4

2.2K 466 45
                                    

Dibalik pintu toilet rumah sakit, Geunmin bersandar. Untuk sejenak menghela nafas dalam. Kemudian langkahnya beranjak menuju wastafel, mengambil secakup air lalu membasuhkannya pada mulut. Hanya seperti itu berulang ulang. Karena secara tiba tiba rasa mual itu hilang begitu saja.

"Maaf, bolehkah saya menunggunya- diluar?" Laki laki itu memecah keheningan.

"Ah, apakah istri anda terlalu lama?" Ujar dokter Byun tertawa kecil tatakala melihat gestur laki-laki di depannya. Pasalnya laki-laki itu terus saja memainkan jarinya, sesekali melirik ke arah pintu.

Mendapat jawaban seperti itu, Winwin hanya melempar sebuah senyum canggung karena kemudian sang dokter meneruskan bicaranya.

"Sebelumnya saya senang sekali karena akhirnya anda mengantar istri anda kemari. Dari awal pemeriksaan, nyonya Geunmin selalu diantar oleh- Bibi?"

"Ah iya, Bibi. Ia selalu diantar oleh bibi.
"Itu karena...saya terlalu sibuk. Maaf, Saya memang benar benar selalu sibuk ketika jam periksanya tiba. Tapi untuk hal hal lain saya selalu mencoba mengantarnya, tenang saja"

Omong kosong. Laki laki itu baru saja ber-omong kosong.

"Ah, begitu.. baik"
"Apa anda sudah menemui perubahan pada nyonya Geunmin? Biasanya ibu hamil akan mengalami perubahan pola makan, selera, atau kebiasaan"

"Ah, belum. Dia hanya.."

"Dia hanya menjadi lebih manja"

Lagi. Ia hanya berucap asal.

Winwin berusaha  mencari cari  sesuatu yang masuk akal untuk ia katakan, sebab ia benar benar tidak mengerti harus bicara apa. Perubahan macam apa yang terjadi pada perempuan itu, Ia tak tau menahu.

"Baiklah. Kalau begitu terus jaga istri anda. Jangan biarkan ia mengalami stress atau melakukan kegiatan fisik yang terlalu berat. Karena ketika hal itu terjadi, bukan hanya ibu yang menjadi bahaya, tapi juga bayinya"

Winwin mengangguk, kemudian kakinya mulai bergerak untuk beranjak.

"Apa anda benar benar ingin menunggu diluar?"

"Sepertinya begitu, permisi"



Keluar dari pintu ruangan Dokter Byun, Winwin berjalan untuk duduk di kursi tunggu seberang. Selain karena kursi tunggu itu dekat dengan toilet yang Geunmin masuki, kursi dekat jendela itu juga yang paling nyaman menurutnya. Menunggu dengan diam adalah tidak masalah. Sebab ada yang bisa ia jadikan pelampiasan.

Langit biru. Dari tempatnya berdiri langit biru itu terlihat luas dari jendela kaca. Entah sejak kapan ia menyukai langit biru, tapi menurutnya langit biru punya kekuatan untuk membuat setiap hati manusia yang memandangnya menjadi lebih tenang.


"Ini sudah hampir senja"

Suara remang remang itu mengambil alih perhatian Winwin. Itu Geunmin.

"Saya tau"

Geunmin menghela nafas, kemudian berjalan untuk mensejajarkan berdirinya dengan laki-laki di depannya.

"Maksud saya, ini sudah hampir senja. Apa anda tidak ingin pulang? Maaf merepotkan, harus menunggu lama seperti ini"

Tidak ada jawaban.

Keduanya menjadi hening. Sibuk dengan pandangannya masing masing. Menerawang jauh pada langit yang kian indah untuk sekedar dipandang.

Sorot sorot sinar yang meredup dan awan awan yang berjalan beriringan menjadi tanda bergantinya masa. Masa langit biru menjadi senja jingga.

"Saya suka senja" Kata perempuan itu tiba-tiba. Manik matanya tak bergerak. Wajahnya masih menghadap lurus pada langit.

Winwin melirik. Kemudian perlahan menoleh. Tak mengatakan apapun seolah membiarkan perempuan itu berucap sesukanya.

"Senja itu.. punya kekuatan. Seperti pewujud asa"
"Saya selalu penuh harap tiap kali senja tiba. Sorot jingganya, seolah memberi energi. Pada kenyataannya saya menjadi lebih tenang sejak bertemu senja, menjadi lebih optimis sejak menyukai jingga"

Perempuan itu dengan gerak kepala yang begitu lambat menoleh perlahan. Mendapati laki laki disampingnya sedang menatap dirinya seperti penuh tanya.

Winwin mendengus, lalu dengan perlahan tersenyum miris.

"Apa itu alasan kamu mau menerima tawaran saya?"

Geunmin mengerutkan dahinya, mencoba mencerna dengan seksama apa yang baru saja laki laki itu tanyakan.

"Kamu bertemu senja setiap hari, itu artinya kamu selalu tenang dan optimis. Lalu menjadi perempuan dengan keadaan seperti ini. Kamu merasa tak apa. Begitukah?"

Mendengarnya, perempuan itu justru tersenyum
"Bukan merasa tak apa. Tapi kenyataannya ada hal lain yang ingin saya gapai. Dan anda tau itu. Justru senja bukan alasan, tapi penyemangat dan harapan" Jawab perempuan itu. Matanya kembali menatap langit.

"Kamu terkesan murah"

Geunmin terpaku untuk sesaat. Darahnya seperti mengalir dua kali lebih cepat dari biasanya. Lalu matanya seperti perih. Percayalah, wanita manapun akan merasakan hal yang sama ketika mendengar perkataan itu.

Ia ingin mengelak, tapi bagian mananya yang akan ia elak? Faktanya, jika semua orang tau, pasti mereka akan berpikir seperti itu juga. Lalu soal matanya yang perih, tersenyum paksa ternyata cukup ampuh untuk menahannya.

"Bagian mananya yang optimis?"
"Hanya tiga kata sederhana saja hampir menangis!" Laki laki itu bermonolog sembari memutar tubuhnya. Mulai berjalan meninggalkan perempuan yang masih berdiri di depan jendela kaca itu.

"Saya ingin segera makan puding coklat buatan Bibi. Kalau kamu masih ingin berdiri disitu, tinggal-lah di rumah sakit ini" Kata laki laki itu dengan suara rendahnya.

Mendengar itu, Geunmin buru buru menenangkan hatinya. Kemudian mengekor pada laki laki yang berdiri tenang di depan lift dengan tangan yang tersimpan pada saku jaket.

Angin petang itu terlalu kencang, bahkan sudah sejak siang. Kalau diingat lagi Bibi Shin bahkan sudah memakai baju lengan panjang.

Dan sayang, Winwin memarkir mobilnya di luar gedung rumah sakit. Membuat keduanya terpaksa keluar halaman dengan tubuh tersapu semilir angin yang menusuk tulang.

Geunmin berjalan mengekori Winwin, tapi kemudian laki laki itu seperti memperlambat jalannya. Lalu keduanya menjadi berjalan beriringan.

Geunmin hanya menunduk, mengabaikan Winwin yang berjalan disampingnya. Suasana hatinya memang belum pulih sepenuhnya. Setidaknya ia hanya tidak ingin mengatakan apapun.

"Perempuan yang sedang mengandung tidak baik terkena angin"
Suara itu tiba tiba terdengar beriringan dengan dua buah tangan yang berusaha meraih pundak.

Laki-laki itu kemudian melepas jaketnya, lalu berusaha melapisi tubuh perempuan disampingnya dengan jaket itu.

Geunmin menghentikan langkahnya. Masih mencerna apa yang sebenarnya sedang dilakukan oleh laki laki disampingnya.

"Perempuan yang sedang mengandung tidak baik terkena angin. Jangan terlalu percaya diri, saya hanya mendengar nasihat dokter Byun"

Hei!
Katakan, apa dokter Byun mengatakan hal seperti itu?












Selamat malam semuanya🙏🙏🙏 Maaf ya cerita ini nggak update Minggu lalu. Jadi kemarin aku sibuk banget sampe sakit. Masuk angin sih lebih tepatnya:''(
Jadi ya aku ngumpulin nyawa dulu buat nulis lagi hoho. Semoga chapter ini menghibur dan bisa mengganti ketiadaan update Minggu lalu, ya.
Terimakasih banyak buat yang sudah stay apalagi kasih semangat. Thankyou and i love you..❤

Blue and Orange Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang