35. Lucifer

2.1K 95 0
                                    

Karin menuntun Aslan menuju motor miliknya, sebenarnya Karin tau bahwa Aslan bisa berjalan dengan baik tapi ia terus merengek yang bisa membuat kuping Karin pecah.

Baru saja mereka keluar dari sekolah masuk ke parkiran, dua orang dari SMA yang di kenal oleh Aslan sedang duduk di atas motornya.

"Minggir," ucap Aslan santai.

Mereka berdua berdiri dan menatap Aslan dengan jijik.

"Lo mau ngajak perang? Bilang langsung ga perlu ngehajar anak kelas 10 yang ga bersalah banci." ucap salah satu dari mereka.

Aslan terkejut ketika mengingat mereka.

"Lo Toni sama Leon?" Aslan terkejut, ia langsung mendorong Karin ke belakang dirinya.

"Cewek lo cakep juga," ucap siswa SMA Bimasakti yang menggunakan kacamata hitam atau ia di kenal oleh Aslan bernama Leon.

"Lo berani nyentuh cewek gue, abis lo semua!" ancam Aslan tajam.

Toni dan Leon tertawa di buatnya, ia benar benar bertambah jijik dengan Aslan. Yang Toni dan Leon pikir adalah Aslan yang memulai pertempuran ini lagi.

"Kenapa? Lo udah ngehajar adek kelas gue. Sekarang lo ga boleh gue nyoel cewek lo?" Leon mendorong tubuh Aslan yang masih sedikit sakit karena luka yang di buat Sean.

"Sumpah ini salah paham, lo berdua bisa liatkan. Muka gue aja masih memar, ya kali gue ngajak tempur." teriak Aslan agar Toni dan Leon menjauh darinya. Karin sendiri juga benar benar takut, hawa keberadaan Toni dan Leon lebih menakutkan dari hawa keberadaan Genta.

"Akting lo masih bagus seperti dulu," Leon meludahi sepatu Aslan dan tersenyum penuh kemenangan.

Aslan maju dan memegang kerah kemeja seragam Leon yang sudah berani meludahi sepatunya sedangkan Leon memberi aba aba kepada Toni untuk memegang perempuan di belakang Aslan.

"Lo masih seperti dulu, celah lo terbuka luas." ejek Leon.

Aslan langsung melepaskan tangannya dari kerah Leon, ia tak berani memegang lagi. Sekarang yang ada di pikiran Aslan adalah Karin.

***

"Ian, tolong selametin Aslan. Doi di serang Leon." teriak Bagas yang baru saja sampai di markas belakang sekolah.

Sean dan anak buahnya langsung berlari menuju parkiran dan benar mereka melihat Toni dan Leon dari SMA Bimasakti. Toni adalah petarung satu lawan satu yang bisa di andalkan dari dulu. Ia tak pernah terkalahkan jika sudah one on one. Leon sendiri adalah pemimpin baru pasukan SMA Bimasakti yang menggantikan posisi Genta, ia benar benar terkenal akan kelicikannya. Semua orang yang berurusan dengan dirinya selalu menanggung kekekalahan.

Sean tersenyum melihat kedatangan Leon yang sangat jantan menurutnya.

"Kita jamu tamu kita ini," Sean tersenyum penuh kemenangan.

"Sean? Bangsat," gumam Aslan, ia akhirnya mengerti kenapa anak SMA Bimasakti datang.

"Lo mau ngelepas cewek yang lo pegang itu atau lo mau pulang tanpa ke dua ginjal lo?!" teriak Sean, ia benar benar memperagakan apa yang selalu Satria ucapkan ketika ingin memulai perang.

Leon yang terfokus pada Sean membuatnya tak fokus pada Aslan yang berada di depannya. Dengan cepat Aslan menarik kerah baju Leon dan mendorongnya tepat ke belakang tubuh Aslan atau ke arah Sean dengan anak buahnya.

"Lo lepasin cewek gue, atau lo mau kehilangan big boss lu?" ejek Aslan menatap Toni.

Toni dengan kesal melespakan Karin dan mendorongnya ke arah Aslan. Leon yang ingin kembali berjalan ke arah Toni tiba tiba tangan Aslan menghalangi dirinya.

"Lo ga akan bisa balik keluar dari sini selama sepatu gue masih bau ludah lu itu," mata Aslan melirik tajam ke arah Leon yang terlihat pasrah kalah.

"Lo pikir gue ke sini tanpa perhitungan?" raut wajah Leon langsung berubah karena pasukan SMA Bimasakti akhirnya datang dengan jumlah yang cukup banyak.

"Cuih," Aslan meludah ke sepatu Leon dan tersenyum menang.

"Bangsat?!" teriak Leon.

"Kita impas," Aslan mendorong tubuh Leon ke arah pasukannya.

"Lo bakal nyesel ngelakuin ini semua ke gue Lan, dan buat lo Ian. Gue bakal buat lo ngerasain yang abang lo rasain!" teriak Leon.

Anak SMA Bimasakti akhirnya pergi meninggalkan halaman parkir, Aslan juga akhirnya dapat bernapas lega tapi matanya kini melirik tajam ke arah Sean. Sean sendiri membalas tatapan mata Aslan dengan tajam.

"Kalao lo ga becus jadi pemimpin, mending lo ga usah sok belaga hebat di sini!" teriak Aslan emosi, ia menarik tangan Karin dan langsung pergi dari situ.

Sean sendiri langsung menarik Andre agar pergi pulang bersamanya, ia benar benar kesal dengan Andre. Sean pikir sekarang Angel yang harus bertanggung jawab pada Aslan nantinya.

"Sejak kapan mereka pulang bareng?" gumam Bagas terheran heran melihat Sean yang masuk ke dalam mobil Andre.

***

Aslan memacu kecepatan motornya ketika sadar melihat spion beberapa anak SMA Bimasakti ada yang mengikutinya. Karin yang tau akan hal itu hanya dapat memeluk Aslan dengan erat. Karin tidak ingin Aslan terlibat perkelahian lagi.

"Peluk aku yang erat Rin," tangan kiri Aslan mengelus tangan Karin yang melingkar di pinggangnya.

"Mereka kok ngejer kita?" bisik Karin dengan nada yang ketakutan.

"SMA Bimasakti ga mungkin lepasin aku gitu aja setelah aku ngeludahin bosnya tadi," jawab Aslan, ia memacu kecepatan motornya bertambah tinggi. Aslan sendiri berjalan tak tentu arah agar anak SMA Bimasakti tidak mengetahui rumah Karin.

"Aku takut Lan," bisik Karin.

Entah kenapa Aslan tersenyum ketika melihat Karin yang sudah bisa mempercayainya untuk dapat bisa melindungi dirinya. Aslan juga senang bisa merasakan pelukan erat Karin hari ini. Dalam jauh di lubuk hati Aslan, ia rasa ingin saja di kejar terus menerus.

Karin menengok ke belakang dan mencubit pinggang Aslan dengan sedikit kesal ketika mengetahui anak SMA Bimasakti itu sudah kehilangan jejak mereka dan sudah tidak lagi mengikuti mereka.

"Kamu modus ya? Mereka udah gada tapi kamu minta aku pegangan terus," Karin mencubit pinggang Aslan dengan keras hingga Aslan tersenyum karena berhasil mengelabui Karin.

"Addddaah dahh, sakit tau. Orang baru aja mereka ga ngikutin kita. Suer aku ga modus," gertak Aslan tapi bibir Aslan tetap tersenyum.

Karin melihat dari spion bahwa bibir Aslan tersenyum semakin percaya kalau dirinya hanyalah bahan modus Aslan barusan.

"Aslaaaan!" teriak Karin kesal, lagi lagi ia mencubit pinggang Aslan hingga Aslan mau berhenti tersenyum.

Aslan sendiri bukannya berhenti tersenyum malah ia tertawa kecil melihat Karin yang terus kesal dengan dirinya. Tiba tiba muncul sifat iseng Aslan pada Karin.

"Anget di peluk kamu," bisik Aslan yang membuat ke dua pipi Karin langsung memerah menahan malu.

"Dasar mesum!" Karin mencubit lengan kanan Aslan dengan keras hingga Aslan meminta ampun dan langsung mengantar Karin pulang.

SeanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang