Tidak semua yang dilihat mata itu fakta, bisa saja opini kan?
~Weekend merupakan hari yang paling ditunggu-tunggu bagi kaum pelajar. Masa dimana mereka bisa menghabiskan waktunya dengan bermanja-manja pada kasur empuk yang mampu memanjakan mata. Dan tak seperti kaum kebanyakan, Erlin sudah rapi di jam dimana ia biasanya menghabiskan waktu dengan sang adik tercintanya.
“Kak Elin, sakit.” protes Agam kala mendapati cubitan ringan di pipi gembulnya.
Andini langsung menolehkan kepalanya pada dua keponakannya yang berhasil membuat keributan sepagi ini. “Kamu mau kemana? Tumben hari minggu pagi gini keluar rumah?” tanya Andini mengernyit bingung. Setelah sekian lama tinggal bersama keponakannya itu, tentu saja ia sudah hapal betul bagaimana kebiasaan mereka. Dan tentu saja ia merasa penasaran, gerangan apa yang membuat Erlin mampu hengkang dari film favorit serta camilan bejibunnya itu.
“Mau jalan-jalan, sekalian nyari novel terbaru.” jawab Erlin dengan cengiran khasnya.
Andini langsung mendengus seketika. “Idih, biasanya aja jalan-jalan ngajaknya Agam. Nah ini? Mau sama siapa coba? Sampai rapi gini lagi.” goda Andini sembari mengacak pelan puncak kepala Erlin.
Erlin langsung menyingkirkan tangan Andini dari puncak kepalanya seketika. “Ih resek deh bi, udah rapi ini loh,” keluh Erlin mencebikkan bibirnya. “Udah ya bibiku tersayang, aku berangkat dulu. Jangan kangen bi.” pamit Erlin sembari mencium punggung tangan Andini dan menampilkan cengiran khasnya kemudian, yang tentunya hanya dibalas dengan gelengan kepala tak menyangka dari Andini.
Pagi yang cerah, seperti suasana hati Erlin yang mendadak menjadi bungah setelah melihat birunya langit yang begitu menawan. Angin pagi yang begitu menyejukkan berhasil menebarkan rambut Erlin yang dibiarkannya tergerai dengan brutalnya. Iyah, Erlin lebih memilih membiarkan kaca mobilnya itu terbuka untuk mengantisipasi hatinya agar tak karuan kembali.
Tak butuh waktu lama, Erlin pun sudah bisa menginjakkan kakinya pada salah satu toko buku yang sudah biasa menjadi langganannya. Ramainya suasana, ternyata tak seramai hati ini yang mendadak sepi di tengah keramaian. Entah, ia pun tak mengerti kenapa ia lebih memilih toko buku sebagai tempat pelariannya. Harumnya kertas yang mampu membuatnya tenang. Tumpukan buku yang mampu membuat semangatnya berkobar. Dan deretan kata-kata yang mampu membuat luka yang dirasanya terasa menutup walau untuk sementara.
Erlin langsung menyusuri deretan rak yang berisi sekumpulan novel itu dengan langkah pelannya. Hingga tanpa sadar, langkahnya terhenti begitu melihat novel berjudul Love Without Words itu begitu saja. Tangannya langsung terulur mengambil satu diantaranya dan membaca blurbnya seketika. Menarik.
“Novelnya bagus loh. Terkenal di dunia orange karena keunikan ceritanya yang tak biasa.” ucap seseorang yang langsung membuat Erlin mendongakkan kepalanya seketika.
Erlin tampak mengingat-ingat beberapa detik kemudian. “A—Adel bukan?” tanyanya memastikan.
Adel—seseorang yang tadi berbicara langsung menyinggungkan senyum simpulnya kemudian. “Iyah. Kirain udah lupa,” jawabnya. “Sama siapa? Cakra ya?”
Tangan Erlin yang sudah terulur hendak mengembalikan novel tadi pada rak di depannya langsung terhenti seketika. “Gua punya daya ingat yang kuat loh sebenarnya,” ucap Erlin yang diselingi kekehan geli di akhir kalimatnya. “Enggak kok, sendirian aja.” lanjutnya sembari menarik kembali tangannya yang tadi sempat terulur.
Adel tampak menganggukan kepalanya pelan sebagai respons. “Kirain. Deket ya sama Cakra?” tanyanya sembari menolehkan kepalanya guna melihat ekspresi apa yang akan Erlin berikan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Erca (COMPLETED)
Novela JuvenilPramuka? Lelah, letih, capek dan tentunya banyak pengalaman. Kata siapa anak pramuka cuma bisa PBB, Satya Dharma, ataupun sandi-sandi? Karena nyatanya, anak pramuka juga manusia. Yang punya kehidupan masing-masing dengan seribu lika-liku perjalanann...