Bab 20 Bagian 1

8.5K 882 37
                                    

Republish | 11/03/20

Hai, Dears! ^^

Terima kasih untuk 11K viewersnya. Kalian luar biasa!

Maaf jika telat update karena Hara enggak tahu kapan 11K itu benar-benar terpenuhi. Tahu-tahu sudah 11K sekian. But, semoga bab kali ini bisa menyenangkan kalian.

Bab selanjutnya akan Hara update setelah 12K viewers atau 859 followers.

Mari bersenang-senang!

Jangan lupa putar mulmednya! ^^

Happy reading ....

===============

"Mbak, aku nginep di sini ya malam ini?"

Kissy sedang serius mengamati sebuah gaun yang tersemat pada sebuah manekin. Setiap detail dari gaun pengantin itu benar-benar dia perhatikan pengerjaannya. Gaun model duyung dengan aksen brokat yang menerawang sepanjang punggung sampai batas pinggang itu terlihat begitu cantik, persis seperti gaun pengantin impiannya. Apalagi jika disandingkan dengan tuxedo berwarna senada di manekin yang lain. Kissy bisa mendengar iringan lagu pernikahan seketika, membuatnya menerawang jauh akan mimpinya untuk menikah. Mungkinkah dia bisa merasakan euforia pernikahan suatu hari nanti? Lantas dengan siapa?

"Cantik ya, Mbak? Semoga besok fittingnya lancar," gumam Niar yang sejak beberapa waktu lalu sudah mensejajari posisi Kissy.

"Kalian sudah bekerja keras," jawab Kissy seraya memalingkan wajah ke samping, lantas menatap bingung Niar. "Kamu kok masih di sini, Niar? Enggak pulang?" Kissy melirik arlojinya sekilas. "Ini sudah hampir jam sepuluh malam. Bawa mobilku saja, jangan naik ojol. Bahaya," celotehnya khawatir.

Niar mendecakkan lidah. "Pasti Mbak Iccy enggak dengerin aku tadi. Kebiasaan."

"Dengar kok. Yang kamu bilang gaun ini cantik, 'kan? Kan sudah aku tanggepin juga tadi. Aku tuh nanya kenapa kamu belum pulang selarut ini, Niar," bantah Kissy, merasa tidak melakukan kesalahan apa pun.

Niar menggeleng sembari menipiskan bibir. Ingin marah karena diabaikan, tetapi tidak mungkin. Sudah bukan rahasia lagi kalau Kissy tak mengindahkan sekitar kala fokusnya sedang tertuju pada sesuatu. Kali ini, Niar bisa melihat jelas binar kerinduan akan sebuah pernikahan dari sorot mata Kissy. Namun, berapa kali pun Niar menanyakan perihal itu pada Kissy, atasannya itu pasti akan mengelak dengan mengatakan tak membutuhkan pernikahan dalam hidupnya.

Niar sungguh ingin tahu apa yang sudah Kissy lalui sebelumnya sampai dia denial terhadap ikatan perkawinan dan memilih melajang. Padahal dari oengamatannya selama ini, tak sedikit pria yang sudah memberikan sinyal untuk mengenal Kissy lebih dekat dari sekadar teman. Abrisam, contohnya. Pengecualian untuk Rama, mengingat pria itu selalu memperlakukan Kissy lembut dan tulus layaknya adik perempuan yang syarat akan kasih sayang tanpa hasrat.

"Malam ini aku pengin nginap sini, Mbak. Aku pengin nemenin Mbak Iccy. Aku ... khawatir," tutur Niar, mendadak ragu pada kalimatnya yabg terakhir.

"Kamu khawatir sama aku? Enggak kebalik? Justru aku yang khawatir sama kamu karena sudah lembur beberapa hari ini, Niar. Kamu bahkan pulang lebih larut dari yang lainnya. Andai pun besok kamu minta libur, akan aku kasih. Kamu kelihatan enggak baik-baik saja sejak tadi." Kissy mengikuti gerak-gerik Niar yang kembali menepi pada jendela untuk kesekian kalinya, seperti sedang gelisah.
Niar tak menjawab.

Niar kini membelakangi Kissy dan menatap lurus ke arah jalan. Dia sedikit berjengit ketika Kissy menyentuh pundaknya dari belakang.

"Kamu kenapa? Beberapa hari ini kamu seperti orang linglung saat akan pulang. Ada masalah di rumah?" tanya Kissy penuh selidik dan sangat lembut.

Niar menggeleng dan menarik siku Kissy menjauhi jendela. "Enggak ada apa-apa, Mbak. Oh, iya. Mas Abi tumben enggak nyamperin Mbak Iccy malam ini? Kemarin-kemarin masih sempat ke sini malam-malam sebelum Mbak tidur, 'kan?"

Kissy melengos sambil mendengkus halus. Dia berjalan menuju manekin berbalut gaun yang tadi dia pandangi, bersiap mencopot gaun itu dari sana. "Entahlah. Terakhir dia ke sini kemarin pagi, dia enggak ada kasih kabar lagi sampai sekarang. Mungkin dia lagi sibuk di kafe. Malam minggu begini kafe biasanya ramai sampai tengah malam, 'kan?"

Niar mendekat, melakukan hal yang saama pada tuxedo di manekin yang lain. Dia mengerti kalau Kissy akan memindahkannya pada manekin di lantai satu untuk fitting besok. "Tapi Mas Abi pasti datang kan malam ini?"

Kissy mengendikkan bahu. "Aku enggak tahu. Mungkin iya, mungkin juga enggak. Kenapa? Kamu naksir dia? Kalian kelihatan akrab banget kayaknya."

"Ih, Mbak Iccy enggak usah cemburu gitu. Aku cuma terharu saja sama kegigihan Mas Abi buat naklukin Mbak Iccy yang cueknya kebangetan ini." Tawa Niar mengudara. Matanya mengerling pada Kissy yang sudah memelototinya. "But, aku ngerasa Mbak Iccy bakalan aman dengan Mas Abi selama Mas Rama di Singapura. Mas Abi bisa diandalkan jika sewaktu-waktu terjadi sesuatu. Aku yang lainnya enggak bakal bisa langsung lari ke sini kalau Mbak Iccy butuh kami. Apalagi Fadil. Meskipun dia pria satu-satunya di sini, istrinya lagi hamil tua. Otomatis lebih memprioritaskan istrinya di rumah."

Kissy menegakkan tubuh daan berkacak pinggang menghadap Niar. "Kamu kok kesannya kayak lagi doain aku kenapa-kenapa karena sendirian di sini ya, Niar?"

Bibir bawah Niar maju beberapa senti seiring dengan endikan bahunya. "Bukan doain, Mbak, tapi khawatir." Niar menyimpan tuxedo itu pada lengan kirinya. "Bagaimanapun, Mbak Iccy wanita. Tinggal sendiri di ruko tiga lantai tanpa penjagaan satpam atau lainnya itu sungguh berisiko. Aku enggak akan khawatir kalau Mbak Iccy milih pulang daripada di sini."

Kissy mengibaskan tangan kanannya di udara. "Jangan lebay! Enggak akan ada apa-apa. Pintu utama juga aku pasangin kunci ganda. " Kissy meraih gaun yang sempat dia letakka di meja. "Yuk, ke bawah! Sekalian aku mau kunci pintu setelah kamu pulang," sambungnya."

Niar mengekori Kissy menuju lantai bawah. Namun, matanya tak lepas dari jendela, mengamati satu titik yang sama sejak beberapa hari lalu, meyakinkan diri bahwa apa yang dia lihat hanya kebetulan semata. Akan tetapi, berkali-kali dia mengamati, dia masih memandang objek yang sama. Sebuah mobil Pajero hitam selalu terparkir di seberang jalan, tak jauh dari belokan menuju butik. Mobil itu akan bergerak pergi kala Abrisam datang menyambangi Kissy. Sepintas Niar menangkap pandang, pengemudinya adalah seorang pria yang terus menatap ke arah butik tanpa jeda, seolah-olah sedang mengintai mangsa.

Ketika kakinya telah menapaki anak tangga terakhir, rasa khawatir semakin merambati hati dan pikirannya. Oleh karena itu, Niar tak bisa lagi menahan seruannya. "Mbak, aku bakal di sini sebelum Mas Abi datang. Andai Mas Abi enggak ke sini malam ini, aku nginep di sini boleh kan, Mbak?"

Tbc

Sila vote dan komentar kalau kalian berkenan.

Semoga suka dan tetap jaga selalu kapal kalian agar tidak oleng di tengah pelayaran.

Kalau boleh tahu, kalian dukung kapalnya siapa?

1. KISSY - RAMA

2. KISSY-ABRISAM

Sampai jumpa di bab depan yang berpotensi membuat kapal kalian karam. Hahaha

Big hug,
Vanilla Hara
12/12/19

COFFEE BREAK | ✔ | FINTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang