Chapter 15 - Salahkah

879 55 0
                                    

Aku salut terhadap tiang bendera yang tetap berdiri kokoh saat tertiup angin, tapi sayangnya hatiku tak bisa sekokoh itu saat kau berjalan menjauh tanpa menoleh sedikit pun.
~

Harus senangkah atau sedihkah Erlin sekarang? Dengan sialnya, sebab nilai produktifnya yang teramat baik karena satu kelompok dengan Alvi dan trio sableng, lagi-lagi ia harus membuat proyek bersama tiga orang mengesalkan itu. Iyah, tugas lagi tugas lagi. Come on, ini SMK bukan SMA. So, satu proyek selesai proyek yang lainnya akan segera menyusul.

Itulah untungnya. Tapi ada ruginya juga sih. Erlin harus lebih-lebih bisa menahan egonya untuk tidak mendepak trio sableng itu keluar dari lab seketika. Bukannya membantunya menyusun layout yang akan dicetak, mereka bertiga justru sibuk dengan gamenya masing- masing. Derita hidup di zaman milenial, harus rela diduakan hanya karena game online. Miris.

"Sebel gua, noh lanjutin aja sendiri." ucap Erlin dengan kerasnya sembari membanting pensil yang tengah di genggamnya hingga ujungnya patah.

Bukan hanya trio sableng yang menoleh, tapi anak yang lain pun juga langsung menoleh seketika. Bukannya suasana ramai sebab anak-anak sedang sibuk mendiskusikan proyeknya, suasana juga kelewat sepi sebab mereka lebih sibuk bermain handphone-nya karena Pak Wendi kebetulan sedang sibuk dengan keperluannya.

"Napa sih lo Lin, sans ae kali orang yang lain juga belum pada kelar. Bisa dilanjut nanti itu mah." sahut Alif begitu tenangnya mendengar keluhan Erlin.

Erlin langsung berdecak seketika.
"Lanjutin lo sono." ucap Erlin sembari bangkit dari duduknya dan berlalu pergi dari ruangan praktek.

Drrrrt drrrt

Erlin langsung merogoh sakunya dan mengambil handphone-nya kemudian.

Bi Andini :
Udah lihat oleh-olehnya? Suka enggak?

Erlin mengernyitkan keningnya bingung membaca pesan yang terpampang di layar handphone-nya itu. Oleh-oleh? Memangnya kapan dia mendapatkan itu?

Erlin :
Bibi kapan pulang?

Bi Andini :
Loh, bibi pulang satu hari yang lalu.

Perasaan Erlin mendadak langsung tidak enak seketika.

Erlin :
Kok Agam enggak dipulangin sih bi?

Bi Andini :
Agam mah udah bibi pulangin atuh Lin.

Sial, perasaan Erlin berambah tidak enak sekarang. Degup jantungnya bakan sudah berdetak jauh lebih cepat saking takutnya.

Tanpa membalas pesan itu, Erlin langsung saja menekan ikon hijau di layarnya.

"Beneran bi? Agam udah bibi pulangin?" tanya Erlin tanpa mengucapkan salam atau basa-basi sedikitpun.

"Iyha Lin. Bibi pulang mah Agam langsung bibi antar pulang ke rumah. Waktu itu rumah lagi kosong. Agamnya juga lagi tidur. Jadi bibi titipin sapa Pak Tino."

"Bi-jangan bercanda."

"Emang buat apa bibi bercanda coba? Beneran deh, Agam udah bibi pulangin. Emangnya kenapa sih Lin?"

Pikiran Erlin benar-benar kosong sekarang. Jika bibinya saja sudah sampai selamat di rumahnya, lalu dimana adiknya? Kemana Agam pergi? Tidak mungkin Agam pergi sendiri keluar rumah. Tidak mungkin.

Erca (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang