Langit masih terlampau pekat meski suara ayam jago berkokok saling bersahutan dan jam weker di kamar itu berkali-kali berdering, namun tubuh polos Anggita masih belum terbebas dari pelukan posesif suami tercintanya.
"Mas...aku mau bangun"
Angkasa terus mengeratkan pelukannya. Aroma bunga dari helaian rambut Anggita, selalu membuatnya ingin mengurung tubuh mungil istrinya itu di bawah kungkungannya.
"Mas, Hanin hari ini kuliah pagi. Kasian dia kalau ga sarapan"
"Ck, ini sabtu. Mana ada kuliah hari sabtu"
"Dia ada kelas tambahan, Mas. udah deh aku harus bangun. Kita juga butuh sarapan"
Anggita menghempaskan tangan Angkasa dengan kasar kemudian dia berjalan memasuki kamar mandi untuk membersihkan diri. Angkasa mencoba menahan amarahnya. Salahkah ia jika ingin berduaan saja dengan Anggita karena hari ini adalah hari liburnya.
Sejak peristiwa di Melbourne dua bulan yang lalu, Anggita dan Angkasa memutuskan kembali ke Indonesia dan sesuai kesepakatan, selama dua bulan Angkasa aka tinggal di apartemet Anggita dan Hanin.
Angkasa sebenarnya ingin sekali segera memboyong istrinya kembali ke istana mereka, namun karena perkuliahan baru berakhir dua bulan kemudian, dengan sanga terpaksa, Angkasa menyetujuinya.
Pertimbangan lain adalah Hanin. Gadis itu hingga saat ini masih belum menerima Angkasa untuk kembali kepada Anggita. Malah di hari pertama Angkasa tinggal bersama mereka, Hanin sudah mengobarkan bendera perang kepada Angkasa.
Hanin tidak akan pernah rela jika kakak sepupunya itu memberi kesempatan kedua kepada Angkasa. Bagi Hanin,Angkasa adalah lelaki paling brengsek di muka bumi. Dan Anggita lah yang selalu jadi penengah di antara keduanya.
"Pagi Mbak!"
"Pagi adik mbak yang cantik"
Hanin yang telah rapi dengan kemeja dan celana jeansnya, mencium pipi Anggita dan kemudian meletakkan kepalanya di bahu kakak sepupunya itu.
"Kenapa?"
"Dua minggu lagi kita bakalan pindah dari sini ya mbak. Hanin ga rela"
"Kita sudah sepakat kan?. Kamu akan magang di tempat Mas Angkasa selama 6 bulan setelah itu kamu kan langsung nyusun tugas akhir"
"Ck...males banget..."
"Hanin...kita sudah sepakat lho. Mbak ga mau kamu tinggal sendirian. Dan Mas Angkasa juga ga mungkin tinggal di sini terus"
Hanin melepaskan pelukannya dan memilih untuk duduk di meja makan.
"Hanin heran aja, mbak bisa balik ke dia. Masih mending Mas Bayu mbak. Dia baik, rela nunggu mbak setaun ini."
Anggita hanya bisa menggelengkan kepalanya mendengar adik sepupunya berbicara. Setiap harinya, hampir selama dua bulan ini, Hanin selalu membahas persoalan yang sama. Tak jarang percakapan mereka akan berakhir dengan pertengkaran hebat antara Hanin dan Angkasa.
"Dia suami mbak lho dek, kalau kamu lupa. Bagaimanapun kamu harus hormat sama dia"
"Tapi menurut aku, Mas Bayu lebih pantes buat kamu Mbak. Kasian dia mbak. Masih berharap bisa ketemu Mbak Anggita."
"Hanin...."
"Kenapa sih mbak, paling tidak temui Mas Bayu. Sejak kejadian di Melbourne, dia belum pernah ketemu kamu, Mbak."
"Mbak pilih Mas Angkasa. Dan kamu tau kan apa konsekuensinya"
"Iyalah. Dia kan posesif buanget. Cinta tuh ga kaya gitu,Mbak. Di hari pertama Mbak sama dia, ponsel mbak langsung disidak tiap hari. Belum email, akun sosmed. Kok bisa .."
KAMU SEDANG MEMBACA
ANUGERAH UNTUK PRASASTI
General FictionAnggita Prasasti, anak sulung dari tiga bersaudara. Lahir dari keluarga yang menengah, tidak membuat Anggi, panggilan namanya, menjadi anak manja. Anak sulung yang harus selalu menjadi pelindung bagi keluarga terutama kedua adik laki lakinya. Bagas...