21 ++++ area
Pekatnya malam mulai beralih menuju terang. Suara ayam bersahutan dengan gemricik angin di pagi hari. Matahari nampak malu untuk tertawa, memilih bersembunyi di balik tumpukan awan yang nampak mulai menghitam
Di balik selimut tebal, ada sepasang manusia enggan membuka mata karena aktivitas panas yang rutin mereka lakukan dan akan selalu berakhir lewat tengah malam. Ketika jam dinding menunjukkan pukul lima pagi, Anggita memilih untuk turun dari ranjang tidurnya. Dengan langkah perlahan, Anggita membersihkan dirinya sebelum memulai aktivitas di pagi hari. Setelah membersihkan diri, Anggita menuju dapur kesayangannya. Disana, telah ada dua orang asisten rumah tangga yang akan membanntunya mempersiapkan sarapan untuk suaminya
Telah empat bulan lamanya, Angkasa dan Anggita menjadi suami istri dan mereka kini tinggal di sebuah rumah yang telah disediakan Angkasa untuk mereka berdua. Sikap Angkasa masih sama seperti sebelumnya, terkadang lembut tapi lebih sering bersikap kasar. Angkasa menyiksa lahir dan bathin Anggita.
"ANGGITA!!!!!!!!!!!!"
Aktivitas Anggita terhenti ketika terdengar suara teriakan dari dalam kamarnya. Wanita itu segera berlari dan ketika masuk, dia mendapati wajah menakutkan suaminya.
"Goblok!! Sudah aku bilang, kalau hari ini aku harus ke kampus dulu. Baru ke kantor."
Anggita hanya menunduk dan segera mengganti pakaian yang telah dia persiapkan. Selanjutnya, Anggita harus menulikan telinganya karena ketika dia melakukan kesalahan, dia akan merasakan tangan Angkasa di wajah atau kepalanya. Tak hanya itu, dia juga akan mendengar hinaan dan cacian dari Angkasa.
"Masih untung aku nikahin kamu. Ingat, orang tuamu sudah membuangmu. "
"Lakukan semua perintahku dengan sempurna. Tanganku sudah bosan menyentuh kulitmu itu"
Anggita telah selesai menyiapkan pakaian suaminya, dan tugas berikutny adalah melayaninya di meja makan. Ketika di rumah, Angkasa hanya mau makan ketika makanan telah disiapkan oleh istrinya. Selain itu Anggita harus berada di sampingnya ketika makan.
Dengan telaten, Anggita memindahkan lauk dan sayuran ke atas piring yang telah disediakan Angkasa.
"Nanti malam temani aku pergi ke acara pernikahan anak sahabat Papa. Jam 7 malam kamu harus sudah siap"
"Iya Mas"
"Aku sudah transfer uang bulanan dan uang belanja untuk kamu. Beli baju yang bagus untuk nanti malam. Jangan mempermalukan keluargaku"
"Iya Mas"
Ketika di meja makan, keduanya hanya membicarakan hal yang sangat penting. Angkasa lebih mendominasi dengan rentetan perintah yang harus segera dilaksanakan oleh Anggita.
"Hmm . Mas..boleh ga aku nanti sepulang dari kampus, ketemu dengan anak-anak? Aku kangen Mega, Mawar dan Ghea. Mereka sahabatku, Mas. Mereka...."
Belum selesai Anggita mengutarakan permintaannya, terdengar suara pecahan gelas dan piring yang ada di meja makan. Anggita memilih memejamkan matanya dan menunduk serta meremas kuat genggaman tangannya. Cacian dan makian kembali di dengarnya
Melihat istrinya hanya terdiam, membuat amarah dalam diri Angkasa kembali meninggi. Angkasa meraih pergelangan tangan Anggita dan segera menyeretnya kembali masuk ke dalam kamar tidur mereka. Anggita yang seolah sudah mengetahui apa yang akan terjadi, memilih untuk menutup kedua matanya.
"Kenapa kamu selalu membangkang, Anggita?"
Anggita masih berdiri dan bersandar di dinding kamar mereka. Tanpa Anggita ketahui, Angkasa sudah bergerak kesana kemari mencari ponsel Anggita yang saat itu ia letakkan di atas meja rias. Angkasa meraih benda itu dan beberapa saat kemudian amarahnya semakin tinggi. Ponsel Anggita telah hancur berkeping-keping. Tak ada yang bisa Anggita lakukan kecuali menangis dan memeluk kedua kakinya.
KAMU SEDANG MEMBACA
ANUGERAH UNTUK PRASASTI
General FictionAnggita Prasasti, anak sulung dari tiga bersaudara. Lahir dari keluarga yang menengah, tidak membuat Anggi, panggilan namanya, menjadi anak manja. Anak sulung yang harus selalu menjadi pelindung bagi keluarga terutama kedua adik laki lakinya. Bagas...