, abi dan abangmu saja tak merokok. Apa kau ingin di beri label sebagai wanita....Arrghh... sadar Hilda!!..Sadar!! "

" INI SEMUA GARA GARA LO HAFIDZUL AHKAM!! "

Tatapannya semakin tajam, tubuh Ahkam refleks mundur ke belakang saat Hilda melepaskan kerah baju nya. Hilda tersandar di dinding kamar menutup matanya dan mencoba meredakan emosinya. Entah kenapa air matanya lolos begitu saja dari mata nya, bahunya berguncang, memperlihatkan Hilda yg tengah terisak menahan tangis agar tidak pecah. Matanya terbuka ketika merasakan seseorang memeluk tubuhnya, ia mencoba berontak namun rasanya Ahkam sedang bertentangan dengan imannya, " Maafkan aku " bisik Ahkam di telinga Hilda, membuat Hilda terus memukul mukul Ahkam dengan mengeluarkan semua sumpah serapahnya dan akhirnya tangisnya tumpah dalan pelukan Ahkam, " menangislah jika itu membuatmu tenang " lirihnya membuat tangan lembut melingkar di pinggang Ahkam dan tanpa sadar Ia mengecup pucuk kepala Hilda. Perdebatan tadi masih teringat jelas di ingatan Hilda membuatnya kembali lemah, membuat tubuhnya hampir saja merosot jatuh tapi tangan kokoh yg melingkar di pinggangnya mengeratkan pelukannya. " Jangan sakiti dirimu sendiri " bisik Ahkam di telinga Hilda. Entah apa yg ada di fikiran Ahkam kali ini, yg Ia tahu disini ia merasa bersalah atas semua yg terjadi pada Hilda.

Ya Habibal QolbiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang