Chapter 28 - Jawaban

800 47 0
                                    

Ingin tahu seberapa dalamnya rasa yang selama ini aku pendam diam-diam? Cukup melihat ketakutanku saat melihatmu terbelenggu dalam kubangan luka pun, kau pasti akan mengetahui jawabannya
~

“Pak ini gimana sih, masa enggak jadi gini dari tadi?” keluh Dira sembari memanggil-manggil Pak Ofa tanpa henti.

Tak hanya Dira sih sebenarnya, tapi hampir sebagian anak kelas Dira pun tengah protes sebab laptop yang tengah mereka gunakan untuk praktek tiba-tiba tak berfungsi dengan baik. Bagaimana tidak kesal, Pak Ofa masih tenang-tenang saja mengajarkan mereka yang laptopnya sehat wal afiat. Lalu bagaimana kabar dengan mereka-mereka yang laptopnya sedang di ujung maut?

Tanpa mereka semua sadari, ternyata bel pulang baru saja berbunyi beberapa detik yang lalu. Dengan kekesalan yang sudah mencapai ubun-ubun, Dira langsung menutup laptop yang ada di depannya itu dengan kasarnya yang rata-rata dicibir, “Selow atuh neng,” oleh teman-temannya. Tapi yah balik lagi, Dira itu salah satu penganut sikap bodo amat, jadi yah—bodo amat sama komentar orang lain.

“Besok-besok kita bawa laptop sendiri-sendiri aja yah pak biar enggak bikin bapak masuk THT lebih cepet lagi,” ucap Dira sembari menyalimi tangan Pak Ofa yang dibalas kekehan geli oleh salah satu guru santuy itu.

Dan tanpa menunggu teman-temannya yang lain, Dira sudah ngacir begitu saja keluar dari lab. Dan alangkah terkejutnya ia saat mendapati pemandangan yang membuat matanya berbinar saat melihatnya.

“Astaga Ibu Krani, gua kangen banget sama lo subhanallah,” pekik Dira yang langsung menubruk Erlin saat itu juga. “Kok lo lama banget sih nugasnya? Enggak tahu apa—kok lo bau asem gini sih elah?” lanjut Dira yang langsung melepaskan pelukannya secara otomatis.

Erlin langsung terkekeh geli merespons ucapan Dira yang memang ada benarnya. “Asem gini tapi masih cantik dong yah?” tanya Erlin menaik-turunkan kedua alisnya. “Argh, lo beneran kangen gua Dir? Gua jadi terhura kan jadinya,” lanjut Erlin dengan cengiran khasnya.

Dira langsung mendelik seketika. “Iyhalah cantik, kalau enggak mana mungkin ada banyak cowok yang mepet lo sih,” responsnya minta ditampol Erlin. “Tapi btw nih Ibu Krani, nggak cuma gua loh yang kangen, tapi pasukan di belakang gua juga kangen berat loh.” lanjutnya sembari membalikkan badannya menghadap kawan seperjuangannya yang tengah menonton aksi heroik Dira.

Dan tanpa menunggu aba-aba dari seorang Dira, semua anak cewek kelas Dira pun langsung berhamburan memeluk Erlin tanpa peduli bahwa mereka tengah menjadi pandangan publik saat ini. Bodo sih ya, yang penting Erlin udah balik kan?

“Lo kok jadi hitam gini sih Lin,”

“Acak-acakkan banget sumpah,”

“Kok lo mau sih capek-capek gini sampai kumel gini sumpah Lin,”

“Lo bau asem sumpah dah,”

“Lo kok jadi serasi gini sih sama Cakra, sama-sama eksotis gitu. Lihat deh ini mukanya hahah,”

Erlin hanya bisa menyunggingkan senyum simpulnya menanggapi satu per satu ucapan teman-temannya yang diam-diam membuatnya geli sendiri. Wasya, ternyata ada juga yang merindukannya. Eht, benar kan?

“Kalau gini emang lo pantes banget disebut srikandi, apalagi kalau jadi srikandinya gua—ambyar dah,” ucap seseorang yang kontan langsung membuat cewek-cewek itu menurunkan lengannya seketika.

“Ohhh, udah berani nih sekarang?” ejek Dira dengan senyum miringnya.

Alvi langsung melangkahkan kakinya mendekati Erlin saat itu juga. “Gua emang selalu berani kan srikandi?” tanya Alvi meminta pendapat.

Erca (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang