Regret

13.1K 1.1K 64
                                    

Angkasa POV

Ketukan palu dari hakim yang memimpin sidang perceraian kami, menandakan hubungan ku dengan Anggita benar benar berakhir. Meski tanpa kehadiran Anggita selama beberapa bulan ini, pernikahan kami resmi berakhir. Tim pengacaraku berkali-kali mengucapkan selamat. Papa dan Mama yang selalu hadir menemani sidangku tersenyum bahagia meski aku tahu bahwa senyum itu adalah palsu.

Dari wajah Papa, sudah sangat jelas menggambarkan bahwa dia adalah yang paling tersakiti. Papa begitu menyayangi Anggita. Tanpa sepengetahuan Aku dan Mama, Papa menyewa seseorang untuk mencari keberadaan Anggita.

Anggita istriku lebih tepatnya mantan istriku. Terakhir kebersamaan kami ketika dua bulan lalu aku memaksanya untuk melayaniku. Bahkan aku melempari wajahnya dengan ratusan lembar uang dan sebuah cek.

Ketika aku terbangun, aku merasakan tidur paling nyenyak seumur hidupku. Namun tak ada Anggita di sampingku. Anggita juga tak meninggalkan pesan sama sekali. Hanya sebuah bolero rajut yang lupa ia kenakan setelah permainan panas kami.

Setelah peristiwa itu, beberapa hari kemudian Aku dan Papa bertengkar hebat. Papa ternyata mengetahui kelakuan bejatku. Mama jadi pembelaku meski aku tau jauh di lubuk hati mama dia mengutuk perilakuku.

Bugh
Bugh

"Bajingan. Papa tidak pernah mengajarimu jadi laki laki bajingan, Angkasa. Anggita bukan pelacur"

"Stop Mas Abi. Kasian Angkasa. Jangan menuduh anak sendiri seperti itu"

"Menuduh kamu bilang. Anak kesayanganmu itu menculik Anggita dan di sana dia memperkosa mantan istrinya"

"Belum tentu Angkasa yang melakukan. Bisa jadi perempuan itu yang menggoda Angkasa."

"UTARI!!!!"

"Anggita kita sudah mati, Mas"

"Kalian berdua....sampai detik ini, aku tidak percaya Anggita melakukan hal yang memalukan itu. Tapi karena kalian, aku memilih untuk diam saja melihat Anggita dihancurkan. Aku cuma berdoa, Tuhan tidak menghukum keluarga ini. Karena aku percaya di setiap tetes air mata Anggita ada murka Tuhan di dalamnya"

Anggita benar-benar pergi dari kehidupan kami. Awalnya aku merasa baik baik saja seolah tak peduli dengan hilangnya Anggita. Namun seiring berjalannya waktu, ada kekosongan yang tak bisa diisi siapapun.

Pernah di suatu malam, aku merasakan hal aneh yang tak pernah terjadi di malam-malam selanjutnya. Saat itu perutku sakit, mulas dan keringat dinginku mengucur deras. Cukup lama hal itu terjadi hingga pagi hari. Selanjutnya semua berlangsung dengan normal. Tak pernah lagi aku merasakan sakit seperti itu.

Setahun berlalu sejak kepergian Anggita, hatiku masih tetap sama. Kosong. Aku kesepian. Jika aku merindukannya, aku akan memeluk bolero nya yang tak kubiarkan orang lain menyentuhnya. Aku dekap bolero itu dan kubawa tidur. Meski sebentar, namun aku akan merasakan sedikit kedamaian.

Tak hanya aku, Mama juga sangat kehilangan Anggita meski Mama selalu memungkiri hal itu. Pernah suatu hari aku melihat Mama menangis terisak ketika melihat deretan Sukulen favorit Anggita. Hanya tanaman itu yang tidak Mama buang. Mama bisa duduk berjam-jam memandangi deretan Sukulen sambil bersenandung lirih

Anggitaku menyukai Sukulen. Dia selalu bilang kalau dirinya jelmaan Sukulen.

"Anggita suka Sukulen, Mas"

"Aneh. Kenapa bukan Mawar?"

"Mawar cantik tapi dia melukai. Meski untuk melindungi diri, tapi tetep aja dia buat orang lain luka"

ANUGERAH UNTUK PRASASTITempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang