Melvin melangkahkan kakinya masuk ke dalam rumahnya, namun suara keributan di sertai dengan suara barang-barang yang di banting membuatnya menghentikan langkahnya. Ia melirik kedua orang tuanya yang sedang cekcok tidak jelas, mengedikkan bahunya dan berjalan santai ke kamarnya. Pemandangan seperti itu sudah biasa dalam 5 tahun belakangan ini. Lima tahun yang lalu, semenjak Kakeknya meninggal akhirnya kedua orang tua Melvin mulai menumpahkan amarah yang selama ini terpendam. Semua adegan mesra yang mereka tunjukkan hanyalah kepura-puraan, dan kata-kata manis yang di keluarkan dari masing-masing mereka di depan keluarga, tentang bahwa mereka saling mencintai dan hidup bahagia, itu semua hanyalah bualan semata. Karna pada dasarnya pernikahan mereka terjadi karna perjodohan dari orang tua masing-masing. Mario Robert Mahendra—Papa Melvin sempat ingin bercerai namun Miranda—Mama Melvin menolak mentah-mentah keinginan Mario, entah apa alasannya.
Baru saja ia melangkah masuk ke kamar nya, ia mendengar suara deru mobil yang ternyata adalah mobil Papanya. Hal biasa lainnya, setelah bertengkar hebat seperti tadi Papanya akan pergi dari rumah dan akan pulang beberapa hari atau beberapa minggu kemudian.
Baru saja ia membuka paper bag bermotif flaminggo itu, aroma stroberi khas Elvina langsung menguar. Lalu di bagian paling bawah ada sebuah bekal kecil dan terdapat secarik kertas di atasnya. Melvin mulai membaca kertas tersebut.
Halo Kak Melvin!
Hoodie nya udah aku balikin ya, jangan lupa hirup wanginya tiap hari. Udah aku semprotin farfum aku banyak-banyak. Siapa tau Kakak rindu, jadi bisa hirup hoodie itu deh, sebagai obat rindu hehehe.
Oh iya, cookies nya di makan ya, itu aku yang buat sendiri loh. Buatnya pake cinta dan kasih sayang, azeekkkk. Semoga suka<3Salam sayang,
Elvina cantik (calon istri kamu)Sudut bibir Melvin tertarik sedikit ke atas, perlahan tangannya mulai mengambil satu cookies di dalam tempat bekal itu, ia mulai menggigit ujungnya. Rasanya enak dan manisnya pas. Melvin mengangguk-anggukan kepalanya menikmati rasa cookies coklat itu, namun sedetik kemudian ia tersadar.
"Enggak, ini gak boleh,"
"Gue gak boleh buka hati buat siapapun,"
Melvin membuang cookies itu beserta tempatnya ke tempat sampah. Ia merebahkan badannya menatap langit-langit kamarnya yang bernuansa abu-abu. Tangannya mulai mengambil sebuah bingkai foto kecil di atas nakasnya. Tangannya mulai meraba foto itu. Di foto itu terdapat sepasang anak SMP, si perempuan tersenyum manis di samping laki-laki yang merangkul bahunya dengan baju basketnya dan sebelah tangan laki-laki itu tampak memegang sebuah piala. Keduanya tampak bahagia dan serasi.
"Gue rindu banget sama lo,"
"Maafin gue gak pernah ngunjungin lo lagi, gue belum siap buat ketemu sama lo,"
"Vir, perasaan gue sama lo tetap sama kok. Cuman sialnya gue telat buat nyatain perasaan gue sama lo,"
"Aku cinta kamu," ucap Melvin dan mulai merapatkan matanya dengan memeluk foto itu. Ia sudah terjun ke alam mimpi dengan masih menggunakan stelan sekolah. Ia berharap bisa bertemu dengan gadis yang dicintainya di alam mimpi.
Sementara di kediaman Elvina, cewek itu sedang menyikat giginya dengan sesekali bersenandung. Entahlah harini ia sangat bahagia setelah Melvin mengantarnya pulang. Bagi Elvina, Melvin sangat berpengaruh besar terhadapnya.
Ia mulai keluar dari kamar mandi, memakai sendal bulu berbentuk kepala kelinci. Ia berjalan ke tempat tidurnya. Meraih gelas di nakas dan mengambil pil obatnya, ia mulai meneguknya dengan susah payah. Ia menegakkan badannya, namun tiba-tiba terdengar suara ketukan dari luar.
"Iya, masuk."
Tidak berapa lama, Aris muncul dengan pakaian santainya.
"Eh, ada Papa ganteng,"
Aris terkekeh mendegar ucapan Elvina. "Baru tau kamu kalau Papa ganteng?" tanya Aris dengan tertawa mengejek.
"Udah lama sih Pa, dari Vina lahir,"
"Emang ya kamu! Masih bayi aja udah tau mana yang bening-bening," ucap Aris membuat Elvina tertawa.
"Vin, minggu depan kita harus berangkat ya. Buat berobat dan cek kondisi kamu, obat kamu udah habis?"
"Iya Pa, obatnya tinggal dikit lagi,"
Sedetik kemudian Elvina menepuk keningnya membuat Aris heran, "astaga Pa, Vina lupa. Minggu depan ada acara di sekolah. Kalau besoknya setelah acara boleh gak Pa?"
"Hm yaudah, tapi kamu jangan capek-capek ya. Ekskul nya juga jangan terlalu sering, atau Papa gak bakal ngasih kamu ikut gituan lagi,"
"Iya Papa ku sayang,"
"Yaudah, kamu tidur gih," ucap Aris, tangannya mulai bergerak menaikkan selimut ke tubuh Elvina. Aris mengecup lama kening Elvina membuat Elvina memejamkan matanya merasakan saluran kasih sayang dari Papanya.
"Good night my princess, I love you,"
"Good night too my King and I love you too," gumam Elvina dengan memejamkan matanya.
Aris menatap anak semata wayangnya itu, lalu tatapannya beralih pada botol obat-obatan milik Elvina. Terkadang ia merasa kasihan kepada anaknya, di balik wajah ceria Elvina. Ia selalu menahan rasa sakit yang teramat. Aris bangga memiliki anak sehebat Elvina. Elvina tidak pernah mengeluh padanya tentang rasa sakit yang di alaminya. Namun yang membuat Aris sedih adalah ketika Elvina menangis saat melihat makam Ibunya dan selalu merasa bersalah juga mengatakan bahwa hidupnya tak berguna. Maka dari itu, Aris akan bekerja keras untuk membahagiakan Elvina dan menyembuhkan anaknya itu. Karna Elvina adalah sumber kehidupan dan sumber kebahagiaan bagi Aris.
•••
Tangan akoh gatel pengen update heheheheheheheh😫❤️
KAMU SEDANG MEMBACA
MELVINA
Teen Fiction"Hargai selagi ada, karna sesuatu akan terasa berharga setelah kehilangan."