Chapter 22 - Tempat Berpulang

857 49 0
                                    

Tak peduli seberapa indahnya istana, bumi perkemahan seakan sudah menjadi tempat pulang paling nyaman bagi seorang anak pramuka.
~

“Ibu Krani, temenin gua yuk?” tanya Dira sembari menatap Erlin dengan intensnya.

“Ke mana?” tanya Erlin tanpa mengalihkan pandangannya sedikit pun dari layar handphone-nya.

Dira langsung menarik pergelangan Erlin seketika. “Buku B. Jawa gua ketinggalan di UKS waktu rapat kemarin. Enggak boleh nolak.” tegasnya.

Erlin langsung mengembuskan napasnya dengan kasar seketika. Ini nih ciri khas seorang Dira, pemaksa banget. Untung saja hari ini Dira membawa bekal dan membagikannya dengan Erlin hingga untuk pertama kalinya—bukan, entah untuk kali yang ke berapa, mereka tidak mengunjungi kantin di istirahat pertama.

Koridor kelas tampak ramai di lalui siswa-siswi yang berlalu lalang pulang pergi kantin. Dan sialnya, UKS itu terletak di lantai dasar yang membuat kedua manusia itu harus rela berdesak-desakkan menuruni tangga.

“Lo mau nunggu di sini atau—“

“Eht Lin, mau kemana?” tanya Fendi yang tiba-tiba muncul di ambang pintu sanggar.

“Nemuin si Pradana?” lanjut Dira dengan senyum mengejeknya.

Erlin langsung berdecak seketika. “Ck, udah gih sana cepetan.” usirnya.

Dira hanya terkekeh seketika dan langsung melanjutkan langkahnya menuju UKS yang kebetulan hanya berbatasan dengan RO—yang letaknya tepat di samping kanan Sanggar.

“Ohh mau nemuin Cakra, ayo ayo silahkan masuk neng,” ucap Fendi sembari mempersilahkan Erlin masuk.

Erlin langsung menganga sektika. “Apaan sih lo Fendiawan? Lagi akting jadi pelayan heh?” tanya Erlin menahan tawanya.

Fendi langsung merengut seketika. “Sialan lo. Orang lagi disopanin juga. Gua kan—eht eht mau kemana, ini Erlinnya udah di sini loh,” lanjut Fendi begitu melihat Cakra hendak melangkahkan kakinya keluar dari sanggar.

Cakra langsung menaikkan sebelah alisnya dan menoleh ke arah depannya—tepat dimana Erlin berada. “Kenapa?”

Erlin langsung memutar bola matanya dengan jengah. “Siapa yang nyariin lo sih Ra? Gua tuh ke sini mau nemenin Dira ke UKS bukan—“

“Krani gua kayaknya udah balik deh. Bagus, udah mulai nganggep dia ‘seseorang’ di hidup lo,” ucap Cakra singkat diiringi senyum tipisnya sembari mengacak puncak kepala Erlin dengan pelannya.

“Hah?”

***

Kamu pulang sendirian kan? Nanti saya jemput.

Erlin menatap nanar tujuh kata yang tertera dalam layar handphone-nya. Ia sendiri tak mengerti, kenapa rasa ragu itu selalu muncul saat dirinya datang. Tak mungkin kan dia tak lagi mempercayai komitmen hingga tak mau mengakrabkan diri dengan 'dia'?

Bukannya benci, tapi kecewa lebih mendominasi dirinya. Kenapa orang yang sempat ia banggakan mati-matian bisa berbuat hal sekeji itu terhadap mendiang bundanya? Dalam jentikan jari, ia bisa menghancurkan fondasi kokoh yang telah ia bangun bersama keluarganya. Miris.

“Nak, ayo kita jalan-jalan,” ajak sang ayah sembari menenteng jaket yang sudah tersampir di bahu kanannya serta kontak motor yang ia acungkan di depan putri kecilnya.

Sang putri yang tadinya sedang asik bermain kini langsung mengalihkan perhatiannya pada sang ayah. “Kemana yah?” tanya sang putri penasaran.

Erca (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang