Republish | 07/03/20
Malam minggu datang lagi.
Gimana kabarnya?
Sudah dapat gandengan apa masih sendirian?
Apa pun itu status kalian, semoga dengan membaca cerita Mbak Kissy akan memberikan penghiburan.
Tenang ... kamu hanya butuh mencintai diri sendiri lebih dulu sebelum belajar mencintai yang lain. Semoga di lain waktu, bisa kembali menyapamu dengan status yang baru.
Happy reading! ^^
Budayakan vote sebelum membaca,
And leave comment di akhir cerita ...----------------
We keep behind closed doors
Every time I see you, I die a little more
Stolen moments that we steal as the curtain falls
It'll never be enoughPerasaan kecewa dan marah itu kembali menggelegak setiap lagu itu berkumandang. Tatapan Kissy berubah nanar. Namun, sedetik kemudian netra cokelatnya tertutup selaput bening. Seberapa keras pun Kissy melupakan masa lalu, kenyataannya tidak semudah yang dia inginkan. Masa lalu yang telah dia lewati bak bayangan yanh tidak akan pernah meninggalkan raga, tak peduli kemana pun dia melangkah.
"Secret Song. Lagu kesukaanmu." Abrisam mengangsurkan secangkir kopi pada Kissy, membuyarkan lamunan wanita itu.
Kissy mengerjap sebentar untuk mengembalikan mimik wajah datarnya. Kissy segera mengambil cangkir kopi tersebut. Beruntung, Abrisam tak sedang menatapnya lamat seperti biasa karena pria itu sedang sibuk mengambil tempat dan menyeruput kopinya.
"Dari mana Anda tahu tentang lagu itu?"
"Kenapa kamu suka lagu itu?"
Kissy mendengkus tak suka. "Bisa tidak kalau Anda hanya menjawab, bukan malah balik bertanya," tuturnya sinis.
"Well, bisa tidak kalau kamu tidak sekaku itu? Dengan senang hati aku akan mengabulkan semua keinginanmu setelahnya." Abrisam tidak mau mengalah.
"Semua?"
Abrisam mengangguk tegas.
Sebelah alis Kissy sontak bergerak naik beberapa senti, mempertimbangkan kalau dia sebentar lagi bisa bebas dari pria itu dengan meminta Abrisam tak lagi mengganggunya. Dengan lugas dia pun berkata, "Deal. So?"
Abrisam menyeringai sekilas, merasa menang. "Kamu selalu memutarnya setiap kali siaran. Entah saat membuka siaran atau menutup sesi siaranmu. Pengecualian jika sudah ada yang me-request lagu itu. Selasa lalu, kamu memutar lagu itu saat @espresso merequestnya. Lantas, kamu menjadikannya lagu penutup ketika siaran hari Sabtu malam. Apa dugaanku salah?"
"Kamu tidak sedang berusaha buat bilang kalau kamu adalah salah satu pendengar setiaku, 'kan?" tanya Kissy ragu-ragu. Penjelasan Abrisam menunjukkan seolah-olah pria itu selalu mengikuti sesi siaran Kissy.
Abrisam tersenyum tipis. "Sudah jelas, bukan?"
Kissy berdeham mengetahui satu fakta itu. "Jadi, kamu kerja di Historical Kafe?"
Terlibat dalam berbagai perdebatan tak lazim demgan Kissy, membuat Abrisaam tak lagi heran bagaimana wanita itu melontarkan topik random untuk dibahas. Abrisam mengendikkan dagu dan berujar, "Menurutmu?"
Kissy menaik-turunkan kepalanya sesaat. Dia menautkan jemarinya dan meletakkannya di atas lutut yang lebih dulu dia silangkan. "As a manager? Karena tidak mungkin kamu bekerja sebagai barista atau waiter sampai kamu punya ruangan sendiri di lantai dua ini."
Kedua sudut bibir Abrisam berkedut menahan tawa atas analisis Kissy yang tak sepenuhnya salah. "Kamu pandai menganalisis ternyata," pujinya. Dia meletakkan cangkir kopi yang sedari tadi dipegangnya. Lalu dia bersandar santai tanpa memutus netranya pada wajah ayu Kissy. "Ada kalanya aku turun dan jadi barista, by the way."
"Oke. Aku rasa, tidak ada lagi yang ingin aku tahu tentang dirimu. Kamu juga sepakat melakukan apa yang aku minta, 'kan? So, langsung saja." Kissy menjeda ucapannya sejenak dengan menghela napas. "Aku harap ini terakhir kalinya kita bertemu. Terima kasih atas semua niat baikmu selama ini. Terima kasih juga karena telah menjadi pendengar setiaku. Tapi, apa pun yang kamu rasakan padaku, tolong hapus saja. Aku akan anggap perasaanmu sebagai rasa kagum seorang pendengar kepada penyiar favoritnya."
Abrisam tak bisa lagi mencegah tawanya mendengar ocehan panjang Kissy yang sayangnya memang sebuah kebenaran. Ternyata, Kissy adalah wanita yang sangat peka. Terbukti, Kissy bisa membaca langkah yang dia ambil untuk mendekati wanita itu.
"Kamu selalu seberani dan sepercaya diri itu ya saat menolak seseorang yang belum tentu seperti yang kamu tafsirkan?"
Kissy menyipitkan mata penuh curiga dengan pertanyaan pancingan Abrisam. "Memangnya kamu tidak? Aku yang salah, begitu?"
Kepala Abrisam bergerak tak setuju. "Tidak. Kamu benar. Sepenuhnya benar. Aku memang tertarik denganmu. Tapi aku tidak menyangka kamu akan sedefensif itu."
Kissy menguari lipatan tungkainya, bersiap untuk beranjak. "Sudah jelas, bukan?" tuturnya, mengembalikan jawaban Abrisam beberapa saat lalu.
Dia sudah membalikkan badan ketika otaknya mengingat sesuatu. Tak mengacuhkan rasa ragu, dia kembali berbalik, menantang netra Abrisam yang masih menatapnya lekat. "Soal kiriman kopi itu, kamu juga kan yang sengaja mengirimkannya?"Abrisam mengembuskan napas panjang seraya berdiri. Dia memasukkan kedua tangannya ke dalam saku celana. "Kalau kamu mau tahu, kenapa kamu tidak mencari tahu secara langsung saja. Besok malam, mungkin?" jawab Abrisam kalem, menantang.
Tbc
Big hug,
Vanilla Hara
05/10/19
KAMU SEDANG MEMBACA
COFFEE BREAK | ✔ | FIN
General FictionKissy sangat menggilai kopi. Baginya, kopi adalah konsumsi wajib sebelum dia bertarung dengan kata-kata yang akan mengudara menemani pendengar setianya. Lewat kejadian mendongkolkan, Kissy akhirnya mengenal dan dekat dengan pemilik kafe di seberang...