31

1.3K 234 49
                                    

Denting waktu bergerak menyusuri pundi pundi nafas yang hangat menyeruak di antara tawa senyum bibir bibir tak berdosa milik anak-anak yang sibuk dengan dunia baru yang ditemukannya lewat buku.

Kebisingan yang tak asing lagi bagi Choi Nana melahirkan segaris senyum tulus dari perempuan itu.

Perasaannya ikut hanyut dalam setiap tawa yang terdengar, halaman buku yang terbuka, dan aroma aroma kertas yang khas.

Waktu terus berjalan, Nana terus berada dalam perpustakaan impian miliknya ini. Sedang Winwin, sosok yang dulu berjanji untuk mengisi setiap detik yang berjalan di kediaman perpustakaan, yang akan mengomel jika tidak ada buku hitung-menghitung—laki-laki itu, sudah tak pernah lagi di hadapan.

Sejak apa yang terjadi beberapa hari silam, Winwin sudah tidak pernah lagi mengunjungi perpustakaan itu, bahkan ketika Nana mulai membukanya untuk pertama kali. Dan, ya, Nana harus tau diri untuk tidak menanyakan keberadaannya.

Ia harus tau diri sejak terakhir kali ia melihat laki-laki dingin itu mengusap lembut rambut milik Geunmin untuk sepersekian detik.

Mungkin Winwin berusaha menyembunyikan darinya, tapi sebenarnya ia tau, ia benar menyaksikannya kala itu.

Mencoba menyibukkan diri dengan meraih asal buku-buku pribadi di hadapan, Choi Nana membuka sebuah lembaran putih, menjajaki setiap barisan huruf yang membuatnya jatuh teramat sangat. Ia tersenyum tipis tipis.

"Ini manis sekali"
"Sayang bukan untukku"

"Hai" Sapa seorang laki-laki-yang rupanya cukup membuat Nana terperanjat, terlihat sedang berjalan dari ambang pintu ke arahnya. Nana yang tengah bersama lembaran kertas putih itu pun buru buru menyelipkannya kembali pada buku pribadinya.

"Oh, hai—"




"Kim Jungwoo"

"Ramai?" Tanya laki-laki yang disambut sebuah bangku oleh Choi Nana itu.

"Em" Nana mengangguk sambil tersenyum simpul.

"Terimakasih, ini sangat membantuku. Anak-anak butuh ini"

"Apa di Rumah Mimpi tidak ada perpustakaan?"

"Tidak jika seluas ini"

Jungwoo tersenyum, mengangkat kedua alisnya kemudian.
Seperti mencoba mencari obrolan.

"Eung.. kau sibuk?"

"Tidak juga" Nana mengangkat kedua alisnya " Tidak sama sekali bahkan"

"Kalau begitu bermainlah ke pantiku, Rumah Mimpi"

Nana tersenyum, mengangkat singkat kedua alisnya " Oke, lain waktu"

"Bukan lain waktu, tapi sekarang" Jungwoo berucap sembari melempar tawa kecil.

"Ku lihat anak-anakku kemarin meminjam banyak buku, sampai ruang belajar Rumah Mimpi penuh"

"Ya, sepertinya begitu. Baguslah, ku rasa anak anak butuh banyak bacaan" Ujar Nana tersenyum simpul sembari mengangkat kedua bahunya. "Ngomong ngomong, sebenarnya masih banyak anak anak jalanan di sekitar sudut kota dekat jembatan. Aku sering melihatnya, sesekali mereka berjalan lewat di halaman perpustakaan ini juga."

"Oh ya?"

Nana mengangguk mantap "Yap"
"Terkadang aku menghampiri dengan memberi sesuatu. Yah, jangan pikirkan seberapa banyak. Tentunya tidak seberapa. Tapi yang ku pikirkan,  mereka butuh membaca. "

Sembari memandang, Jungwoo tersenyum tulus.
"Ku pikir sudah tidak ada lagi anak muda yang peduli lingkungan, masyarakat, dan hal hal seperti itu"
"Rupanya masih ada malaikat— pemilik perpustakaan ini"

Blue and Orange Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang