BaW#59.1 Break the rules

59.9K 2.8K 204
                                    

Waktu menunjukkan pukul 9, dan cuaca pagi itu cukup terik. Logan berdiri di balkon lantai dua kamarnya yang mengarah langsung ke halaman belakang rumah. Dari atas sana ia dapat melihat pohon-pohon hias yang tumbuh subur, tanaman bunga yang bermekaran, dan beberapa pembantu yang bekerja membersihkan taman itu. Selama tinggal di rumah megah itu, Logan tidak pernah memerhatikan hal rinci yang berada di rumahnya, salah satunya jumlah para pembantu yang Ayahnya sewa. Tapi kini Logan sadar kalau mereka sangat banyak, sekitar dua puluhan, yang mana lebih banyak dari jumlah penghuni rumah sesungguhnya, dimana mereka hanya berempat, Ayah, Bunda, Fathir dan dirinya.

Pandangan Logan lalu tertuju ke lapangan basket yang berada di sisi kiri dari halaman belakang rumahnya. Ia memerhatikan lapangan itu cukup lekat hingga pandangannya berubah gamang dan tanpa sadar ia melihat dirinya sendiri berada di lapangan itu, menggiring bola lalu kemudian memasukkannya ke dalam ring berkali-kali. Dalam beberapa detik seorang wanita berkaos hitam datang menghampirinya di tepi lapangan, memeluk dan mencium pipinya sekilas, dan mengelap keringatnya dengan penuh kasih sayang. Mereka tersenyum dan ia meraih tubuh gadis itu dan memeluknya. Ia rindu rambut coklat panjang itu. Ia rindu bibir wanita itu yang membentuk senyuman. Ia rindu wajahnya yang berubah merah saat ia menggodanya. Ia rindu lingkaran tangannya yang melingkar di pingganya dan kepalanya yang berada di atas dadanya. Ia merindukan setiap detail tentang gadis itu. Tapi dalam sekejap mata bayangan itu menghilang, hanya menyisahkan lapangan kosong yang hampa.

Logan tersenyum getir, sampai kapan dia akan terus seperti ini? Membayangkan Jeni berada di sampingnya sementara gadis itu berada jauh dari jangkaunnya. Terlebih lagi dalam beberapa hari ini ia harus pergi, meninggalkan gadis itu sendiri. Akankah Jeni bahagia jika Logan pergi?

Logan menggelengkan kepala menghilangkan pemikiran itu. Tidak, ia tidak bisa membayangkan Jeni bahagia saat ia pergi, terlebih lagi jika di samping gadis itu berdiri laki-laki lain yang akan menggantikan posisinya. Sialan! Jeni tidak boleh jatuh ke tangan laki-laki lain.

Dengan langkah lebar Logan melangkah keluar kamar, lalu masuk ke dalam kamar yang hanya berjarak dua puluh langkah dari kamarnya. Ketika berada di dalam, Logan melihat Fathir duduk di tepi kasur memegang kepala dengan kedua tangannya. Melihat kondisi saudara laki-lakinya itu, Logan menyadari kalau Fathir sama kacaunya dengan dirinya saat ini.

"Lo udah berusaha ngomong sama Ayah?" Tanya Logan mendekati Fathir. Ia duduk di kursi gaming menghadap laki-laki itu.

Fathir tidak menjawab dengan kata-kata, sebagai gantinya ia menganggukan kepalanya.

"Trus? Ayah bilang apa?"

"Gada yang berubah. Kita tetep ga boleh keluar dari rumah sebelum sidang hari senin nanti. Dan keputusan tetap sama, lo bakal ke Australi dan gue ke London." Jawab Fathir.

Logan tahu mengapa Ayahnya mengirimkan mereka ke tempat berbeda, Fathir ke Eropa sementara Logan ke Australia, itu karena Ayahnya ingin menghindari agar mereka tidak bekerja sama untuk melakukan kesalahan lagi. Dan mengapa Fathir di kirim ke tampat paling jauh darinya, itu karena perbuatan laki-laki itu yang paling fatal. Ia hampir membunuh seseorang.

"Gue punya ide." Logan berucap membuat Fathir mengangkat kepala dan menatap pria itu, "Let's break the rules." Sambung Logan.

"What do you mean?" Tanya Fathir dengan alis terangkat sebelah.

"Ayah udah ke kantor. Dia gak bakal tau kalau kita pergi dari rumah." Kata Logan.

"Oh, jadi maksud lo kita pergi tanpa sepengetahuan bokap?" Tanya Fathir, "Lo lupa kalau dia selalu nyiapin mata-mata buat pantau kita?"

Logan terkekeh, "Ya, gue tau. Tapi bukannya lo selalu bisa lari dari pengawal Ayah?"

"Gue bisa-"

Black and WhiteTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang