3

2.6K 500 27
                                    

"Winwinie.. Eomma sangat merindukanmu.."

Wanita paruh baya yang duduk tenang diatas kursi roda itu mengulas senyum, sesekali menyeka air mata yang hampir melesak dari wadahnya.

Tak ada satu katapun yang keluar dari mulut laki-laki itu. Ia menanggapinya dengan sebuah pelukan hangat. Sebuah pelukan yang bisa diartikan 'aku juga merindukanmu, sangat'
Kemudian menaruh totebag yang dibawanya ke lantai, totebag itu berisi syal syal cantik.

"Eomma.." lirihnya.

"Eomma, aku.."

"Ya?"

"Aku.."
"Aku sudah memenuhi permintaan eomma"

"Sudah?" tanya wanita itu lembut. Kemudian berusaha melepas pelukan itu untuk bisa bertatap muka. Tatapan mereka bertaut.

"Sudah" Jawab laki laki itu tertunduk. Memutus kontak mata yang tercipta sebelumnya.

"Eomma, aku minta maaf"
"Seharusnya aku mengabari eomma ketika pernikahan itu terjadi. Tapi aku rasa eomma tidak cukup sehat. Aku rasa eomma tidak cukup mampu untuk terbang ke Seoul. Aku sungguh sungguh-minta maaf.."

Winwin mengatakannya dengan penuh penyesalan, diam diam air matanya mulai mengalir, setetes duatetes hingga kemudian wanita paruh baya itu mengusapnya.

"Tak apa" katanya justru tertawa— kecil.
"Eomma tak masalah, Eomma akan menganggapnya sebagai kejutan. Tak apa, jangan menangis seperti itu"

Bukan. Bukan penyesalan karena tak mengundang eomma yang menyebabkan laki-laki itu menangis. Namun penyesalan atas apa yang dikatakannya adalah sesuatu yang berbeda pada kenyataannya. Ketika kemudian sang eomma tersenyum bahagia atas pernikahannya, ada rasa bersalah yang semakin membuncah dalam dirinya.

"Sudah jangan menangis, eomma sangat bahagia. Semoga pernikahanmu bahagia juga" Katanya sambil mengusap lembut punggung tangan anak semata wayangnya itu.

'Semoga pernikahanmu bahagia juga' kalimat itu seperti tombak yang menusuk tajam di dadanya. Ada rasa bersalah juga rasa iba bercampur kesal pada dirinya sendiri.

"Lalu mana, anak perempuan eomma?"

"Dia.. sedang mengandung dan kondisinya lemah, jadi aku tidak bisa membawanya kesini, sekali lagi maaf.."

"Ah..dia sudah mengandung? Ya tuhan, Impian eomma sebentar lagi terwujud" Kali ini giliran wanita itu yang meneteskan air mata.

"Apa dia baik-baik saja? Kau harus memperlakukannya dengan baik"

"Dia baik baik saja, dan aku-memperlakukannya dengan baik"

"Ah, kenapa eomma jadi secengeng ini" Ucap wanita itu kemudian mengusap air matanya.

"Impian eomma sebentar lagi terwujud, eomma sangat bahagia"

"Kalau begitu, eomma harus makan, rajin minum obat. Eomma harus sehat, nde?"

"Nde..."

"Ah, iya. Aku punya hadiah untuk eomma" Winwin mengambil totebag yang ditaruhnya dilantai.

"Ini, barang kesukaan eomma" Ucap laki-laki itu sambil mendongak, menunggu seulas seunyum bahagia yang pasti akan muncul dari bibir pucat sang eomma.

"Winwinie.. ini cantik sekali" Benar seperti dugaannya, wanita paruh baya itu mengulas senyum, sederhana namun penuh makna.

"Apa eomma suka?"

Blue and Orange Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang