Chapter 27 - Virus

798 46 0
                                    

Hal baru itu terkadang sungguh mengganggu ketentraman, tapi percayalah—kedatangannya itu mampu menguatkan segala yang tersamarkan.
~

Suara pekikan tak mau mengalah para cewek menggema di laboratorium TAV yang kebetulan hari ini dikuasai oleh kelas Alvi. Bukannya patuh terhadap ucapan Pak Ofa yang baru saja mengatakan untuk sesuai absen, para cewek justru berebut tempat untuk mendapat giliran pertama. Dan karena sifat Pak Ofa yang kelewat santuy, ia pun tak mempermasalahkan keributan para muridnya yang sungguh mengganggu ketenangan jiwa para lelaki. Gimana mau tenang, teriakan cempreng nan membahana para bidadari turun dari angkot itu sungguh mengganggu pendengaran para lelaki yang ingin mendengarkan suara indah nan merdu Ariana Grande guna mengiringi praktek kali ini yang dibolehkan Pak Ofa dengan senang hati.

“Diem woyy, lo pada denger enggak sih tadi Pak Ofa bilang apa? Orang disuruh sesuai absen kok malah ngegas pengin giliran pertama. Enggak usah sok-sokkan bisa deh lo pada, orang biasanya cuma duduk manis nopangin dagu kok antusiasnya enggak sadar diri ye.” cibir Dira dengan sinisnya saat melihat kerumunan temannya yang sungguh mengganggu pemandangan matanya kali ini. Cuaca aja sudah sepanas ini, kenapa mereka justru menambah derajat kepananasan Dira sih? Selow, jangan pikir Dira dendam pada teman-temannya yang berebut untuk mendapatkan giliran pertama, tapi Dira itu jengah melihat keantusiasan mereka yang berujung zonk. Tahu teorinya aja enggak, kok sok-sokkan praktek sih? Emangnya rebus air kali yah yang enggak perlu teori bisa langsung praktek eht?

Handi langsung mengacungkan jempolnya tanda setuju dengan cepatnya. “Gua suka cara lo Dir. Enggak pandang bulu, apalagi pandang gender. Bukannya lo yang biasanya jadi korban kejudesan para cowok, sekarang malah lo yang jadi tersangka pemberi kedongkolan di hati temen lo sendiri. Hebat!” puji Handi dengan tepukan tangannya yang dibalas tatapan bingung para temannya.

“Minggir lo pada, nama gua awalnya A, jadi tolong beri jalan sama cowok paling ganteng sesekolah Tunas Bangsa ya,” ucap Alvi lengkap dengan cengiran khasnya sembari mendorong pelan cewek-cewek yang menghalangi jalannya menuju meja praktek.

Salah satu temannya itu pun langsung berdecak seketika. “Ck, lo mah rese banget Vi. Kalau aja Erlin udah balik, udah kicep pasti lo diprotesin mulu sama dia.”

Erlin?

Tak hanya Alvi, tapi hampir semua temannya itu pun langsung terdiam seketika. Iyah, mereka tentunya sadar, obat penenang paling jitu bagi seorang Alvi yah si Erlin. Musuh bebuyutannya yang bisa membuat Alvi mengalah tanpa disuruh.

“Argh, lo ngomongin Erlin gua jadi kangen gini kan sama si Erlin,”

***

Entah sudah berapa kali Ari membenarkan tas kecil yang bertengger di punggungnya itu saking beratnya. Iyhalah, tiga botol air mineral berukuran besar tertampung sekaligus dalam tas kecil yang juga digendong orang yang kecil. Tak hanya Ari, tapi entah sudah berapa kali juga Erlin mengembuskan napasnya dengan kasar beberapa menit ini. Rute yang panjang juga jalan yang tak mulus sungguh membuatnya ingin memanggil ojeg sekarang juga. Gini nih, efeknya tak berjalan lama belakangan ini membuat Erlin cepat lelah menjalani outbond kali ini, padahal rekan cowoknya masih bugar-bugar saja di depan sana. Iyhalah, mereka kan strong, bukannya doyong kek para cewek yang sudah menyeret-nyeret langkahnya saking lelahnya.

“Ini pulangnya lewat mana sih? Kok lama gini kek keliling lapangan sekolah sepuluh kali,” protes Fiani sembari mengusap peluhnya yang tak jua berhenti menetes membasahi pelipisnya.

Iyah, saat ini mereka tengah menuju jalan pulang ke lapangan tempat dilaksanakannya RaiCab tahun ini. Dan sayangnya, tak ada satu pun dari mereka yang mengenal, bahkan tahu jalan ini. Para rekannya dari sekolah lain pun tampak sudah duduk melepas lelahnya beberapa meter di depan mereka. Argh yah, sepertinya para panitia sengaja mengerjainya untuk menguji seberapa kuatnya mereka kali ini.

Erca (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang