Republish| 10/03/20
Hai, Dears! ^^
Kalian itu luar biasa banget ya kalau punya kemauan. Baru kemarin update, hari ini sudah mencapai target aja biar Hara update lagi. But, sesuai janji dong! Hara update lagi hari ini.
Bab selanjutnya bakal Hara update kalau sudah mencapai 10K viewers atau 850 followers, ya!
Enggak apa-apa kan Hara naikin targetnya? Biar agak lamaan dikit kangennya sama Mbak Kissy. Hihihi
Jadi, yang belum follow Hara, difollow dong Haranya! 😃
And, here we are ...
Mari bersenang-senang.
Happy reading! ^^
===============
Tidak ada bantahan lagi yang bisa Kissy lontarkan jika Abrisam sudah bertitah. Lihat! Pria itu kini duduk dengan santai di sofa panjang lobi sembari mengaitkan jemarinya pada jemari Kissy.
"Biar kamu enggak banyak alasan buat kabur dan nemenin aku di sini nunggu makanan kita datang," selorohnya tak mau dibantah.
Rasa jengah mulai menggerayangi tubuh Kissy kala sekali dua kali netranya memergoki Raina melirik ke arah mereka penasaran. Belum lagi Fadil yang berulang kali mondar-mandir di depannya untuk mengantarkan bahan ke lantai dua. Fadil bahkan terang-terangan memandang Kissy dan Abrisam sembari senyum-senyum sendiri.
Semakin Kissy mencoba melepaskan tautan jemari Abrisam, semakin erat pula pria itu menggenggam. Alhasil, Kissy hanya bisa pasrah dengan menyandarkan punggung dan melarikan fokusnya pada hal lain. Dia butuh pengalihan agar tak serta nerta mengganyang Abrisam dengan heels-nya.
"Kamu tuh nyebelin banget tahu, enggak!" gumam Kissy pelan.
"Tahu kok. Aku pernah akuin di depan kamu langsung kan kalau aku memang nyebelin."
Kissy mendengkus keras. "Tapi aku enggak pernah ngebayangin bakal senyebelin ini." Kepala Kissy menoleh ke samping kanan. Sorot matanya mengarah pada jari-jarinya yang saling bertaut dengan jari Abrisam. "Kamu enggak punya kerjaan lain selain gangguin aku setiap hari di sini? Kafe sudah gulung tikar?" celanya.
Abrisam mengapit bibir Kissy yang sedang bersungut dengan tangannya yang bebas disertai geraman rendah. "Mulutnya, ya! Ucapan itu doa lho! Memangnya kamu mau berteman sama pengangguran? Ya ... meski aku akuin kalau aku tetap ganteng sih meskipun pengangguran. Mau gimana lagi? Gantengku terlanjur paripurna dari lahir," ucap Abrisam penuh percaya diri.
"Apaan, sih!" Kissy menyentak tangan Abrisam yang menjarah bibirnya. "Aku berteman sama kamu tuh atas dasar paksaan, ya. Coba kalau waktu itu kamu enggak nyogok pakai martabak, mana mau aku punya teman kayak kamu. Lagipula, bukan gantengnya, tapi nyebelinnya yang paripurna."
Abrisam terkekeh mendengar omelan Kissy. Ada perasaan hangat yang tiba-tiba ditembakkan dalam dadanya. Musim dingin yang selama ini menaungi hatinya mendadak berubah menjadi musim semi. Ada kuncup-kuncup rasa tak kasat mata yang mulai menggeliat ingin segera mekar.
Keberadaaannya di sisi Kissy terasa begitu pas dan benar daripada hanya mengagumi wanita itu dari jauh, memunculkan keinginan baru untuk memiliki secara utuh, bukan sekadar kedekatan pertemanan semata. Pun dia siap berusaha keras untuk mewujudkan hal itu. Apa pun risikonya kelak.
KAMU SEDANG MEMBACA
COFFEE BREAK | ✔ | FIN
General FictionKissy sangat menggilai kopi. Baginya, kopi adalah konsumsi wajib sebelum dia bertarung dengan kata-kata yang akan mengudara menemani pendengar setianya. Lewat kejadian mendongkolkan, Kissy akhirnya mengenal dan dekat dengan pemilik kafe di seberang...