Republish | 22/03/20
Holla, Dears! ^^
This is a second update for you today.
Thank you so much for your attention and your vote and comment before. I'll reply them soon. ❤❤❤
So, here we are ...
Let's enjoy this story and listen the song above!
Happy reading! ^^
============
Tidak ada frasa yang bisa Kissy keluarkan dari lidahnya yang kelu. Pelacur. Sebutan itu lagi-lagi mengikuti namanya, persis seperti yang kerap dia dengar dulu. Dia hanya bisa mengerjap, membiarkan air matanya lolos menatap pedih pada Abrisam yang juga ikut bergeming.
Abrisam menggigit kuat bagian dalam pipinya, berusaha memghentikan laju bicaranya agar tak lebih menyakiti wanita yang terlihat sangat rapuh itu. Akan tetapi, jika sekali saja dia luluh, maka semua keberaniannya akan ikut runtuh. Sedangkan dia tahu kalau Kissy berhak mengetahui tentang apa yang sudah dia perbuat dulu. Bukankah sebelumnya dia sudah bertaruh?
Detik kemudian, Abrisam berdiri. Dia menggeser meja menjauh sehingga menyisakan ruang yang cukup. Seketika dia bersimpuh di depan Kissy yang sedang duduk. Dia menunduk, merasakan kearogansiannya mulai lumpuh. Dia takluk, membiarkan wanita di depannya itu untuk menghukum.
"Itu masih bukan apa-apa dengan apa yang akan kamu dengar berikutnya. Entah kamu masih ingat atau tidak, kita sebenarnya sudah bertemu secara tidaak sengaja lima tahun lalu. Kamu ingat pria yang memberikanmu air minum di dekat jembatan penyebarangan waktu itu?" tanya Abrisam, tak berani menatap mata Kissy langsung.
Kissy tak kuasa menjawab. Pikirannya sedang linglung, mencoba mencari sekat agar tak terseret dalam masa lalu terlalu jauh. Bola matanya bergerak-gerak tak tentu, mencari kewarasan yang sudah tak lagi utuh.
Melihat seluruh tubuh Kissy gemetar dengan tangan terkepal hingga memutih di atas pangkuannya, Abrisam pun tak bisa mencegah dirinya untuk menggenggam tangan itu, menjadikan genggamannya sebagai pegangan sebelum badai yang akan dia ciptakan berikutnya.
"Air itu yang menyebabkan kamu keguguran." Abrisam semakin menunduk dalam, menyentuhkan dahinya di atas genggaman tangannya di pangkuan Kissy. "Sumpah demi apa pun, Kissy ... Aku tidak tahu kalau air itu sudah dicampur sesuatu. Aku juga tidak tahu kalau kamu sedang hamil waktu itu. A-aku ... hanya berniat baik untuk menolongmu yang kelelahan, bukan malah mencelakaimu dan calon bayimu."
Tumpah sudah air mata yang sejak tadi menggantung dan Abrisam tahan di pelupuk matanya. "Semua yang aku lakukan memang berdampak buruk untuk hidupmu. Mungkin karena itu juga Tuhan menghukumku dengan tanpa sengaja mencintaimu. Aku jahat, berengsek, dan bajingan, itu benar. Tapi tentang aku yang saar ini mencintaimu, itu juga benar. Maafkan aku," tuturnya lemah kemudian.
Telinga Kissy pengar mendengar pengakuan Abrisam. Detik itu juga dia berdiri, mengempas genggaman tangan Abrisam seraya mundur beberapa langkah. Pandangan matanya berkabut karena banyaknya ar mata yang jatuh. Hatinya sesak dan kepalanya mendadak penuh kebencian dan niat membunuh. Kedua tangannya terkepal kuat di sisi tubuh, menekan hasrat anarkis yang bisa saja melukai pria itu. Sebagai ganti, dia menggigit bibir bawahnya kuat-kuat hingga menyesap rasa karat.
Abrisam tak berani mendongak dan menantang tatapan pedih Kissy. Dia tetap bersimpuh dan menunduk, menunggu Kissy melakukan sesuatu. Dia sudah siap menanggung semua risiko atas perbuatannya di masa lalu. Keputusannya mendatangi Kissy dan mengungkapkan jati dirinya, sama halnya dengan mengantar nyawa. Namun, dia tidak takut.
Jika pun akhirnya dia mati di tangan Kissy, setidaknya dia mati di tangan wanita yang dia cintai dan yang telah dia lukai begitu dalam karena kelakuan bodohnya. Seperti yang Adhiyaksa katakan, kali ini dia rela sang domba membunuhnya agar domba itu tetap bertahan hidup tanpa terbayang-bayang lagi akan terkaman serigala. Apa yang akan Kissy lakukan padanya tidak sebanding dengan rasa sakit yang Kissy rasakan. Abrisam bahkan bisa merasakan bagaimana terguncangnya jiwa Kissy saat ini.
Tak ingin lebih lama berada dalam ruangan yang sama dengan Abrisam, Kissy menggerakkan tungkainya menjauh. Akibat kakinya yang bergetar hebat, dia sempat oleng dan berpegangan pada rak buku di ruang tamu. Dia berjalan tertatih berpegangan pada sisi tembok menuju tangga.
"Kissy ...." Abrisam bangkit dan hendak menuntun wanita itu. Namun, langkahnya terhenti kala Kissy terseok-seok menjauh seraya berkali-kali menggeleng dan terisak pilu.
Kissy menulikan telinga terhadap suara apa pun, terlebih suara Abrisam yang terdengar khawatir saat memanggilnya. Dia tidak peduli. Satu hal yang dia inginkan saat ini adalah menyendiri. Entah apakah hatinya bisa memaafkan Abrisam atau tidak, dia tidak tahu. Setidaknya dia masih memegang prinsip bahwa dia tak akan memupuk dendam, sesulit dan sesakit apa pun kenyataan yang dia hadapi. Akan tetapi, hati dan jiwanya juga butuh waktu untuk pulih dan menjadi sekuat prinsip yang dia anut.
Sesaat setelah dia menutup pintu kamar, tubuhnya merosot jatuh. Dia terisak keras di balik lekukan lutut. Dia abaikan bunyi ponselnya yang berdering nyaring. Dia juga sudah kehilangan selera untuk memulai harinya kembali. Jiwanya lagi-lagi terpuruk. Dia tak mengerti kenapa Tuhan selalu mengingatkan dosa-dosanya kala dia sudah berhasil bangkit dan memulai hidup.
Kissy berusaha mengatur napas, meredakan tangis. Matanya sudah memerah dan membengkak selaras dengan pipinya yang basah. Dia mengusap kasar jejak air mata di kedua pipinya. Kemudian dia meraih clutch-nya yang tergeletak di samping kanan. Saat menyalakan ponselnya, dia sempat melihat sekilas beberapa panggilan tak terjawab dari nomor tak tersimpan yang dia duga sebagai nomor Adhiyaksa. Memilih mengabaikannya, Kissy menekan lama angka satu untuk melakukan panggilan cepat.
"Help me .... I need your help. I can't control it again," ucapnya sesaat setelah panggilannya tersambung, diikuti dengan air matanya yang kembali tumpah tak terbendung.
Tbc
See you soon on the next chapter, Dears! ^^
Happy for you when you reading this story. ❤
So, please keep giving me your votes and comments ...
Big hug,
Vanilla Hara
09/01/20
KAMU SEDANG MEMBACA
COFFEE BREAK | ✔ | FIN
Ficção GeralKissy sangat menggilai kopi. Baginya, kopi adalah konsumsi wajib sebelum dia bertarung dengan kata-kata yang akan mengudara menemani pendengar setianya. Lewat kejadian mendongkolkan, Kissy akhirnya mengenal dan dekat dengan pemilik kafe di seberang...