Angkasa masih terus mencengkeram kuat tangan Anggita meski dari belakang ketiga sahabat istrinya itu terus berteriak. Beberapa security bahkan menghalangi langkahnya, namun Angkasa mampu membuata mereka terkapar meski hanya menggunakan sebelah tangannya.
"Mas...lepas..."
"Kalau kamu masih mau melawanku, aku bikin rusak nama El Tv"
"Jangan Mas. Aku turutin mau kamu"
Angkasa tak melepaskan tangannya hingga Anggita masuk ke dalam mobilnya. Angkasa terus memegang ponsel dengan masih memegang kemudi.
"Syl..batalkan semua rapat, semua acara penting untuk minggu ini. Saya ngantor lagi minggu depan. Oh ya siapkan heli , setengah jam lagi saya sampai. Trus suruh orang buat bersihkan villa papa di pulau pandan. Sekarang, Syl"
Tak berapa lama kemudian, Angkasa kembali terhubung dengan seseorang.
"Pak Man, tolong bawakan pakaian untuk saya dan Nyonya. Saya tunggu setengah jam lagi di helipad"
"Hallo, Om. Ini Angkasa. Dalam minggu ini Anggita absen ngajar dulu ya. Kami ada acara penting. Makasih ya Om
Anggita sudah akan mengajukan protes, tetapi ancaman dari Angkasa membuatnya kembali diam seribu bahasa.
"Sekali kamu mengeluarkan suara, aku banting setir ini ke kiri biar kita mati sama-sama"
Tidak sampai setengah jam, mobil yang mereka tumpangi memasuki area basement tempat Angkasa menghabiskan waktunya ketika bekerja. Anggita hanya terdiam meski tangannya telah ditarik paksa untuk keluar dari mobil dan masuk ke dalam lift yang membawanya ke lantai paling atas.
Anggita kembali terdiam ketika tangannya kembali ditarik memasuki sebuah helikopter. Wanita itu tetap memilih diam karena Angkasa kembali memberikan ancaman yang mengerikan.
"Aku bisa nekat, Anggita. Sekali kamu buat aku marah di sini, aku bisa buat heli ini jatuh ke dasar laut".
Anggita sangat menyukai keindahan pantai dan lautan. Dulu, ketika Angkasa masih menyanjungnya, pantai dan lautan jadi tempat favorit mereka kala liburan tiba.
Namun selama perjalanan menuju Pulau Pandan, Anggita selalu melihat ke atas langit. Biru nya langit dan putihnya awan jauh lebih menarik dari pada pantulan warna biru dari air laut di bawah sana.
Setelah menempuh waktu satu jam, mereka sampai di sebuah pulau kecil yang sunyi dengan sebuah villa besar berada di tengah. Villa besar yang berbahan kayu jati kualitas tinggi dengan pohon kelapa yang berjajar disekitarnya. Ada beberapa rumah penduduk yang berada di tepi pantai yang merupakan nelayan dan para pekerja villa.
Pulau itu bernama Pulau Pandan yang dibeli Abimanyu sebagai hadiah pernikahan untuk mereka berdua. Ini adalah pertama kalinya Anggita menginjakkan kakinya di pulau itu.
Ketika turun dari helikopter yang dia tumpangi, kedua telapak kakinya merasakan lembutnya pasir pantai yang menyapu langkahnya. Kedua matanya juga menangkap cahaya lentera yang menerangi sepanjang jalan setapak menuju bangunan villa.
Bangunan villa itu terdiri dari dua lantai dengan sebuah ruangan besar di tengahnya yang memiliki fungsi sebagai ruang tamu dan ruang keluarga. Sedangkan ruang makan berada di sebelah kanan menyatu dengan dapur. Terdapat 4 kamar tidur ukuran besar di lantai dua
"Selamat malam, Tuan. Segala keperluan Tuan dan Nyonya telah kami persiapkan"
"Terima kasih banyak, Mang. Kami tidak ingin diganggu jadi saya melarang siapapun mendekati villa ini. Kalau ada yang saya butuhkan, saya akan hubungi Mang Ade"
"Siap laksanakan, Tuan"
Setelah melihat para pekerjanya pergi meninggalkan villa, Angkasa langsung menarik tangan Anggita untuk masuk ke dalam. Tubuhnya di dorong sehingga menyebabkan wanita itu terjelembab ke lantai.
KAMU SEDANG MEMBACA
ANUGERAH UNTUK PRASASTI
General FictionAnggita Prasasti, anak sulung dari tiga bersaudara. Lahir dari keluarga yang menengah, tidak membuat Anggi, panggilan namanya, menjadi anak manja. Anak sulung yang harus selalu menjadi pelindung bagi keluarga terutama kedua adik laki lakinya. Bagas...