Ingin tahu apa pilihanku? Cukup menjauh darimu sejenak dan kau pun pasti akan sadar jika rasamu takkan jatuh sendirian.
~Menulis itu sebenarnya sudah menjadi salah satu hobi Erlin semenjak kecil. Tapi kalau merangkum materi yang hampir satu buku itu sih, bukan hobinya lagi, melainkan keterpaksaan. Entah sudah kali ke berapa ia mengembuskan napasnya dengan kasar. Erlin lelah. Tapi jika tidak dikerjakan di sini, mau di mana lagi? Di rumah? Keburu dia malas dan berakhir mengabaikan buku-bukunya yang sudah minta dipegang sedari awal.
“Ibu krani,” panggil Dira yang entah datang dari mana.
Erlin langsung mendongakkan kepalanya seketika. Ini sudah berapa hari yah semenjak dia menjauh dari segala yang kemungkinan bisa menambah kegalauan di hatinya?
“Gua mau ngomong.” ucap Dira dengan tegasnya. Tanpa aba-aba, dia langsung menutup buku tulis Erlin takut-takut itu anak akan kembali membuka bukunya kala tak berminat menjawab pertanyaannya.
“Dari tadi lo udah ngomong loh,”
Dira langsung mendelik seketika. “Ih, bukan gitu.” sahutnya tidak setuju. “Lo kenapa sih jadi jauhin semua orang? Istirahat selalu nolak ke kantin padahal enggak bawa bekal. Enggak pernah lagi debat sama si Alvi yang buat kelas jadi ayem. Dan apaan coba? Jauhin Kak Gavin dengan dalih enggak mau ganggu konsentrasi dia belajar? Terus gimana kabar sama para korban lo yang pada enggak konsentrasi belajar karena sikap lo yang sungguh-sungguh tak mencerminkan lo gini. Main kucing-kucingan kek anak kecil. Sama perasaan lo sendiri aja deh yang kucing-kucingan, sama orangnya enggak usah, kasian tahu.”
Erlin membeku di tempat. Para rekannya yang sedang sibuk menulis terlihat tak sedikit pun tertarik dengan pembicaraan dirinya dan Dira yang tergolong berat. Padahal tak tahu saja, para rekannya justru sedang pasang telinga siapa tahu bisa dengar apa sahutan Erlin kemudian.
“Gua bukannya main kucing-kucingan yah Dir. Gua tuh cuma lagi nyari jawaban, makanya gua ngejauhin mereka semua. Gua enggak mau makin egois Dir. Kan lo sendiri yang bilang kalau cinta sama lebih dari satu orang itu bukan cinta, tapi egois kan?” tanya Erlin meminta persetujuan.
Dira tampak mengangguk-anguk seketika. “Ya—iyha. Terus gimana? Udah dapet jawabannya?” tanyanya penasaran.
Manik mata Erlin langsung tertuju pada sesosok makhluk yang tengah menelungkupkan kepalanya seperti biasa di meja pojok. Dan setelahnya, anggukan pelan tampak ia berikan sebagai respons dari pertanyaan Dira barusan.
“Beneran udah yakin? Enggak salah sangka lagi?” tanyanya sekali lagi.
“Gua udah pernah cerita belum sih Dir kalau gua tuh pengin banget punya kakak?” tanya Erlin entah apa hubungannya.
Dira tampak menaikkan sebelah alisnya bingung, juga menganggukan kepalanya singkat kemudian.
“Gua tuh pengin punya kakak karena gua pengin ada yang lindungin gua. Secara, selama ini gua terus yang jadi tamengnya Agam. Makanya, gua juga pengin diperhatiin juga dilindungin.” ucap Erlin sembari menerawang jauh ke masa-masa awal di mana ia ditinggal mendiang bundanya, dan ayahnya pergi entah ke mana. “Lo percaya kalimat benci itu bisa jadi cinta enggak Dir?” tanya Erlin lagi yang entah apa hubungannya.
Kerutan di kening Dira tampak terlihat setelahnya. “Lo waras kan Lin? Kok ngomongnya jadi ngelantur gini sih?” tanya Dira takut-takut dan refleks langsung menempelkan punggung tangannya di kening Erlin, yang pasti langsung ditepis kasar oleh sang empunya.
“Tadi nanya beneran udah yakin atau belum, makanya ini gua jelasin Dira. Kok lo lemot banget sih.” sesalnya seketika. “Lo pasti tahu kan dari dulu gua tuh enggak pernah akur sama si Alvi? Gua bukannya benci yah, tapi gua sebel sama sikap seenak jidatnya. Dan yah, enggak semua hal bisa dilihat dari cover-nya aja. Dia baik kok. Kayak Cakra kan? Enggak enak dipandang, tapi enak di hati gitu kesannya.” ucap Erlin yang sungguh—membuat Dira mengernyit heran. Ini anak kayaknya salah makan bukan sih? Kok jadi tambah aneh gini?
KAMU SEDANG MEMBACA
Erca (COMPLETED)
Teen FictionPramuka? Lelah, letih, capek dan tentunya banyak pengalaman. Kata siapa anak pramuka cuma bisa PBB, Satya Dharma, ataupun sandi-sandi? Karena nyatanya, anak pramuka juga manusia. Yang punya kehidupan masing-masing dengan seribu lika-liku perjalanann...