Chapter 24 - RaiCab

859 47 20
                                    

Setiap kegiatan pasti memiliki cabangnya sendiri. Begitu juga rasa nyaman ini, yang seenak jidatnya sudah bercabang menjadi rasa cinta.
~

Detik terus berjalan. Menit terus berganti. Jam pun terus berdenting. Tak terasa sudah banyak Erlin habiskan untuk menyiapkan segalanya. Mulai dari izin KBM, mengesampingkan rasa rindunya pada sang adik yang sudah lama tak diajaknya bermain, hingga merelakan waktu istirahatnya demi organisasi tercintanya.

Karena begitu seriusnya ia berlatih, Erlin juga rekan-rekannya sampai tak sadar jika tinggal menunggu jam waktu RaiCab akan dimulai. Besok. Astaga, sadarkanlah Erlin dan rekan-rekannya agar tak terlalui santai-santai bak di pantai itu.

Seperti sekarang ini, Erlin tengah duduk manis setalah berjam-jam berlatih giat kreatif tanpa mengenal lelah. Ternyata sekeras ini perjuangannya agar bisa setotal mungkin mempersiapkan giat kreatif. Diliriknya rekan-rekannya itu yang juga bernasib sama dengan dirinya. Kehabisan tenaga. Dan Erlin, cukup merasa tenang karena bukan dirinya saja yang merasa lelah. Lelah hati juga lelah pikiran.

Bagaimana tidak? Hatinya terus saja dicekoki hal-hal tak masuk akal yang membuatnya kelimpungan. Mulai dari sikap Cakra yang entah ada angin ada hujan tiba-tiba jadi serba peduli terhadap dirinya. Perhatian Gavin yang sungguh membuat Erlin bertanya-tanya sendiri apa artinya. Terlebih celetukan asal Alvi yang seringkali membuatnya kehabisan kata-kata seperti orang linglung yang tak tahu apa-apa. Tak tahukah mereka jika Erlin itu gaptek segala sesuatu yang berbau hati?

Lebih baik singkirkan dulu persoalan hati Erlin yang tak ada kelarnya. Karena sekarang, yang terpenting adalah bagaimana caranya ia bisa menyingkirkan segala lelah letih serta habis tenaganya agar ia bisa kembali mengobarkan semangatnya untuk melanjutkan latihannya. Ingatkan Erlin untuk memberikan semangatnya pada rekan-rekannya yang digempur habis untuk latihan pionering setelah selesai latihan untuk giat kreatif. Karena yah, Cakra juga Hira begitu baik hati hingga mengizinkannya untuk beristirahat dahulu sebelum harus mempersiapkan tenaganya bertempur dengan alat masak. Yah, apalagi jika bukan untuk uji coba masakan untuk giat memasak besok?

“Ar, Sit, sekarang aja yuk keburu malam nih,” ajak Erlin sembari bangkit dari duduknya yang otomatis diikuti Ari juga Sita.

***

Erlin mengusap peluh yang mengalir di pelipisnya itu dengan kasar. Senyumnya langsung mengembang begitu melihat dua makanan yang tersaji di depannya itu dengan apiknya. Tak hanya Erlin, Ari, juga Sita pun tengah melebarkan senyum indahnya itu dengan bahagianya. Sedetik kemudian, ketiganya langsung berhigh five dengan semangatnya.

Dengan cepat, mereka bertiga pun langsung membawa kedua makanan tersebut menuju rekan-rekannya yang sedang beristirahat di depan sanggar.

“Masyaallah, bau apa ini dah? Wangi bener bikin gua mendadak laper yah,” celetuk Putra begitu melihat ketiga rekannya berjalan keluar dari sanggar sembari membawa makanan yang kontan membuat Putra—juga yang lainnya duduk tegap saking antusiasnya.

“Cobain gih.” ucap Erlin sembari mengangsurkan semangkuk Soto Ayam khas Kudus itu di depan Cakra.

Tanpa menunggu perintah kedua kalinya, Cakra langsung menerima semangkuk soto itu dengan senyum tertahannya. Baru saja Cakra hendak menyendokkan suapan pertamanya, Fendi langsung berceletuk menghentikan gerakan tangannya.

“Beuhh, mentang-mentang masakan pertama, jadi di kasihnya sama yang tersayang dong yah?” ucap Fendi melirik Erlin juga Cakra sembari menaik turunkan kedua alisnya.

“Kita mah apa ya? Cuma remahan rengginang yang mengganggu pemandangan,” sahut Hira dengan sok dramataisnya.

Putra langsung menyikut lengan Hira seketika. “Bukan kita, tapi lo.” Refleks, semua bantara yang tengah duduk menyaksikan drama kehidupan itu pun langsung melepaskan tawanya dengan seketika.

Erca (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang