31. Zero

2.3K 112 1
                                    

"Lo berantem sama Aslan?" ucap Andre ketika melihat Sean sudah sadar dari pingsannya. Semua anak buah yang tadi mengikutinya sudah di bubarkan oleh Andre agar tidak menunggu Sean hingga sadar.

"Ga usah ikut campur," jawab Sean dingin, ia kembali memejamkan matanya.

"Terus kenapa anak buah geng Aslan sekarang jadi pengikut lu?" tanya Andre tajam.

"Bukan urusan lu," jawab Sean dingin.

"Lo gila Ian, lo mau gantiin Aslan? Hah?! Satria udah milih Aslan jadi mending lu ga usah sok ngerajain di sini." ucap Andre lalu ia pergi meninggalkan Sean sendirian di UKS.

Sean membuang napasnya dengan kasar ketika mendengar perkataan Andre barusan. Memang benar kalau Satria yang memilih Aslan sebagai penggantinya tapi tidak berdasarkan persetujuan bersama. Harusnya Sean yang berada di posisi itu sekarang.

"Lo selalu ngerebut apa yang mau gue milikin, bangsat!" umpat Sean, ia mengepalkan ke dua tangannya dengan keras.

***

"Rin," sapa Aslan ketika Karin keluar dari kelasnya.

Aslan yang merasa dirinya sudah membaik dan sudah bisa mengontrol amarahnya langsung memutuskan untuk menemui Karin. Ia benar benar khawatir kalau Karin bakal bicara nekat dengan Sean.

"Kamu udah gapapa Lan?" Karin sedikit terkejut ketika Aslan sudah menghalanginya di depan pintu kelas.

Aslan tak menjawab langsung memeluk Karin begitu saja dengan erat. Ia benar benar merasa tidak ingin melepaskan Karin untuk Sean apapun alasannya. Karin langsung terkejut dengan Aslan yang tiba tiba memeluknya. Karin tidak berani membalas pelukan Aslan karena ia tau di belakangnya, tepatnya di dalam kelasnya masih ada banyak siswa siswi dan bahkan guru budi pekerti yang belum sempat keluar.

"MasyaAllah, anak remaja zaman sekarang." guru itu mengelus dada ketika melihat Aslan yang memeluk Karin di depan pintu kelas yang terbuka. Teman teman sekelas Karin juga dapat melihat semua itu dengan jelas.

Karin langsung mendorong Aslan agar ia melepaskan pelukannya dari tubuhnya. Pipi Karin saat itu benar benar berubah menjadi merah tomat karena menahan malu.

"Astaga," ucap Aslan yang baru sadar masih ada guru di dalam kelas Karin.

"Aslan, sepertinya kamu butuh tambahan pelajaran bapak." tegas guru budi pekerti itu.

Aslan hanya tersenyum mendengar itu, ia langsung menarik tangan Karin dan mengajaknya pergi dengan santai tanpa memperdulikan guru budi pekerti itu.

Sedangkan guru budi pekerti itu hanya bisa menggelengkan kepalanya melihat tingkah Aslan yang sangat nakal.

"Aduh sumpah aku malu parah ih Aslan mah, tadi masih ada guru aku. Kamu malah nyosor nyosor aja," rengek Karin manja.

"Pipi kamu merah ya?" Aslan tak menghiraukan ucapan Karin, Aslan sendiri tertawa melihat pipi Karin yang menahan malu.

"Ga lucu," ucap Karin acuh.

Karin langsung mempercepat jalannya dan mendahului jalan Aslan tapi dengan cepat Aslan menyusul Karin dan mengusap kepala Karin hingga membuat rambutnya berantakan.

"Aaaaaahh ish," umpat Karin, Aslan semakin tertawa di buatnya.

Karin semakin cepat berjalan pergi mendahului Aslan tapi dengan cepat Aslan meraih tangan Karin dan menarik tubuh Karin. Sekarang posisi mereka sudah tidak termakan jarak. Benar benar sangat dekat.

SeanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang