35

1.2K 195 20
                                    

"—empat?"








Winwin melangkah tanpa gairah.
Jalanan dengan bangunan-bangunan di sepinggirnya seperti tak kasat mata, semua tampak hilang. Hanya ada Winwin dengan segala isi kepalanya yang berantakan.

Dunianya hampa sesaat. Ia lantas berjalan lemah menuju sisi jalan yang lengang. Ditendangnya kaleng-kaleng jalanan tak berdosa hingga terhempas jauh.

"Winwin Dong-ssi!"

Tampak terburu buru seorang perempuan ber-jas dokter mengejar Winwin yang belum terlampau jauh dari jangkauan rumah sakit. Kim Minkyung.

"Winwin Dong-ssi.." suara itu memelan ketika ditemukannya raut wajah tak bersahabat bertengger dalam wajah tampan laki-laki bernama Winwin itu.

"A-anda meninggalkan sesuatu"
"Kartu nama-dan dompet"

Entah atas dasar apa laki-laki itu mengeluarkan kartu nama dan meletakkannya di atas dompet, dan parahnya meninggalkannya di ruang periksa, tapi airwajahnya tampak datar seolah tak ada kehidupan. Tak ada tanda-tanda terkejut ataupun merasa bersalah pada diri sendiri atas kelalaiannya itu.

"Ambilah," ujar Winwin ringan, seolah tidak peduli akan dompetnya sendiri. Detik itu, ia benar benar tidak peduli dengan dunia. "Ambilah."

"H-ha?" yang benar saja, Minkyung jelas enggan menerimanya, soal kartu nama bukan masalah. Tapi kalau dompet, ah gila saja.

" Winwin Dong -ssi.. maaf jika saya terdengar mencampuri urusan anda, tapi.."

"Hidup itu bagaikan roda. Tidak apa merasa jatuh sejenak, tetapi anda harus tau bahwa masih ada banyak sekali harapan dan kehidupan-kehidupan menyenangkan di depan sana. Masih ada harapan untuk kembali menjadi di atas."

Minkyung mencoba bersuara, dengan hati-hati. Ia berkata demikian sebab ia tau, laki-laki di hadapannya sedang diujung pengharapannya. Tetapi walaupun begitu, Minkyung pikir memberikan dompet pribadi kepada orang tak dikenal tetaplah hal yang konyol. Dan Winwin melakukannya.

Setelah apa yang Minkyung ucapkan Winwin hanya menunduk, sementara Minkyung berusaha mengerti. Ia menghela nafas pelan.

"Kartu nama anda saya terima, akan saya simpan. Tapi untuk dompetnya, tolong ambil kembali."

"Dan ini kartu nama saya. Anggaplah kita bertukar kartu nama" Ujar Minkyung seraya menyodorkan dompet milik Winwin beserta kartu nama miliknya.

"Tau apa anda soal saya?" ujar Winwin yang pada akhirnya mau membuka suara, meski cukup terlambat. Ia mulai bersuara setalah pikirannya berhasil bergulat kenapa tiba-tiba dokter perempuan di hadapannya seolah memberi ceramah untuknya.

"Mungkin Anda lupa, tapi sebelumnya kita memang pernah bertemu. Oh, atau lebih tepatnya, mungkin anda memang tidak tau. Saya sempat  menangani anda saat anda pernah  tidak sadarkan diri beberapa waktu lalu. Anda diantar oleh dua orang perempuan, bukan?"

Oh, Winwin mengerti kini. Dokter itu rupanya.

Bukannya menjawab, Winwin justru melangkah meninggalkan Minkyung dengan hening. Hanya terdengar suara sepatu beradu dengan aspal.



"B-barangkali anda butuh bantuan anda bisa mendatangi saya!" Teriak Minkyung dari balik punggung yang terus menjauh.























































Ada sebagian buku buku yang harus Nana singkirkan dari tempatnya sebab ternyata fisiknya sudah tidak cukup baik.

Ia melangkah ke arah loteng perpustakaan untuk menaruh buku-buku tersebut, namun ketika ia hendak meletakkan tumpukan buku itu, ada secarik kertas yang jatuh, mungkin terselip dari salah satu buku. Agaknya secarik itu dilipat menjadi dua.

Blue and Orange Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang