Bab 6 Bagian 1

14K 1.4K 25
                                    

Republish | 01/03/20

Ini hadiah buat kalian yang sudah nunggu dan baca cerita-cerita Hara. Sarapan pagi biar nambah nutrisi.

Happy reading, Dears!

Jangan lupa vote di awal cerita and komen di akhir cerita, ya ...

---------------------------------

“Nih, minum dulu, Cy. Maaf seadanya. Lagi belum belanja bulanan.” Rama meletakkan secangkir teh hangat di hadapan Kissy.

Rama menjatuhkan bokongnya di sampaing Kissy. Sedetik kemudian, dia menyugar rambutnya yang agak panjang dan berantakan. Mukanya terlihat kuyu dengan bibir kering dan pucat.

Sore ini, Kissy sengaja menyambangi kediaman Rama karena pesan singkat yang pria itu kirimkan. Bukan pesan penting seandainya Rama bukanlah partner kerjanya di stasiun radio. Pasalnya, Rama mengabarkan bahwa malam ini dia tak bisa menemani Kissy siaran.

“Aku ke sini itu bukan mau minum teh, Mas,” ucap Kissy sewot.

Dia sedikit menyerongkan tubuhnya untuk mengamati Rama yang tengah menyandarkan kepalanya pada sandaran sofa. Pria itu meletakkan lengan kanannya di atas matanya yang terpejam. Tak ada sahutan apa pun dari Rama selain gumaman tidak jelas.

Kissy menggigit bibir bawahnya, merasa khawatir dengan keadaan Rama. Tanpa sadar, dia menatap Rama lamat sembari memilin pita dress-nya.

“Mas yakin enggak mau ke rumah sakit aja? Di sini Mas Rama sendirian. Kalau ada apa-apa, gimana? Kenapa enggak nyewa pembantu aja sih, Mas?”

Rama masih bergeming dengan posisi yang sama. Tak ada satu pun suara yang dia keluarkan. Hal itu sontak membuat rasa khwatir Kissy semakin meningkat.

Jangan-jangan pingsan lagi nih laki, batin Kissy.

Namun, kekhawatiran Kissy sedikit kabur kala mendengar perut Rama berbunyi. Sang empunya suara pun membuka mata dan menoleh ke samping kanan seraya meringis.

“Mas belum makan seharian?” tanya Kissy sambil menahan tawa.

Rama mendengus keras dan mengamini pertanyaan Kissy dengan sebuah anggukan.

Kissy mendekat dan mengulurkan sebelah tangannya ke kening Rama, mengecek suhu tubuh pria itu. Tangannya yang bebas dia gunakan untuk menyentuh keningnya sendiri.

“Agak panas,” gumam Kissy.

Selang beberapa saat kemudian, Kissy berdiri sembari menyelempangkan kembali tasnya yang sempat dia lepas. Dia mengabaikan Rama yang mengerjap-ngerjapkan kelopak matanya dengan tingkah spontan Kissy.

Rama mencekal pergelangan tangan Kissy saat melihat perempuan itu hendak beranjak pergi. “Mau ke mana?” tanyanya lemah.

“Aku mau keluar dulu sebentar. Beli makanan sekalian ke apotek. Aku enggak mau besok pagi dengar berita ada orang mati di rumah segede ini.”

Rama tertawa mendengar kalimat sarkas Kissy. Dia berusaha menegakkan tubuh meskipun merasa pening. Tangannya masih menahan Kissy.

“Enggak usah. Pakai Go Food aja kan bisa.”
Kissy menggeleng tegas, tanda tidak setuju dengan ide Rama.

“Aku enggak mau ngerepotin kamu.” Rama kembali bersuara. Kepalanya mendongak menatap jam dinding di ruang tamu. “Lagi pula, beberapa jam lagi kamu kan harus siaran. Kalau kejebak macet, kamu bisa telat,” imbuhnya.

Kissy melepas cekalan Rama pada pergelangan tangannya. Dia mengembuskan napas berat dan menatap Rama tajam seolah tak ingin dibantah lagi. “Aku cari makanan di dekat sini aja kok, Mas. Lagi pula, apotek juga enggak jauh dari sini. Memangnya, Mas pikir aku mau beli di mana? Restoran sushi kesukaan Mas yang ada di Mall itu? Lagi sakit jangan ngelunjak, ah!”

Rama tak kuasa menahan tawa. Kissy memang tetaplah Kissy yang selalu bisa memenangkan perdebatan apa pun dengannya. Saat tahu lawannya sakit pun, Kissy tak berniat bersikap lunak padanya.

“Aku enggak minta kamu beli sushi di sana. Aku bahkan enggak minta kamu buat ke sini, Cy. Jangan ngerepotin diri kamu sendiri,” bantah Rama tak mau kalah meskipun tawanya belum sepenuhnya reda.

Kissy mencebik kesal. “Kalau enggak mau ngerepotin aku, makanya dengerin saran aku dari dulu buat nyewa pembantu. Udah tahu punya rumah gede ampun-ampunan, masih sok enggak butuh orang lain lagi.”

Rama menipiskan bibir sebentar sebelum berkata, “Aku enggak biasa pakai pembantu, Cy. Lagi pula, aku belum butuh jasa mereka.”

“Iya, soalnya belum kejadian kamu sekarat, tapi enggak ada yang nolong. Udah, ah! Nanti keburu kamu mati duluan kalau aku enggak berangkat cari makan sama obat kamu, Mas. Aku masih belum mau, ya, kehilangan rekan sekaligus sahabat.”

“Duuuh ... sampai segitunya enggak mau kehilangan aku.” Sifat jahil Rama mendadak muncul. Dia sengaja tak melanjutkan bahasan yang Kissy angkat dengan mengalihkan topik pembicaraan. Hal itu terlalu sensitif baginya.

“Ck, aku cuma khawatir.”

“Kamu ngekhawatirin pria yang pernah punya istri ini, Cy? Seriously?”

Tbc

Sudah mencet tanda bintangnya belum?

Sudah bagi komen?

Kalian komen apa sih di part ini?


Big hug,
Vanilla Hara
15/06/19

COFFEE BREAK | ✔ | FINTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang