Republish | 09/03/20
Terima kasih untuk 4K viewers.
Kalian luar biasa!Baru juga senin lalu menyentuh 3K dan dalam waktu dua hari sudah 4K aja.
Boleh dong ya bab selanjutnya diupdate saat menyentuh 5K? Wkwkwk (ngelunjak)Thank you so much, Dears! ^^
So, it's a gift for you ...
Tadinya enggak mau update dulu, tapi merasa bersalah melihat antusiasme kalian akan cerita ini.
Tolong cek typo, ya ...
Happy reading! ^^
============
Kissy membelokkan mobil ke pelataran butik yang sepi. Sudah pukul sepuluh malam. Niar dan yang lainnya tentu sudah pulang. Sebelum pergi, mereka memang meminta izin untuk lembur hingga pukul delapan. Kissy pun mengiyakan, mengingat ada beberapa gaun yang akan diambil bersamaan lusa.
Namun sedetik kemudian, mata Kissy menyipit agar fokusnya penuh pada bayangan objek yang saat ini jatuh tepat di retinanya. Apalagi lampu mobil menyorot dengan jelas sosok yang tengah bersandar di depan pintu butik. Abrisam bergeming di sana, memayungi Kissy dengan tatapan lurusnya. Seketika Kissy mengosongkan paru-parunya, merasa bahwa malam ini tidak akan terlewat dengan tenang.
Kissy mematikan mesin mobil dan bergegas keluar. Dia bersikap seolah-olah tak melihat siapapun dan memilih menyibukkan diri mengubek tas jinjingnya untuk mencari kunci butik.
"Kissy ...."
Setelah mengaburkan indera pengelihatannya, kini Kissy menebalkan indera pendengarannya. Tak ada niatan untuk menoleh bahkan menjawab panggilan itu. Dia malah berdecak sedikit keras kala kunci yang dia cari tak jua dia temukan.
"Kamu cari apa? Sini aku bantu." Abrisam menarik lembut siku kiri Kissy.
Kissy menyentak tangannya, lalu memejamkan mata singkat seraya menarik napas dalam dan mengembuskannya perlahan, mencoba tenang. Masih jelas dalam ingatan tentang petuah Rama beberapa waktu lalu. Awalnya, dia tidak serta merta setuju dengan apa yang Rama katakan. Akan tetapi, memikirkan kembali pertemuan dan interaksinya dengan Abrisam, Kissy sadar bahwa Abrisam adalah seseorang yang berbahaya. Pria itu sangat manipulatif.
Merasa dirinya siap, Kissy pun memutar badan, menatap Abrisam tanpa ekspresi. "Mau apa Anda kemari?" tanyanya lugas.
Abrisam terdiam sebentar mendengar kalimat formal yang Kissy lontarkan. Dia menelaah raut wajah Kissy saat ini. Dalam sekali pandang, dia paham kalau Kissy murka terhadapnya.
Oleh karena itu, dia pun menjawab, "Berusaha membujuk seorang wanita yang sepertinya sedang marah padaku."
Kissy mendecak keras dan siap mengusir Abrisam. Namun, kata-katanya terpaksa dia telan kembali karena Abrisam lebih dulu bersuara.
"Setidaknya, dengarkan dulu alasanku tidak menemuimu tadi. Setelah itu, aku terima senua kemarahanmu. Dan ..." Abrisam mengangkat kotak yang di tangan kirinya. "Aku membawakanmu martabak manis cokelat keju. Kamu belum makan malam, 'kan?" sambungnya.
Kissy memutar bola matanya sebelum melangkah kembali menuju mobil, mengabaikan Abrisam. Ada hal lebih penting yang harus dia lakukan dari sekadar meladeni Abrisam, yaitu mencari kunci butik yang mungkin jatuh di dalam mobil. Dia tidak ingin berjibaku dengan jalanan lagi hanya untuk pulang ke rumah. Dia sudah lelah dan butuh mandi sebelum menyenggamai peraduan di bawah selimutnya yang hangat.
Melihat pergerakan Kissy, Abrisam sontak berjalan cepat dan berhasil menghadang Kissy sebelum wanita itu membuka pintu mobil."Anda bisa minggir?"
"Kamu tidak boleh ke mana-mana sebelum berbicara denganku malam ini."
"Saya lelah. Jadi, tolong minggir," pinta Kissy.
"Maka dari itu, karena kamu lelah, sebaiknya kita segera bicara agar semuanya jelas dan kamu bisa masuk dan istirahat," keukeuh Abrisam.
Sembari menghela napas, Kissy berkata, "Baiklah, kita bicara. Tapi, tolong minggir dulu dari mobil saya."
Abrisam menggeleng dan semakin memasang badan, mengalangi Kissy menyentuh pintu mobil barang seinci pun. "Kamu tidak boleh pergi ke mana-mana. Kita bicara di sini saja. Di dalam butikmu kalau kamu mengizin-"
"Ya, makanya Anda minggir dulu! Saya mau mengambil kunci butik yang kemungkinan jatuh di dalam mobil," potong Kissy cepat bercampur kesal. Nada bicaranya naik satu oktaf dari biasanya.
Abrisam mengerjap, kemudian meringis seraya menggeser tubuhnya. "Maaf," ucapnya lirih.
Kissy mencebikkan bibir dan menyentak pintu mobilnya kasar. Netranya langsung menjelajah deluruh sudut mobil dan menemukan kunci butik tergeletak di kursi belakang, tempat dia biasa melemparkan tasnya.
"Sudah menemukannya?" tanya Abrisam.
Kissy lagi-lagi tak menggubris perkataan Abrisam. Usai mengunci otomatis mobilnya, dia melangkah cepat menuju pintu. Sesaat setelah pintu terbuka, dia berbalik dan mendapati Abrisam berada di belakangnya. Kissy melirik arlojinya sekilas sebelum berujar, "Saya tidak bisa lama-lama. Jadi, apa yang Anda ingin bicarakan?"
Abrisam melirik ke sisi kanan, melewati pundak Kissy, mecuri pandang pada pintu yang tengah terbuka.
"Boleh masuk?"
Tbc
Kalau kalian enggak suka alur lambat, sila tinggalkan cerita ini.
Tapi, jika kalian memilih bertahan sampai cerita ini selesai, terima kasih. Kalian luar biasa!
Sila vote dan komen jika berkenan.
Kita sambung lagi di lain waktu ya, Dears! ^^
Di 5K viewers, maybe ... 😂
Big hug,
Vanilla Hara
27/11/19
KAMU SEDANG MEMBACA
COFFEE BREAK | ✔ | FIN
General FictionKissy sangat menggilai kopi. Baginya, kopi adalah konsumsi wajib sebelum dia bertarung dengan kata-kata yang akan mengudara menemani pendengar setianya. Lewat kejadian mendongkolkan, Kissy akhirnya mengenal dan dekat dengan pemilik kafe di seberang...