Chapter 5 - Sisi Lain

1.5K 80 0
                                    

Seperti layaknya pionering yang terdiri dari berbagai sisi, manusia juga seperti itu. Yang punya sudut pandang berbeda dari berbagai sisi.
~

Erlin mengembuskan napas dengan kesalnya. Diusapnya keringat yang mengalir dari pelipis itu dengan kasarnya. Untung saja matahari tidak terlalu terik siang ini, jadi keringatnya sedikit terkurangi sekarang.

Erlin tak henti-hentinya mencibir seluruh teman kelasnya itu dengan segala sumpah serapahnya. Bisa-bisanya mereka membiarkan Erlin membersihkan kelasnya yang luasnya tidak terkira itu seorang diri. Untung saja dia sayang nyawa jadi ia rela meluangkan waktu super berharga dan tenaga langkanya itu hanya untuk membersihkan kelasnya. Dan tentu saja ia sayang teman jadi ia rela mengorbankan dirinya lelah jiwa dan raga untuk melindungi teman seperjuangannya itu dari ceramahan maut wali kelasnya yang kebetulan esok hari mendapat jam pertama di kelasnya.

Drrrrt drrrrt

Erlin mendengus kesal mendapati getaran dari handphone-nya itu. Siapa coba yang berani-beraninya mengganggu waktu istirahatnya yang begitu langka ini?

Cakra Dikara :
Ke sanggar sekarang!

Hampir saja Erlin terjengkang ke belakang kala membaca pesan singkat yang dikirimkan pradananya itu. Matanya langsung terbelalak seketika setelah menyadari pesan apa yang tertulis di layar ponselnya itu. Dari mana ia mendapatkan nomor Cakra? Yah, walaupun dia sama-sama masuk group Bantara yang pasti ada Cakranya, tapi ia jelas-jelas enggan untuk menyimpan nomor pemimpin yang gila dan cueknya tiada tara itu. Katakan saja Erlin jahat ataupun tidak patuh pada pemimpinnya, karena itu memang kenyataannya. Hais, Erlin ingat sekarang. Pasti waktu Cakra menyita handphone-nya itu. Dia pasti menyimpan nomornya sendiri di handphone Erlin.

Sedetik kemudian, Erlin langsung menyambar tas yang teronggok tak berdaya di atas mejanya itu dengan cepatnya. Untung saja Erlin bukan orang yang suka lari dari tanggung jawab, jadi sangat mustahil jika langsung melangkahkan kakinya menuju halte tanpa mampir ke sanggar terlebih dahulu.

Koridor pasti sudah sangat telihat sepi. Hari sudah semakin sore dan pasti murid lainnya sudah duduk santai di rumahnya masing-masing. Tapi lihatlah? Erlin justru sekarang sedang berjalan menuju pintu sakral tempat di mana dia akan bertemu sosok paling langka yang sikap pemaksanya tiada hentinya.

Ceklek

Dibukanya pintu sanggar itu dengan cepatnya. Dan sialnya, hanya satu sosok manusia yang Erlin lihat di dalamnya. Yah, siapa lagi jika bukan Cakra?

“Mana proposalnya?” tanya Cakra dengan ketusnya tanpa mengalihkan pandangannya sedikit pun dari handphone yang tengah digenggamnya.

“Etdah, seenggaknya biarin gua duduk dulu kek Ra. Gini-gini gua juga capek elah jalan dari kelas sampai ke sini. Lo bener-bener enggak punya hati tahu enggak.” sahut Erlin dengan kesalnya sembari mengambil laptop dari dalam tasnya.

Cakra hanya mengembuskan napasnya dengan kesal mendengar celotehan unfaedah Erlin yang sudah sangat sering ia dengar. Sedetik kemudian, ia langsung beringsut duduk di samping Erlin yang tengah mengutak-atik file dalam laptopnya itu.

“Lo sebenarnya niat nulis enggak sih? Tulisan lo itu udah macam tulisan dokter gagal tahu enggak Ra.” celetuk Erlin tanpa mengalihkan perhatiannya sedikit pun.

“Kenapa belum selesai?” tanya Cakra dengan tatapan mengintimidasinya.

Mendengar nada ketus yang dilontarkan Cakra, dan tak lupa dengan tatapan mengintimidasinya, Erlin langsung mendongakkan kepalanya dan menoleh ke arah Cakra. “Lo pikir gua punya bakat buat baca tulisan lo yang kek dokter gagal itu? Enggak Ra. Gua enggak mau buang waktu gua buat baca tulisan lo yang enggak jelas itu. Cepat bacain jadwal kegiatannya biar gua yang ngetik.” jawab Erlin tak kalah ketusnya.

Erca (COMPLETED)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang