Dalam PBB aja terkadang butuh pengalih untuk meningkatkan konsentrasi pasukan, lalu salahkah jika hati ini membutuhkan pengalih untuk meredakan ketidaksiapan menghadapi goncangan besar yang berhasil memporak-porandakan hati yang tentram ini?
~Takut. Tak ada takut yang bisa menandingi ketakutan ini sebelumnya. Tak ada takut yang berhasil meluruhkan fungsi sistem tubuh ini sebelumnya. Dan nyatanya, diantara ribuan kegelapan yang berhasil menyiutkan keberanian, hanya satu ketakutan Erlin. Bertemu dengan 'dia' dikala hati itu belum siap.
Sakit. Rasanya tak ada yang bisa menandingi sakit yang kali ini. Rasanya, lebih menyakitkan dibanding digantungin Cakra sekali pun. Dan sialnya, cuma Cakra yang bersedia lapang dada untuk menjadi pelampiasan gratis nan temurah bagi Erlin saat ini.
"Di mana?" tanya Cakra sembari melirik Erlin lewat spion sebentar saja.
Hening.
Keheningan yang tercipta membuat Cakra langsung melirik Erlin sekali lagi. Pandangannya lurus ke depan, tapi tatapannya jelas terlihat kosong.
Ckiiiiiiit
"Shit, lo apa-apaan sih Ra?" keluh Erlin mengelus jidatnya.
Cakra hanya bisa menghela napasnya dengan kasar. Telah berbuat dosa apakah dia sehingga mempunyai krani macam Erlin?
"Di mana?" tanya Cakra sekali lagi. Ia bahkan tak mempedulikan Erlin yang tengah mencak-mencak karena kelakuan biadabnya.
"Apanya yang di mana sih? Lo kalau tanya yang jelas dong jangan setengah-setengah gini." jawab Erlin dengan kesalnya. Nah, kalau nada bicaranya sudah seperti ini, berarti Erlin yang normal sudah kembali. Dan untuk pertama kalinya, Cakra mensyukuri sikap menyebalkan nan menjengkelkan Erlin yang sudah kembali.
"Rumah Alvi." ucap Cakra dengn singkatnya. Setelahnya, ia langsung bergegas memakai helm yang sempat ia lepas tadi.
"Astaga, kenapa enggak bilang dari tadi sih?" tanya Erlin mencondongkan badannya ke depan. "Rumahnya deket rumah Fendi. Cuma selisih 2 rumah." lanjut Erlin sedikit berteriak.
"Makanya kalau orang nanya itu didengerin bukannya diem kayak abis lihat penampakan." ucap Cakra dengan ketusnya. Setelahnya, ia langsung memfokuskan dirinya setelah melirik ke arah spion sekilas. Dan bisa dia lihat perubahan ekspresi Erlin seperti beberapa menit yang lalu.
***
Kata siapa pulang bersama Cakra itu menyenangkan? Kata siapa pulang bersama Cakra itu suatu keberuntungan? Dan kata siapa pulang bersama Cakra itu menjadi satu prestasi yang membanggakan?
TIDAK.
Erlin menolak persepsi itu mentah-mentah. Tentu saja dia orang pertama yang akan berani maju menghalau para fans setia Cakra untuk membantah persepsi itu dengan keras-keras. Dan tentu saja dia orang pertama yang akan berani membantah jika bisa bersama Cakra itu merupakan prestasi yang membanggakan. Iyhalah, tak semua orang bisa bersama Cakra, tentu juga tak semua orang bisa bertahan dengan sikap jutek nan dingin dari seorang Cakra Dikara Cendekia.
Membanggakan pala lu peyang. Nyatanya bersama Cakra itu benar-benar membuat Erlin lelah hati juga lelah pikiran. Tak tahukah dia jika Erlin baru saja dilanda badai masa lalu yang berhasil meluluhlantahkan seluruh jiwa raganya yang sehat sentosa? Dan nyatanya, bersama Cakra itu tetap menjadi suatu hal paling menyebalkan bagi seorang Calandra Erlina Auli.
"Lo bisa cepet enggak sih? Masa ngedit gituan aja lama banget." keluh Alvi dengan tatapan tak sukanya.
Mendengar itu, Erlin langsung saja memutar bola matanya dengan malas. "Ck, lo bisa sabaran dikit enggak sih? Kalau enggak sabaran kenapa enggak ngedit sendiri aja? Ngapain repot-repot maksa gua buat dateng ke sini hah?" tanya Erlin dengan kesalnya. Jika ada orang yang berhasil menduduki posisi kedua orang yang bisa membuat Erlin emosi tidak ketulungan setelah Cakra, maka orang itu adalah Alvi orangnya. Yah, Alvi Nur Barokah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Erca (COMPLETED)
Novela JuvenilPramuka? Lelah, letih, capek dan tentunya banyak pengalaman. Kata siapa anak pramuka cuma bisa PBB, Satya Dharma, ataupun sandi-sandi? Karena nyatanya, anak pramuka juga manusia. Yang punya kehidupan masing-masing dengan seribu lika-liku perjalanann...