Chapter 30 - Tak Kuasa

713 49 4
                                    

Rasanya lebih baik melihatmu tak bisa diam dengan segala tingkah menyebalkanmu dibanding melihatmu terbujur kaku dengan lemahnya.
~

“Kak Elin buka mulutnya,” perintah Agam dengan santainya.

Erlin langsung menggelengkan kepalanya dengan pelan. Sejak kemarin, ia benar-benar kehilangan nafsu makan berlebihnya. Lidahnya terasa pahit. Bahkan makanan rumah sakit pun dengan ogah-ogahan ia telan dengan rasa pahit yang tak kunjung raib. Apalagi dengan satu potongan buah apel ini, bisa-bisa ia langsung mengeluarkannya lagi seketika. “Buat Agam aja yah,” tolak Erlin sembari menyuapkan satu potongan apel itu ke dalam mulut Agam, yang langsung diterimanya dengan suka cita.

Iyah, setelah beberapa hari tak bertemu dengan malaikat kecilnya, akhirnya Erlin bisa melepas rindunya juga. Tapi sayangnya, ia harus melepas rindunya itu dengan kondisi tak fit sembari terbujur kaku di atas ranjang rumah sakit.

“Kak Elin, pulang yuk. Agam pengin main sama Kak Elin,” pinta Agam dengan puppy eyes-nya.

Astaga, Erlin benar-benar tidak tahan jika Agam sudah mengeluarkan jurus andalannya itu. “Kak Elin belum bisa pulang, Agam main sama paman dulu yah.”

Kedua bibir Agam langsung mencebik seketika. “Agam enggak mau, Agam maunya sama Kak Elin,”

Erlin langsung mengulum senyum tipisnya seketika. Ia benar-benar merindukan ekspresi menggemaskan Agam yang selalu ingin dilihatnya itu. “Kan sekarang lagi sama Kak Elin, main sekarang aja gimana?” negosiasinya kemudian.

Bukannya bergegas mengambil mainan yang tadi sempat dibawakan sang paman, Agam justru langsung mendusel di lengan kiri Erlin. “Enggak mau. Agam ngantuk. Pengin tidur.” jawabnya kemudian.

Kekehan Erlin langsung terdengar seketika. Tak bisa dicegah, tangan kirinya sudah beralih mengusap puncak kepala Agam, yang pemiliknya sudah memejamkan mata dengan cepatnya.

Argh yah, Erlin benar-benar merindukan adik kecilnya ini.

***

Suara bising itu sungguh menganggu Erlin hingga mau tak mau membuatnya mengerjapkan kedua matanya. Diliriknya Agam yang sudah membuka matanya dan sedang sibuk memainkan rambutnya dengan antengnya. Kedua sudut bibirnya kontan langsung tertarik melihat tingkah tak biasa Agam yang kelewat anteng itu. Sedetik kemudian, matanya langsung beralih pada pintu putih yang sudah terbuka lengkap dengan suara bising yang semakin ia dengar dengan jelasnya.

“Agam sini dulu sama bibi. Kita makan dulu yuk,” ajak Andini sembari mengulurkan tangannya di depan Agam.

Tanpa menunggu ajakan kedua, Agam langsung meraih kedua tangan Andini itu dengan cepatnya. Dan sebelum bangkit dari tidurnya itu, Agam sempat mendaratkan kecupan sayangnya itu di pipi kiri Erlin yang sontak membuat si korban mengulum senyum dengan lebarnya.

Andini langsung membawa Agam keluar setelahnya. Dan tepat setelah Andini kelar, beberapa orang langsung hilir mudik memasuki ruang inap Erlin dengan cepatnya.

“Hai, udah mendingan?”

Entah kesambet setan darimana, seumur-umur Erlin mengenal Dira, baru kali ini mendengar Dira berbicara selembut ini terhadap dirinya. “Alhamdulillah, berkat enggak denger suara toa lo yang berhasil merusak gendang telinga gua, gua udah mendingan sekarang,” jawab Erlin sembari berganti posisi menjadi duduk yang tentu langsung dibantu Dira dengan cepatnya.

“Kok lo jahat sih?” tanya Dira memanyunkan bibirnya. “Padahal kemarin gua udah nangis kejer karena khawatir sama lo, tapi kok lo jahat sih ibu krani?”

Tawa lirih Erlin langsung terdengar seketika. “Iyah, iyah, sini duduk. Gua kangen enggak denger cerita unfaedah lo Dir,”

Cebikan bibir Dira langsung maju beberapa senti kemudian.

Erca (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang