36

754 161 33
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.



"Apa menurutmu menyandarkan harapan yang nyaris tidak berpeluang itu perlu, mungkin, dan harus?"

Geunmin mengernyit, kemudian menatap langit sepersekian detik.
"Menurut saya begitu"

"Dan benar bahwa hidup itu roda yang berputar?"

Winwin tiba-tiba teringat oleh ucapan dokter muda yang memberikannya kartu nama beberapa waktu lalu.

"Menurut saya begitu?" Balas Geunmin yang sebenarnya juga meragu. "Memangnya.. kenapa?"

Winwin menggeleng, terdiam sejenak.

Pertanyaan Winwin tiba-tiba mengingatkan Geunmin tentang harapannya. Harapan sederhana beberapa waktu silam, yang kini masih diharapkannya.

"Winwin-ssi, anda tau, saya mendapat panggilan bahwa sebenarnya saya bisa memenangkan lomba fashion desain yang saya ikuti dulu"

"Hm?" Winwin mengernyit. " Lomba? Lomba yang bagaimana? Kapan?"

"Yang kala itu saya temukan brosurnya di tong sampah.." Ucap Geunmin memelan, pasalnya mengingat kejadian itu ia jadi terlihat bodoh. Malu.

"Yang membuatmu berkali-kali revisi, mengerjakannya siang malam tanpa henti itu?"

Geunmin terhenyak, bagaimana Winwin-ssi bisa tau soal kerja kerasnya? Sepertinya laki-laki itu sibuk bekerja dan bahkan sempat sakit kala itu? Ia juga tidak mengatakannya kepada siapapun termasuk bibi Shin? mungkinkah laki-laki itu punya banyak duplikat mata yang disimpannya di rumah untuk memata-matainya?
Yang benar saja.

Geunmin mengangguk pelan. "Tapi.. ternyata lomba itu harus diikuti kelanjutannya, saya harus merealisasikan desainnya dan kemudian memakainya sendiri. Semacam puncak kontes, acara catwalk di Incheon"
Geunmin redup, meratapi nasibnya. Ternyata tidak semudah itu untuk mendapatkan hadiah butik. Itu pun jika tepat menjadi runner up, kalau menjadi pemenangnya justru uang. Tapi Geunmin pikir ia lebih butuh butik untuk dipersembahkan kepada eomma.

"Jadi aku harus bagaimana?" Tanya Geunmin dengan sorot mata bimbang. Ada banyak hal yang meragukan dan perlu ia pertimbangkan.

Geunmin menepuk pelan tengkuk.
"Eung-s-saya."

Winwin menggeleng heran mendengar Geunmin yang kalang kabut membenarkan ucapannya. Dari aku menjadi saya. Apa sih, seperti akan dihukum saja. Kalau boleh jujur, Winwin suka suka saja dengan panggilan itu, menurutnya lebih lucu ketika diucapkan oleh perempuan ber-dress putih itu.
Lagipula, entah benar begitu atau hanya perasaannya saja, Winwin merasa atmosfir antara keduanya semakin menghangat setiap harinya.
Ah, tidak. Bukan hangat juga.
Setidaknya tak sedingin dan secanggung kala itu. Kala semua masih di titik nol.


"Coba lihat kakimu" ucap winwin seraya mengalihkan pandangannya kepada kedua betis Geunmin yang terekspos lantaran dress yang perempuan itu kenakan hanya sebatas lutut.

Blue and Orange Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang