Republish | 12/03/20
Malam, Dears! ^^
Terima kasih untuk 14K viewers dalam waktu dua hari saja. Terima kasih juga buat kalian yang sudah follow Hara. Kalian luar biasa! ❤
Bab selanjutnya akan Hara update setelah 15,5K viewers atau 850 followers.
Dan untuk bab ini akan lebih banyak narasinya daripada dialognya. Kalau kalian enggak suka bacanya, bisa kalian skip. Tapi jangan nyesel kemudian. Wkwkwkk
So, here we are ...
Jangan lupa putar mulmednya!
Mari bersenang-senang!
And happy reading! ^^
================
Dalam hidup, ini kedua kalinya Abrisam merasa tidak becus berurusan dengan wanita yang dia sayang. Dulu dia pernah melihat Amira menangis dengan tubuh gemetar dan sorot mata penuh ketakutan, persis keadaan Kissy kali ini. Hal itu jelas membuat Abrisam geram. Jika pada waktu itu Abrisam ingin sekali memberikan efek jera pada pelacur kecil yang membuat Amira menderita, kali ini rasanya dia ingin menghajar para begundal kecil yang telah berani mengganggu wanitanya.
Abrisam menahan amarahnya yang membuncah. Napasnya yang tadi memburu, kini kembali normal, berusaha membuat Kissy merasa tenang dalam dekapannya. Dia tidak ingin menambah rasa takut Kissy bila melihat dirinya lepas kendali. Jadi, dia membiarkan Jatmiko mengurus sisanya bersama beberapa anggota polisi yang datang selang beberapa menit dari kedatangan mereka.
"Abi, Kissy baik-baik saja, 'kan? Polisi meminta dia ke kantor polisi untuk dimintai keterangan." Jatmiko menepuk pundak Abrisam dari belakang.
Abrisam menunduk, mencoba menilik wajah Kissy. Namun, yang dia mendapati wanita itu tengah tertidur dan masih menyisakan isakan kecil. Sepertinya, wanita itu tertidur saat menangis.
"Tidak harus hari ini, 'kan? Dia enggak mungkin kasih keterangan dalam keadaan seperti ini, Ko," jawab Abrisam tanpa menghentikan tangannya memberikan elusan lembut pada surai Kissy, membawa wanita itu semakin jatuh dalam lelap.
Jatmiko mengangguk mengerti. Tanpa dia bertanya pun, sudah terlihat jelas bahwa sahabatnya itu memiliki hubungan khusus dengan mantan designer baju pernikahannya. Jika tidak, maka tidak mungkin Abrisam langsung merampas kunci motor Jatmiko ketika dia baru saja datang untuk berkumpul bersama teeman-teman yang lain di Historical Kafe. Abrisam bahkan rela menggadaikan nyawa dengan berkendara seperti orang kesetanan, membuat Jatmiko menyesal telah memaksa ikut.
Namun, keikutsertaannya ternyata tidak sia-sia. Dia bisa membantu Abrisam melumpuhkan kawanan perampok dengan cepat, bahkan Jatmiko lah yang memiliki inisiatif menelepon polisi sebelum keduanya menuju butik Kissy hanya dengan bermodalkan celetukan sambil lalu Abrisam.
"Kissy dalam bahaya. Cepat naik kalo lo beneran mau ikut!" bentak Abrisam waktu Jatmiko berulang kali bertanya kenapa Abrisam terburu-buru.
"Lo bawa Kissy ke tempat lain dulu. Dia enggak mungkin tidur di sini malam ini. Tempat ini biar anak buah gue dulu yang urus. Gue akan urus kasus ini," saran Jatmiko.
Abrisam mengangguk. "Thanks! Ada gunanya juga lo sekolah hukum. Gue merasa beruntung jjadi sahabat lo sekarang, meskipun lebih sering buntung," kelakar Abrisam sembari menyunggingkan senyum mengejek yang tak terlihat oleh Jatmiko karena posisi dia yang membelakangi sahabatnya itu.
"Sialan lo!" Jatmiko mengumpat sambil mendengkus. "Ya udah, gue pergi ke kantor polisi dulu." Abrisam hanya bergumam mengiyakan, membuat Jatmiko berhenti membalikkan badan. Dia memperhatikan posisi Abrisam sejena, lalu menyeringai. "Mau sampai kapan lo berlutut kayak gitu sambil meluk Kissy? Lutut lo sehat? Ingat umur, Bi! Apa perlu gue bantu berdiri? Kelihatannya lo lagi kesemutan," ujar Jatmiko, membalas ejekan Abrisam sebelumnya.
Abrisam tersentak mendengar celetukan Jatmiko. Sahabatnya itu bahkan sudah pergi mengikuti mobil polisi. Akan tetapi, tak seinci pun Abrisam menggeser posisinya. Dia masih mendekap Kissy yang sudah benar-benar terlelap. Isakannya pun sudah reda. Entah mengapa Abrisam tak juga ingin beranjak. Lututnya mungkin sudah mati rasa.
Selang beberapa menit kemudian, Abrisam bergerak hati-hati agar tidak membangunkan Kissy. Dia membopong Kissy dan merebahkannya di samping kursi kemudi dan menurunkan kursinya sedikit. Terakhir, Abrisam memasangkan seatbelt dan memastikan kembali kenyamanan Kissy.
Abrisam mengambil alih kemudi dan melajukan civic merah itu menuju apartemennya. Dia tidak mungkin membawa Kissy ke kafe, mengingat di jam segini kafe baru saja tutup dan karyawannya pasti sedang beres-beres. Dia tidak ingin membuat kehebohan dengan membopong Kissy ke lantai dua kafe. Bukannya dia tidak nyaman dengan gosip yang kemungkinan akan beredar, melainkan meminimalkan risiko Kissy membenci Abrisam jika terlibat skandal dengannya. Bagaimanapun, saat ini kondisi Kissy lah yang paling utama. Dia tidak akan membuat wanita itu menanggung masalah yang tidak penting. Apalagi soal gosip. Kalau hal yang digosipkan memang benar adanya, Abrisam sih senang-senang saja.
Tak sampai satu jam, Abrisam sudah memasuki basement apartemen mewah di bilangan Jakarta. Apartemen yang sangat jarang dia tinggali sehari-hari, tetapi malam ini sengaja dia kunjungi. Dia menghela napas sebentar dan memandang wajah Kissy yang terlelap sambil tersenyum. Tangan kanannya sudah terulur hendak mengusap pipi kiri wanita itu, tetapi urung. Dia memilih turun dan segera membopong Kissy memasuki lobi.
Dia melangkah lebar-lebar menuju lift. Menunggu sebentar sebelum memasuki benda kotak yang akan membawa keduanya menuju lantai di mana unit apartemen Abrisam berada. Abrisam terlihat santai menahan Kissy dalam gendongannya. Padahal, Kissy bukanlah wanita mungil. Tinggi Kissy sebatas telinga Abrisam dan tubuhnya sedikit berisi.
Abrisam membawa Kissy ke kamarnya alih-alih membawanya ke salah satu kamar kosong di apartemennya. Dia merebahkan Kissy perlahan, lalu duduk di tepi ranjang sembari mengamati. Tangannya terasa gatal untuk menyingkap anak rambut Kissy yang menutupi sebagian wajah wanitanya. Abrisam pun merealisasikannya. Dia menatap Kissy dengan lembut seolah-olah dengan menatapnya saja tidur Kissy bisa terganggu.
Dia lantas berdiri sembari menyelimuti Kissy hingga dagu. "Sleep tight, Cantik! Aku di sini. Jangan takut," bisiknya, kemudian mengecup kening Kissy agak lama.
Dia lantas memberikan kecupan seringan bulu ke hidung dan kedua pipi Kissy. Saat hendak meneruskan kecupannya, mendadak Abrisam berhenti. Bibir Kissy berada satu senti dari bibirnya. Dia gamang ingin mengecup bibir merah mudah itu atau tidak. Namun, dalam hitungan detik yang tak disangka oleh otaknya, bibirnya sudah lebih dulu mendarat dan merasakan bagaimana tekstur bibir Kissy yang terasa lembut dan pas dalam rangkuman bibirnya. Seketika itu juga dia merasa seperti bajingan kecil yang sedang mencuri. Dan Abrisam pun tahu bahwa setelah ini dia akan candu.
Tbc
Segini dulu bab ini, ya ...
Sengaja berhenti pas tanggung-tanggungnya biar kalian berspekulasi dulu. 😂
Semoga besok targentnya sudah bisa terpenuhi biar bisa updare lagi. ^^Sila vote dan komentar kalau berkenan.
See you soon, Dears! ^^
Big hug,
Vanilla Hara
15/12/19
KAMU SEDANG MEMBACA
COFFEE BREAK | ✔ | FIN
General FictionKissy sangat menggilai kopi. Baginya, kopi adalah konsumsi wajib sebelum dia bertarung dengan kata-kata yang akan mengudara menemani pendengar setianya. Lewat kejadian mendongkolkan, Kissy akhirnya mengenal dan dekat dengan pemilik kafe di seberang...