Bab 1 Bagian 1

30.8K 2.1K 21
                                    

Republish | 13/02/20

Kissy menatap sebal antrean yang memanjang hanya untuk memesan satu cup kopi. Malam minggu, kafe yang terkenal dengan racikan kopi terenak di bilangan Jakarta ini memang memiliki pengunjung yang membludak. Tidak hanya kopinya saja yang enak, interior kafe yang kekinian dan cozy menjadi faktor pendukung lain bagi anak muda melepas penat. Beberapa dari mereka bahkan suka menyalurkan hobi fotografinya dengan menyewa kafe ini sebagai tempat pemotretan. Tak heran bila kafe ini sering sliweran di media sosial, khususnya instagram.

Berkali-kali Kissy melirik arloji, memastikan waktunya cukup sebelum bekerja. Dia merapatkan jaketnya guna menghalau udara malam yang semakin terasa dingin sebab rintik di luar semakin deras. Tersisa tiga orang lagi, maka dia akan mendapatkan kopi yang dia mau.

Namun, tiba-tiba seorang pria bertubuh kekar menyela antrean dan berbicara dengan seorang barista. Pria itu masih muda, mungkin pertengahan dua puluhan. Kissy tak begitu pandai dalam menebak. Satu hal yang pasti, pria itu terlihat garang dengan tato menyebar dan memanjang di kedua lengan bawahnya.

"Hei! Bisa antre, tidak?" tegur Kissy tak terlihat takut meskipun yang dihadapinya bisa jadi seorang preman.

Pria itu menoleh dan menaikkan kedua alis. Dia memicingkan mata, mencari suara yang baru saja menegurnya. Ketika netranya menubruk netra Kissy, dengan santai dia menyelipkan kedua telapak tangan ke dalam saku jeans yang robek tak beraturan di bagian lutut.

"Ada masalah?" Pria itu seolah tak melakukan kesalahan.

Ditatap remeh oleh seorang tak tahu diri, Kissy merasa dongkol. Kekesalan akibat lama mengantre langsung bertambah berkali-kali lipat usai mendengar respon pria itu. Kissy pun berdiri tegak dengan sedikit mengangkat dagunya, tanda bahwa dia sama sekali tidak takut selama dia benar.

"Apa Anda tidak merasa bersalah karena sudah menyerobot antrean orang lain? Orang yang berada tepat di belakang Anda mungkin masih remaja dan takut menegur Anda. Tapi tidak dengan saya. Jadi, bisa Anda minta maaf dan tidak menyerobot antrean kami?"

Bukannya melakukan apa yang Kissy katakan, pria itu malah bersandar, menumpukan sebelah sikunya pada sisi meja. Dia menatap Kissy lamat sembari menyunggingkan senyum miring. Dia bahkan sempat bersiul usai memindai Kissy.

"Kalau saya tidak mau, bagaimana?" tanyanya sembari membenarkan gulungan lengan kemeja putihnya.

Sialan! Dasar pria kurang ajar! Kissy menggeram di dalam hati.

"Itu tandanya, Anda sama sekali tidak punya tata krama," ujar Kissy pedas. Wajahnya memerah menahan amarah yang menggelora. Jika bisa, ingin rasanya Kissy menampol bibir yang sejak tadi mengembangkan senyum mengejek itu.

"Benarkah?" Pria itu terlihat excited. Sorot matanya menantang Kissy. "Kamu lihat sekeliling kafe ini. Apa ada yang terganggu dengan apa yang saya lakukan?"

Kissy mendengus dan mengamati seluruh sudut kafe. Kening Kissy mengerut, merasa aneh. Entah hanya perasaan Kissy saja atau bagaimana, seluruh pengunjung kafe terlihat tak acuh dengan tindakan spontan Kissy. Tiga orang yang mengantre di depannya pun malah melihat Kissy dengan raut yang tak bisa Kissy gambarkan. Ekspresi mereka seolah mengatakan, "Kenapa, sih, nih cewek?"

Tak ambil pusing dan tak mau kalah, Kissy pun menjawab, "Mereka diam bukan berarti tak terganggu dengan sikap Anda. Mereka diam karena takut pada Anda. Dan saya bukan bagian dari mereka yang akan diam saja saat hak saya diserobot orang."

"Takut?" Pria itu terkekeh geli. Dia menelisik pandangan Kissy dan mengikutinya. Kemudian dia mengangguk mengerti. "Saya bukan preman kalau kamu mau tahu. Saya juga bukan orang jahat yang perlu ditakuti. Mereka terlihat tak terganggu karena mereka sudah mengenal saya. Mereka-"

Ucapan pria itu terjeda ketika suara ponsel Kissy berdering nyaring. Sontak dia melarikan pandangan pada tas Kissy yang tengah gadis itu rogoh. Sekilas dia menangkap bola mata Kissy membesar dan tergesa mengangkat panggilan itu dengan berjalan melewati pintu keluar.

Samar-samar, dia mendengar Kissy mengumpat sebelum berkata, "Aku di kafe depan, Mas. Sebentar lagi nyampek. Enggak akan telat kok. Masih ada waktu sepuluh menit."

Usai berkata demikian, Kissy menutup telepon dan mulai menaikkan tas jinjingnya menutupi kepala. Tanpa ragu, dia berlari menyeberang dan menerobos hujan. Semua itu tak lepas dari pandangan pria yang kini berdiri di pintu kafe. Sebuah senyum tipis menghiasi bibir pria itu ketika melihat Kissy masuk ke studio radio di seberang jalan.

Tbc

Happy reading! ^^
Please vote and comment ...

Big hug,
Vanilla Hara
21/03/19

COFFEE BREAK | ✔ | FINTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang