Republish | 13/02/20
"Hai, Cy!" Rama berdiri dan melambaikan tangan ketika melihat Kissy turun dan berjalan mendekat.
"Mas Rama tumben ke sini? Mau ke ruanganku atau di sini saja?" tawar Kissy, takut apa yang akan Rama bicarakan membutuhkan privasi.
Rama menoleh pada Raina yang berada di balik meja resepsionis. "Di sini saja. Aku cuma mampir kok. Kebetulan lewat sini," putus Rama seraya mengalihkan pandangannya kembali pada Kissy. Dia menelisik wajah Kissy sejenak lalu berujar, "Kamu sakit?"
Sudut-sudut bibir Kissy mengembang beberapa senti. Sebelah tangannya mengarah ke sofa. "Duduk dulu, Mas."
Rama mengikuti Kissy dan kembali duduk di sofa panjang, tak jauh dari Kissy yang memilih duduk di sofa single. Dia memiringkan badannya sedikit agar bisa bersitatap langsung dengan Kissy. Gadis itu belum menjawab pertanyaan bernada khawatir darinya.
"Aku enggak apa-apa kok, Mas. Penyakit biasa."
Rama mendesah tak suka. "Kamu itu jangan nyepelein maag, Cy. Makan yang teratur. Kerjaanmu banyak. Butikmu ini sudah mulai berkembang. Banyak klien yang pengin digarapin gaun yang cantik sama designer muda ini. Jangan betah sama sakit," omel Rama.
"Iya. Aku lupa waktu saja tadi malam karena keasyikan garap desain buat klien baru. Mau go food sudah lewat tengah malam." Kissy tertawa ringan mengingat ulahnya sendiri. "Bukan tengah malam, sih. Menjelang subuh," sambungnya.
"Astaga, Cy!" Rama sontak mengusap wajahnya gusar. Tahu akan begitu, Rama harusnya membawa Kissy ke apartemennya tafi malam, bukan malah mengantar gadis itu pulang ke butik.
"Apa, sih, Mas. Aku enggak apa-apa juga sekarang. Sudah makan dan minum obat. Sudah sempat tidur pula."
"Sudah makan siang?" tanya Rama masih dengan nada khawatir.
"Sudah. Mmm ... Makasih, ya, Mas. Mas sudah repot-repot kirim makan siang buat aku. Aku jadi enggak enak ngerepotin Mas Rama terus dari dulu."
"Makan siang?" Rama bertanya setengah ragu dengan apa yang baru saja didengarnya.
Kissy menggerakkan kepalanya turun dengan mantap. "Sop buntut dari Lesehan Bunda. Mas yang kirim kan sama jus jambunya?"
Hening. Rama tak langsung mengiyakan pertanyaan Kissy. Pria itu malah terlihat bingung sembari mengarahkan pandangannya ke atas seperti sedang berpikir leras mengingat sesuatu.
"Makasih lho, Mas. Harusnya Mas enggak perlu kirimin aku makanan. Aku jadi enggak enak tiap ada apa-apa, Mas jadi ikutan repot," cerocos Kissy tanpa memperhatikan wajaah kebingungan Rama.
Rama berdeham dan menggerakkan telapak tangannya ke belakang kepala, mengusap tengkuknya canggung. "Tapi, Cy ... sebenarnya bu-"
"Enggak apa-apa kalau Mas Rama enggak mau ngaku biar aku enggak merasa enggak enak. Apa pun itu, aku tetap berterima kasih sama Mas. Lalu, Mas Rama kenapa mampir ke sini? Pasti bukan karena sekadar lewat, 'kan?" Kissy memotong ucapan Rama dengan menyunggingkan senyum ramah. Dia juga memilih mencari topik lain untuk dibahas karena melihat Rama mendadak canggung.
Rama menegakkan tubuhnya dan bersuara, "Tadinya, sih, iya. Aku pengin ngajakin kamu makan siang. Tapi karena kamunya sudah makan siang, jadi aku enggak tahu mau ngapain sekarang. Ngajak kamu ngopi pun enggak mungkin. Maagmu baru kambuh. Aku enggak mau sakitmu tambah parah."
Kissy bergumam tidak jelas sesaat sebelum menjawab, "Kalau enggak bisa ngopi, kita bisa ngeteh sambil makan cake." Dia melirik arlojinya sebentar. "Atau aku temani Mas Rama makan siang dulu. Lagian, ini sudah bukan makan siang, tapi makan sore. Mau jam tiga juga. Jadi, Mas Rama makan, aku ngeteh sambil makan cake. Gimana?" tawar Kissy penuh pertimbangan. Dia tidak tega melihat wajah kuyu Rama yang memang sangat jelas terlihat belum bersantap siang.
"Mmm ... Cy, sepertinya enggak per-"
Kissy terbahak mendengar perut Rama berbunyi dan sontak menghentikan kaalimat penolakan yang akan pria itu luncurkan. Seera Kissy berdiri, hendak beranjak untuk berpamit pada karyawannya di lantai atas.
"Mas tunggu sini dulu. Aku mau pamit sama Niar dan anak-anak sekalian ambil tas di atas. Lagian Mas ini lucu. Ngirimin aku paket makan siang, tapi sendirinya lupa makan," sindir Kissy seraya mencebikkan bibir. Tanpa menunggu persetujuan Rama, Kissy berbalik dan berjalan menuju tangga.
"Iccy!" Rama ikut berdiri dan memanggil Kissy secepat mungkin sebelum gadis itu menapaki annak tangga.
Sontak Kissy menoleh sembari menyahut, "Iya, Mas? Kenapa?"
"Aku cuma mau bilang kalau paket makan siang yang kamu maksud tadi bukan dari aku. Aku sama sekali enggak ngirimin kamu paket makan siang dari Lesehan Bunda," jujur Rama cepat dan tepat, membuat Kissy tertegun sembari mengerutkan kening.
Tbc
Happy reading! ^^
Big hug,
Vanilla Hara
25/03/19
KAMU SEDANG MEMBACA
COFFEE BREAK | ✔ | FIN
General FictionKissy sangat menggilai kopi. Baginya, kopi adalah konsumsi wajib sebelum dia bertarung dengan kata-kata yang akan mengudara menemani pendengar setianya. Lewat kejadian mendongkolkan, Kissy akhirnya mengenal dan dekat dengan pemilik kafe di seberang...