27. Nostalgia is Bullshit

2.3K 111 2
                                    

Sean memasuki sekolah dengan baju yang berantakan, dasi yang tidak terikat dengan benar bahkan kemeja seragamnya keluar semua. Tapi bukan cuman tampilannya saja yang berantakan pagi itu. Dari raut wajahnya Sean benar benar seperti dalam keadaan yang emosi bahkan ia menabrak orang dengan keras yang menghalangi jalannya di koridor.

"Woi Ian, lo kalau jalan pake mata dong?!" bentak salah satu orang yang ia tabrak.

Sean yang sedang dalam mood yang tidak baik langsung menarik kerah baju orang tersebut dan menatap matanya tajam.

"Lo taukan lo lagi bicara sama sapa? Setidaknya rendahin nada bicara lo setan," bisik Sean tajam.

Sean melepaskan kerah orang itu dan pergi meninggalkannya begitu saja sedangkan orang itu langsung berlari ketakutan karena berurusan dengan Sean.

"Ian," panggil seseorang dari belakang.

Sean berbalik dengan kesal tapi baru saja berbalik emosinya langsung pudar ketika mengetahui yang memanggil dirinya adalah Karin. Karin tiba tiba berlari ke arah Sean.

"Ada apa Rin?" ucap Sean tersenyum tipis.

"Kamu lihat Aslan?" tanya Karin dengan polos.

"Ga," jawab Sean dingin dan langsung pergi meninggalkan Karin begitu saja.

"Aneh," gumam Karin yang melihat gelagat kelakuan Sean. Baru saja ia melihat Sean pergi, tiba tiba matanya melihat Aslan bersama anak buahnya berjalan menguasai koridor sekolah dekat pintu utama.

Aslan yang menyadari kehadiran Karin di sekitarnya langsung membisikan temannya untuk bertemu di markas belakang sekolah. Aslan sendiri langsung menghampiri Karin.

"Pagi, tuan putri." sapa Aslan dengan senyum manisnya.

"Pagi juga pangeran," jawab Karin pura pura tersipu malu.

"Cie manggil aku pangeran," bisik Aslan tepat di telinga Karin.

Karin langsung menginjak kaki Aslan dengan keras dan membalas bisikan dari Aslan.

"Amit amit, hehehe." katanya.

"Halah, kamu kenapa di sini?" ucap Aslan pada Karin.

"Bosen di dalem kelas," jawab Karin santai.

"Kamu mau kemana?" tanya Aslan.

"Ga kemana mana," jawab Karin sambil menatap mata Aslan.

"Berarti kamu jodoh aku," ujar Aslan dengan santai lalu tangannya dengan nakal merangkul Karin.

"Kok gitu?" tanya Karin heran.

"Soalnya jodoh ga akan kemana," Aslan tertawa kecil.

"Preeet," ucap Karin, ia menepis tangan Aslan yang merangkul di pundaknya.

"Hari ini kamu udah berapa kali senyum?" tanya Aslan.

"Ga tau," jawab Karin dengan polosnya.

"Kalau gitu jangan banyak banyak tersenyum ya, aku takut kena diabetes." kata Aslan lalu tertawa melihat ekspresi Karin yang kesal karena ia gombali terus menerus.

"Tau ah," Karin berjalan mendahului Aslan tapi belum selangkah ia lalui tiba tiba tangan Karin di pegang oleh Aslan begitu saja.

"Temenin aku sarapan," ucap Aslan memelas.

Karin hanya dapat memutar kedua bola matanya, harus Karin akui tatapan manja Aslan dapat membuat hatinya luluh begitu saja. Tanpa meminta persetujuan Aslan langsung menarik tangan Karin agar mengikuti dirinya menuju warung mba Dewi. Aslan sendiri memilih tempat duduk di ujung pojokan tempat biasa dirinya dengan teman teman nongkrong.

"Mba aku pesen nasi sama esnya masing masing dua ya," ucap Aslan yang memesan pada mba Dewi.

"Kok dua?" tanya Karin heran.

"Kamu harus makan juga, aku ga suka ya kalau kamu kurus kerempeng kayak tiang listrik." ucap Aslan sambil memakan gorengan yang ada di meja makannya.

"Emang kamu suka sama aku?" ucap Karin menggoda dengan iseng.

Muka Aslan langsung gugup dan bola matanya langsung mengarah tidak beraturan.

"Rahasia negara itu mah," jawab Aslan ngawur.

Mata Karin tiba tiba tak sengaja melihat Sean yang sedang sarapan di meja yang sedikit jauh dengan dirinya. Karin sedikit kasian melihat Sean yang makan sendirian tanpa ada teman yang menemaninya. Dari bola matanya saja Karin sudah tau, banyak kesepian dalam diri Sean yang terpendam selama ini.

"Kamu ngeliatin sapa?" tanya Aslan, ia akhirnya membalikkan punggung untuk mencari tau siapa yang Karin lihat.

"Kamu ga mau ajak makan Sean bareng di sini?" ujar Karin pada Aslan.

"Harus?" kata Aslan dingin.

"Setidaknya berusahalah untuk baikan dengan Sean, kamu ga lihat dia kayak kesepian gitu." ucap Karin.

"Aku ga peduli," tatapan Aslan benar benar dingin.

Antara Karin dan Aslan sekarang benar benar dingin, mereka bahkan tak berbicara lagi setelah ucapan itu. Mba Dewi yang datang membawa nasi dan es seperti pesanan yang Aslan minta membuat akhirnya mereka dapat bicara lagi.

"Maem yang banyak ya dedek," ucap Aslan lalu mengelus kepala Karin seperti anak kecil.

"Aku bukan anak kecil ya," tegas Karin.

"Tapi bagi aku, kamu anak kecil yang harus aku manja." bisik Aslan lalu tersenyum nakal.

Karin yang mendengar apa yang di ucapkan Aslan barusan membuat dirinya langsung tersedak sedangkan Aslan malah tertawa melihat ekspresi Karin yang sangat lucu baginya.

"Minum dulu," ucap Aslan.

Karin meminum minumannya, ia juga menggigit sedotan miliknya. Ia sedikit gregetan melihat sifat Aslan dan Sean yang seperti kekanakan yang merugikan diri mereka masing masing. Sean yang memakan sarapan sendiri membuat Karin sedikit kasian dan benar benar tidak tega apalagi terlihat jelas di mata Sean yang benar benar hampa dan merasa kesepian.

"Kenapa?" mata Aslan menatap mata Karin yang gelisah.

"Kamu yakin ga mau baikkan sama Sean?" ujar Karin.

"Kamu tau, selama ini aku mendem rasa ingin ngehajarnya abis abisan kalau bukan karena permintaan terakhir Satria." jelas Aslan, ke dua tangannya mengepal keras menahan emosi.

"Kamu harusnya bisa ada di sisi Sean kalau dia ngerasa kesepian." ucap Karin dengan halus.

"Kamu harus tau betapa egoisnya dia Rin," kata Aslan dingin.

"Hah?"

"Dia selalu memaksakan segala hal agar bisa menjadi miliknya tanpa memikirkan perasaan orang lain," jelas Aslan, ia menghela napasnya.

"Maksud kamu?" Karin sungguh tak mengerti apa yang di maksud Aslan.

"Sean bukan orang yang baik, begitu pula aku dan kamu harus tau itu." jawab Aslan dingin.

"Sumpah aku tambah ga ngerti sama yang kamu ucapin Lan," Karin semakin tak mengerti dengan jalan pikiran pria di hadapannya ini.

"Jangan pernah memaksa untuk aku bisa baik lagi dengan Sean," Aslan berdiri dan pergi menuju mba Dewi membayar makanannya dengan Karin.

Karin benar benar terpanga dengan apa yang di ucapkan Aslan, ia seperti tak mengenal Aslan lagi ketika dia mengucapkan kalimat itu dengan tajam. Karin tau betul bahwa Aslan sebenernya adalah orang yang baik.

"Ayo," Aslan langsung menarik Karin pergi dari kantin mba Dewi setelah mereka berdua telah selesai memakan sarapan milik mereka.

Saat mereka ingin meranjak pergi dari kantin mba Dewi, mereka melewati meja yang Sean duduki. Mata Karin sedikit melirik ke arah Sean, ia benar benar merasa kasian dengan Sean. Tatapan mata Sean yang angkuh sebenernya adalah topeng untuk menutupi kesedihannya.

SeanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang