36. Bad Feeling

2.1K 93 0
                                    

"Lo harusnya bisa jelasin ke Aslan sebelum Leon datang anjing!" Sean berteriak di ruang tv rumah Andre.

Andre kini duduk sambil meminum es jeruk di tangannya. Angel tak berani berbicara ketika melihat Sean yang sedang dalam keadaan emosi besarnya. Angel sedikit terkejut ketika adiknya pulang dengan Sean siang ini. Dugaan Angel benar, terjadi sesuatu pasti di sekolah dan ternyata Leon sudah mulai bergerak.

"Ian, lo mending lo tenangin pikiran lu dulu sekarang." Angel menatap Sean yang tak bisa duduk dari tadi.

"Lo minta gue tenang? Saat Leon udah tau keberadaan Karin yang dekat sama Aslan! Hah?! Iya?!" Sean menatap tajam ke arah Angel, dari awal harusnya Sean menolak rencana ini tapi semua sudah terlambat.

"Lo boleh bentak gue tapi jangan berani bentak kakak gue dengan tatapan menjijikan lo itu," Andre menatap balik Sean dengan dingin.

Sean berbalik menatap Andre dengan tampang meremehkannya.

"Kenapa ga su..."

Andre bangun dari duduknya dan langsung menghajar muka Sean dengan keras. Andre menarik kerah Sean dan mendekatkan mukanya ke depan muka Sean. Ia menatap tajam mata Sean.

"Kuping lo ga bermasalahkan?" mata Andre rasanya ingin keluar saat itu.

Angel langsung memisahkan mereka berdua, sudah seperti tradisi jika Sean berkerja sama dengan Andre pasti di antara mereka akan terjadi perkelahian saling menyalahkan.

"Kalian berdua bisa ga sih stop dulu berantemnya?" Angel menatap ke dua lelaki di depannya secara bergantian, ia tak bisa percaya bahwa pikiran mereka sama sama tidak bisa tenang.

"Iya, pikiran gue ga bisa tenang! Dari awal rencana ini bakal bawa malapetaka buat kita semua dan Lo tau itu! Tapi lo tetep maksa! Egois!" teriak Sean pada Angel.

"Aku juga ga ngerti Ian kalau Leon bakal datang ke sekolah kita dengan cepat," Angel menundukkan kepalanya, ia tak berani menatap mata Sean yang berapi api.

"Kalau sampe Karin kenapa kenapa, lo berdua harus tanggung jawab! Paham?!" teriak Sean.

"Ga usah sok paling peduli sama Karin, lo itu bukan sapa sapanya. Gue yang bakal lindungin Karin kalau sampe hari itu ada. Paham?!" gertak Andre dengan tajam lalu ia pergi meninggalkan kakaknya, Angel dengan Sean. Andre pergi ke atas untuk menenangkan dirinya di kamar.

"Kamu ga perlu khawatirin Karin, aku yakin Aslan bakal ngelindungin Karin dari keberadaan Leon." suara Angel terdengar lebih dingin ketika ia mengucapkan nama Aslan.

"Aslan?" Sean tertawa kecil ketika mendengar nama Aslan disebutkan oleh Angel yang akan ngelindungin Karin dari Leon.

"Aku ya..."

"Waktu Genta ke sini, gue yang ngadepin. Gue yang lawan. Gue yang kelahi. Aslan? Nikmatin waktu santai buat pdkt. Sekarang lo bilang dia bakal ngelindungin Karin? Mustahil," tegas Sean pada Angel.

"Kalau lo ga tau apa apa tentang Aslan mending diam," Angel berdiri dan menatap balik Sean.

"Kenapa? Hah?! Lo masih suka sama cowok yang mainin lo? Iya? Belum sadar juga?" Sean tertawa kecil tak menyangka respone Angel.

Angel dengan emosi yang sudah tak bisa di kendalikan langsung menampar Sean dengan keras. Sean bahkan tak menggerakkan kepalanya setelah di tampar Angel, ia hanya sedikit melirik dan tersenyum tak menyangka.

"Gue pulang," ucap Sean. Ia keluar dari rumah Angel lalu menaiki taksi.

Sedangkan Angel sedikit meneteskan air matanya, ia tau betul bahwa ia bukan orang yang di cintai Aslan lagi tapi setidaknya ia akan terus berjuang agar cinta Aslan kembali.

Angel terduduk di lantai dan menutup kepalanya dengan ke dua tangannya, ia menangis dalam diam karena bodoh sudah bisa mencintai laki laki seperti Aslan.

***

Esoknya suasana sekolah jauh lebih tegang dari biasanya, perseteruan antara Sean dan Aslan yang tadinya hanya sebuah rencana malah menjadi sebuah kenyataan.

Andre yang tadinya berpihak pada Sean sekarang sudah memilih kembali netral dan lebih bersikap acuh kepada Sean. Ia pikir ia butuh waktu untuk kembali bisa membantu Sean setelah semua apa yang terjadi di rumahnya kemarin.

Karin sendiri merasa Andre seperti benar benar bukan dirinya sendiri, ia lebih suka berdiam dari biasanya. Ia tak banyak berbicara pada Karin. Ia juga sudah jarang menggombali Karin.

"Kamu kenapa Ndre?" ucap Karin mencoba membuyarkan lamunan Andre.

Andre baru saja datang di kelas dan langsung duduk melamun dengan tatapan yang kosong. Suara Karin bahkan tidak Andre dengar.

"Ndreeeee," Karin mengguncangkan tubuh Andre hingga membuat Andre mau menengok ke arah Karin.

"Apa?" tatapan mata Andre pada Karin masih kosong. Ia seperti tidak ada niat sekolah.

"Kema..."

"Ga usah bahas kejadian kemarin, aku sama Sean bakal coba nyelesaiin masalah ini. Kamu cuman perlu terus berada di belakang Aslan." tegas Andre pada Karin.

"Kamu sama Sean ga bakal nyerang SMA merekakan?" tanya Karin tajam.

"Ga," bual Andre.

"Kamu jawab iya," Karin menatap dalam mata Andre seolah mendapat jawaban dengan sendirinya.

"Hah?"

"Kamu bakal nyerang SMA laki laki kemarinkan? Iyakan? Dari mata kamu aja udah jelas kamu bakal ngelakuin itu." ucap Karin dingin.

"Kamu ga perlu mikirin itu Rin, aku cuman minta kamu tetap berlindung di Aslan. Mereka. Laki laki kemarin yang nyerang kita itu SMA bekas bang Sat. Laki laki yang pernah nyulik kamu waktu itu." jelas Andre pada Karin.

Karin yang mendengar itu langsung terkejut setengah mati. Karin langsung dapat menebak akan terjadi perkelahian besar antar sekolahnya ke depannya. Tapi ia harap apa yang di bayangkannya tidak akan pernah terjadi. Karin ga mau melihat teman temannya terluka.

"Jen, Nina." panggil Andre pada ke dua teman ceweknya yang duduk di depannya.

Mereka berdua langsung menengok ke arah Andre yang memanggilnya.

"Apa?" tanya Nina sedangkan Jennie menatap Andre untuk mendengarkan apa yang akan di ucapkan Andre.

"Jaga Karin. Kalau ada yang mencurigakan langsung telpon gue, Sean atau Aslan." ucap Andre, ia langsung berdiri dan menaruh tasnya di dalam kolong meja. Andre memilih tidak mengikuti pelajaran dan akan mencoba berbicara dengan Aslan.

Karin yang hendak bicara malah lidahnya seolah beku dan Andrepun sudah pergi dari kelasnya sedangkan Nina dan Jennie benar benar sedikit bingung apa yang terjadi pada Karin.

Andre yang baru saja keluar dari kelas tiba tiba menabrak Aslan yang sedang berjalan di koridor. Tatapan mata Aslan dingin ketika ia melihat orang yang menabraknya adalah Andre. Begitupula Andre, ia menatap tajam pada Aslan.

"Gue perlu bicara," ujar Aslan dan Andre secara bersamaan.

"Lo dulu," lagi Aslan dan Andre mengucapkan hal yang sama.

"Oke gue dulu," lagi lagi Andre dan Aslan mengucapkan hal yang sama. Mereka memijit pelipis kepala mereka masing masing dan sekarang menggunakan isyarat tangan menunjuk siapa yang akan lebih dulu berbicara.

SeanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang