Chapter 2 - Pangeran Es

2.3K 114 0
                                    

Seperti sandi kotak yang banyak macamnya, cara menunjukkan perhatian juga banyak macamnya, termasuk bersikap cuek salah satunya.

~

Bel istirahat baru saja berbunyi hingga menggema ke seluruh penjuru sekolah. Semua anak langsung bergegas menuju kantin untuk mengisi perutnya yang sudah keroncongan. Begitu juga dengan Dira, ia tengah mati-matian membujuk Erlin agar mau menemaninya pergi ke kantin.

"Ayolah ibu krani temenin gua ya," bujuk Dira entah sudah ke berapa kalinya.

"Ogah," Selalu jawaban itu yang Erlin lontarkan atas bujukan Dira.

"Ish, lo jahat banget sih Lin. Enggak lucu banget kan kalau cewek cantik kek gua mati cuma karena kelaparan," ucap Dira sok dramatis.

"Bukannya lucu, tapi keajaiban banget cewek toa kayak lo bisa mati cuma karena kelaperan," ucap Erlin menahan tawanya.

"Njir, kampret banget sih lo Lin. Udahlah, ayo, banyak cincong tahu enggak lo ibu krani," ucap Dira sembari menarik lengan Erlin dengan kasarnya. Tak dipedulikannya geraman-geraman yang Erlin lontarkan di sepanjang koridor hingga membuat telinganya panas, sepanas hati ini kalau lihat si doi sama gebetannya. Eht.

Koridor kelas XI hinga kelas X terlihat lebih ramai berhubung ini masih jam istirahat. Dan sialnya, Erlin maupun Dira harus rela berdesak-desakkan untuk sampai di kantin yang cuma ada di lantai dasar hingga membuat mereka harus ekstra menuruni anak tangga yang jumlahnya tidak ketulungan itu.

"Ck, ramai banget sih." decak Dira sesampainya mereka di kantin sekolah.

"Kalau mau sepi, noh di kuburan aja," sahut Erlin yang tahu-tahunya mendengar decakan Dira.

"Anjay, serah lo deh Lin," ucap Dira dengan singkatnya. Setelahnya, ia langsung melenggang pergi meninggalkan Erlin di tengah keramaian.

"Cih, gua ditinggalin lagi," cibir Erlin sembari mengikuti langkah Dira yang entah mau beranjak ke mana.

Ramainya kantin terutama di istirahat pertama ini sungguh meresahkan para korban kelaparan. Mereka harus rela berdesak-desakkan sekaligus antre makanan yang panjangnya mirip Sungai Nil hanya untuk mendapat sesuap nasi. Belum lagi jumlah kursi yang tak sepadan dengan jumlah siswa disini membuat mereka lagi-lagi harus antre menunggu kekosongan bangku yang entah sampai kapan. Menunggu si doi peka saja terkadang harus menimbang sampai ton-tonan, apalagi menunggu orang yang entah siapa itu meninggalkan singgasananya. Tapi yah, demi sesuap nasi mereka mah siap melakukan apapun, bahkan jika harus disuruh kerja rodi sama Tuan Deandels.

"Put, ikut gabung yah?" izin Erlin saat melihat teman satu ekstranya itu hanya duduk berdua dengan si pradananya.

"Eht Lin, boleh kok. Kebetulan kita cuma berdua ini," sahut Putra dengan cepatnya kala melihat Erlin juga Dira yang berdiri tepat di depannya dengan nampan berisi makanan yang bertengger manis di tangannya.

"Ish bu krani, jangan di sini dong, gua grogi kampret," ucap Dira sedikit berbisik di telinga Erlin.

Erlin hanya terkekeh mendengar bisikan yang baru saja Dira katakan padanya tadi. Grogi? Sejak kapan si toa fals ini jadi tukang grogi cuma karena makan satu meja dengan Putra? Kenyataan yang aneh.

"Enggak usah kikuk gitu Dir, Putra orangnya ennggak seflat bantara yang lain kok. Eggak kayak yang di sebelahnya. Ya enggak Put?" tanya Erlin sembari melirik Putra yang sedang cengengesan mendengar sindiran tak sengaja Erlin.

"Ekhem," Erlin hanya melirik pemimpin dinginnya itu alis si Cakra sesaat, dan langsung menatap Putra juga Dira yang sedang terkekeh gurih menahan tawanya.

Erca (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang