BaW#8 Pasrah

83K 4.4K 158
                                        

Karena komentar kalian yang sangat mendukung, dan meminta untuk segera update, maka hari ini saya berbaik hati untuk publish part baru. Wkwkw.
Tau kan, kalau kalian itu mood booster? So, jangan lupa komen biar semangat.😍💋

--------

Ketika sampai di ruangan BK, Bu Sulis langsung membanting buku di atas meja lalu duduk di kursi dengan wajah gusar. Ia membiarkan Jeni dan Mira tetap berdiri menghadapnya dengan meja kerjanya sebagai perantara.

Lagi, begitu mendongak dan menatap wajah Jeni serta Mira bergantian, Bu Sulis langsung menggeleng miris seraya berdecak kasar--seolah tidak menyangka akan memiliki siswi liar seperti mereka, terlebih lagi Jeni, yang wataknya sudah di luar kepala Bu Sulis.

Ini adalah kali pertama Jeni masuk ruang BK di semester 2, setelah tahun ajaran kemarin lebih dari dua puluh kali ia bolak-balik di ruangan itu. Sejauh ini, hampir semua kasus pelanggaran sekolah sudah menjadi langganan Jeni untuk ia langgar. Sampai Bu Sulis merasa muak menulis namanya di daftar buku siswa bermasalah.

"Harus sebanyak apa namamu saya tulis di buku catatan, agar berhenti membuat onar, Jeni? Apa kau tidak malu, berkelakuan seperti ini?" Bu Sulis berkata sinis seraya menatap geram wanita yang dia ajak bicara.

"Saya gak mungkin masuk sini, kalau bukan dia yang mulai duluan." Jawab Jeni, seraya berdiri santai dengan kedua tangan di bekalang dan satu kaki kanannya maju ke depan. "Lagipula, kalau Ibu muak nulis nama saya di buku itu, ya gak usah di tulis, daripada Ibu capek."

"Udahlah, Bu. Emang dasar, orangnya gak punya malu ini. Mau dibilangin gimana juga, tetep aja gitu."

"Diam kalian!!!"

Bentakkan Bu Sulis mengrungkan niat Jeni untuk menampar lagi wajah wanita itu.

"Kamu juga sama, Mira. Kamu itu siswi kelas dua belas, seharusnya mempersiapkan diri untuk ujian nasional, bukan berkelahi seperti hewan."

Diam-diam Jeni menyungging senyum.

Bu Sulis meremas jidatnya, ini masih pagi, tapi emosinya sudah terkuras banyak. Lalu karena tak ingin berlama-lama menghadapi mereka, Bu Sulis langsung ke inti permasalahannya.

"Jelaskan, apa yang terjadi pada kalian?" Bu Sulis bertanya dengan sekuat hati menahan amarah.

Baik Jeni maupun Mira, tak ada yang berani berkata. Lagi pula apa yang harus di jelaskan? Masa Jeni harus berkata kalau Mira menyebarkan video aibnya? Yang ada Jeni semakin terpojok jika Bu Sulis tahu tentang video itu. Begitu pun dengan Mira, ia tidak mungkin menjelaskan kepada Bu Sulis kejadiannya, karena biar bagaimanapun, Mira tetap bersalah karena ketahuan menyebar aib seseorang.

"Apa kalian tuli? Saya sedang bertanya, kenapa tidak ada yang menjawab?!" Mata merah Bu Sulis memandang Jeni dan Mira bergantian.

Jika boleh memilih, Jeni lebih baik mendapatkan hukum dibanding harus menjelaskan permasalahannya. Ia tidak suka jika ada orang yang ingin tahu urusannya, termasuk itu guru Bimbingan Konseling sekalipun.

"Baiklah, jika kalian memilih diam." Bu Sulis akhirnya beranjak dari kursi, kemudian berdiri tepat di depan kedua wanita itu. "Kau Mira, bersihkan semua toilet di lantai satu. Dan kau... " Bu Sulis menunjuk wajah jeni. "Tetap disini, sampai orang tuamu datang."

Jeni langsung membelalak dan melayangkan protes. "Gabisa gitu dong, Bu. Mira yang cari masalah sama saya duluan. Masa dia hanya bersihin toilet, sementara orang tua saya dipanggil?"

"Apa kamu lupa, berapa banyak masalah yang sudah kamu cipatkan, Jeni?" Tanya Bu Sulis sengit. "Mira masih bisa di tolerir, karena ini pertama kalinya ia buat kasus. Tapi kamu? Buku saya bahkan penuh, hanya karena namamu. Dan kamu masih protes?"

Black and WhiteTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang