Bab 8 Bagian 2

11.6K 1.2K 14
                                    

Republish | 04/03/20

Ini buat kalian yang semalam menantikan Vanilla update, tapi belum sempat update.

Happy reading, Dears! ^^

===========

Seluruh udara di paru-paru Kissy tersedot habis. Dia lega mendengar pertanyaan Rama beberapa saat lalu. Ternyata, semalam Rama hanya mengigau karrna demamnya yang tinggi. Setidaknya, dia tidak perlu terjebak dalam kebaperan yang berpotensi membuat hubungan keduanya terasa canggung dan aneh. Bagi Kissy, Rama adallah sosok kakak yang tak pernah dimilikinya daalam silsilah keluarga.

Kissy duduk dan membapas tatapan Rama drngan tajam. Dia siap mengomeli pria dewasa itu karena sudah bertindak ceroboh dengan tidak memedulikan diri sendiri. Bagaimanapun, Rama seperti cerminan dirinya yang membutuhkan orang lain untuk diingatkan. Jika Kissy nemiliki Niar yang cerewet, maka Rama memiliki dirinya yang siap sedia mengingatkannya.

"Mas Rama itu sadar enggak sih kalo udah ngebahayain diri sendiri? Pingsan di dalam taksi, seriously, Mas?" omel Kissy dalam satu tarikan napas.

Kening Rama berkerut. "Jadi, kamu yang bawa aku ke sini?"

"Bukan." Kissy menyilangkan kedua tangan didepan dada dengan bibir mengerucut sebal.

Rama bergeming. Dia tak membuka suara lagi melihat raut wajah Kissy yang nudah diterka. Wanita itu sedang marah mode maksimal. Dia pun meemilih diam, menunggu amarah Kissy mereda.

Mengerti bahwa Rama tak berniat membantah atau menanyakannya lebih lanjut, Kissy akhirnya memberikan keterangan tanpa diminta. Berharap agar Rama menyadari kesalahannya.

"Sopit taksi yang Mas tumpangi yang membawa Mas ke rumah sakit. Aku dihubungi dalam perjalan pulang setelah siaran. Makanya aku langsung ke sini." Kissy memberikan jeda sejenak sebelum meneruskan pidatonya dengan suara dalam dan penuh penekanan. "Lagian, Mas ngapain sih mau ke studio segala? Aku kan udah bilang kalo Mas istirahat dulu aja. Aku bida handle semuanya bareng Rina and the team. Kaalo sudah begi-"

"Aku mau jemput kamu," potong Rama cepat.

Kissy bungkam. Jawaban Rama sukses membuat semua susunan katanya kacau.

"Aku mau jemput kamu karena aku tahu kalo kamu bawa mobil sendiri. Kamu enggak suka nyetir. Karena itu kamu selalu alihin mobil kamu sama Niar dan milih buat naik kendaraan umum atau minta jemput dia," sambung Rama, semakin membuat Kissy tak bisa berkata-kata.

Dua tahun saling mengenal, Kissy tak menyangka bahwa Rama akan memperhatikan hal sekecil dan seremeh itu. Dan untuk beberapa detik, keduanya kembali terdiam dengan saling beradu tatap. Kebungkaman keduanya berakhir saat Kissy mencicit lirih.

"Aku bisa pulang sendiri, Mas."

Rama mengulas senyum sejenak. "Jadi, kamu nyetir sendiri dari studio ke rumah sakit?"

Kissy menggeleng tegas. "Aku diantar Abrisam."

"Abrisam? Abrisaam siapa?"

Kissy menyerukan kata "ah" tanpa suara. Dia melipat kedua bibirnya ke dalam sebelum menjelaskan, "Anu ... itu lho pria yang waktu itu ngantr kopi dari kafe seberang studio. Ptia yang aaku bilang nyebelin karena berani nyerobot antrean mentang-mentang wajahnya nyeremin. Pria yang kayak preman dan enggak mau ngalah berdebat sama wanita. Pria-"

"Ya .. ya, aku ingat. Terus kenapa kamu bisa bareng dia? Dia gangguin kamu semalam?"

"Enggak gitu juga, Mas, meskipun dugaan Mas enggak sepenuhnya salah. Ban mobil aku kempes. Kebetulan dia lewat dan nawarin tumpangan. And yaah ... udah larut juga, jadi aku enggak punya pilihan selain nerima tawaran dia," aku Kissy jujur.

"Dia gangguin kamu selama di mobil?" tanya Rama tepat sasaran. Rama tahu ada kegelisahan dalam manik mata Kissy yang bergerak tak tentu saat bercerita. Hal itu menandakan ada sesuatu yang sedang Kissy coba sembunyikan.

"Ee ... Udahlah bahas yang lain aja, Mas. Ngapain bahas orang enggak penting itu. Yang jelas sekarang, Mas harus cepat sembuh dan bayar kebaikanku semalaman tadi karena udah jagain Mas."

Rama menahan senyum, mengetahui kalau Kissy sedang berusaha mengalihkan pembicaraan dengan membuka topik baru. "Memangnya aku harus bayar kamu dengan apa? Orang lagi sakit gini, masih aja ya kamu manfaatin buat pamrih," godanya pura-pura kesal, tetapi dia malah tertawa lebar.

Kissy mengetukkan jari telunjuknya di dagu seolah-olah sedang berpikir keras. Lantas, salah satu sudut bibirnya terangkat, menampilkan senyum culas.

"Aku mau Mas Rama janji. Kapanpun aku butuh bantuan Mas, Mas harus bersedia bantu aku tanpa penolakan dan banyak alasan. Gimana? Sudah sesuai sistem take and give, 'kan?"

Rama memalingkan wajah menatap langit-langit. Kemudian dia berbaring miring membelakangi Kissy seraya berkata, "Memang aku masih punya pilihan buat nolak?"

Tbc

Tinggalin jejak, ya ...

Vote dong biar jarinya olahraga dikit.

Komen pun sangat disarankan. ^^

Big hug,
VANILLA HARA
16/07/19

COFFEE BREAK | ✔ | FINTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang