"Hai!"
Sebuah tangan menepuk pelan bahu lebar milik Winwin, membuat laki-laki itu menoleh refleks, sapaan balik yang sudah sampai di ujung mulut tertelan kembali tatkala sebuah jari telunjuk membentengi pergerakan bibirnya.
"Jangan membuka mulut, karena aku akan mulai mempresentasikan tentang projek perpustakaan, setuju? Setuju."
"Hei, Choi Nana a—"
"Hei! Winwin-ah.. jangan membuka mulut" Kesal Choi Nana, namun kemudian kedua sudut bibirnya naik— dengan kedua sudut mata yang turut menyempit "Biarkan presentasi ini berjalan dengan khidmat" Lanjutnya kemudian mulai duduk. Mengambil sebuah buku catatan miliknya, Nana berusaha membuka sebuah halaman buku kecil itu, membaca setiap kata yang tertulis disana dengan begitu cermat.
Melihatnya, Winwin hanya menggeleng pelan dengan bola mata yang nampak memutar malas.
"Baiklah!" Ucap Choi Nana tiba tiba dengan kedua telapak tangan yang menggebrak cukup keras meja perpustakaan kampus yang sedang cukup lengang itu, membuat Winwin sedikit tersentak. "Jadi begini, akan ku jelaskan mulai dari segi fisiknya"
"Perpustakaan ini mungkin tidak akan terlalu luas, interiornya akan ku buat sedemikian rupa supaya anak anak menikmati setiap sudut ruang yang ada, mungkin akan aku buat berwarna warni. Lalu buku buku yang ada sudah ku pikirkan apa saja yang akan tersedia disana, akan ku libatkan majalah majalah anak anak dan buku buku motivasi lebih banyak di sana, lalu—"
"Jangan lupa buku hitung menghitung" Sahut Winwin dengan nada seadanya, terkesan malas.
"Ne.." Ucap Nana dengan bibir yang dipaksakan melebar, juga bola mata yang kemudian berputar.
"Bagus"
"Karena itu memang penting, bagi anak anak jalanan seperti mereka"Ucapan datar milik Winwin rupanya membuat Choi Nana merekahkan senyum " Lalu kau yang mengajar di sana. Setuju? Setuju."
Winwin melotot seolah meminta keadilan, merasa tidak sepaham dengan apa yang baru saja Nana simpulkan.
"Kenapa? Kita akan jadi tuan rumah di sana, apa salahnya tuan rumah menjamu tamunya dengan ilmu?" Ucap Nana dengan seringainya.
Winwin menghela nafas menyerah, sebab tak ada argumen yang tepat untuk menyangkal kalimat bijak milik Choi Nana.
"Apa kita harus mengunjunginya setiap hari?"
"Tidak juga, biarkan perpustakaan itu menjadi perpustakaan terbuka umum, kita mengunjunginya hanya untuk—" Nana berhenti pada kalimatnya, kemudian helaan nafas keluar dari mulutnya. "Kenapa harus di pusingkan, lagipula kita menyukai perpustakaan, kita akan selalu mengunjungi kapanpun yang kita mau"
"Perpustakaan ini sedang dalam proses pembangunan, untuk pengelolaan ke depannya, sudah ku katakan, kita punya hak dan andil besar, mungkin kita akan sering mengunjunginya, untuk sekedar menyapa dan mengajak anak anak itu membaca, atau mungkin bisa untuk sekedar jadi tempat mengobrol..? Ya begitulah.."
"Ck, aih.. Seharusnya kau tidak membuka mulut" Protes Nana ketika ia menyadari bahwa Winwin sudah bertanya banyak hal.
"Huh, ya sudah lah.. yang ku harap hanya—"
"Semoga semua berjalan baik baik saja, ya, begitu" Ucap perempuan itu mengangguk angguk.
Winwin mengangguk pelan, mencuri pandang diam diam pada perempuan di hadapannya. Semakin ia memandang semakin ia menyadari sesuatu.
Lalu..
Ya, Winwin mulai menyadarinya.
Ada sesuatu pada diri Choi Nana yang mengingatkannya akan sosok Kang Moonji.
KAMU SEDANG MEMBACA
Blue and Orange
FanfictionJang Geunmin, gadis biasa yang menempuh study di bidang fashion design harus merelakan sepersekian persen hidupnya untuk menjalani hari hari sukar. Dari sekian banyak manusia di Korea, ia bertemu dengan Winwin Dong pada suatu waktu. Dosen muda berke...