Republish | 06/10/20
Malam, Dears! ^^
Duuuh, ini update ketiga hari ini. Sudah kayak minum obat, ya? Seneng enggak, kalian?
Mohon maaf, Hara enggak jadi publish bagian ending jadi tiga bagian di bab #33 karena bakalan panjang nantinya di bagian ketiga. Jadi, Hara putusin buat buka bab baru. Bab #34 juga terpaksa Hara bagi dua karena memang panjang kalau dipaksain jadi satu.
So, here we are ...
Selamat menikmati triple update today!
Jangan lupa putar mulmednya!Happy reading! ^^
=============
Usai penjelasan panjang Amira, keempat orang dewasa yang mendiami ruang tamu itu memilih bungkam. Mereka sibuk dengan pikirannya masing-masing meskipun hanya mimik wajah Kissy dan Abrisam saja yang terlihat sangat syok. Sedangkan Rama tak menunjukkan ekspresi berarti selain melayangkan tatapan tajam tanpa jeda pada Amira, membuat keduanya seolah-olah berbicara lewat isyarat mata.
Di sepersekian menit kemudian, Rama yang sejak awaal diam tiba-tiba membuka suara untuk pertama kali. "Sudah selesai semua, bukan? Boleh kami pergi sekarang?" tanyanya tanpa ragu diiringi dengan tungkainya yang menegak, membawa serta Kissy berdiri.
Bibir Abrisam terbuka hendak bicara. Namun, urung saat Amira mendahuluinya.
"Kamu tidak ingin menyapa putrimu, Mas?" tanyanya sedikit gugup. Bagaimanapun, dia tidak akan merampas hak Rama sebagai Ayah Amora meskipun pria itu terlambat tahu.Kissy mencengkeram lengan kiri Rama dengan tangan kirinya yang bebas, membuat Rama menoleh. Kemudian dia mengangguk, memberi isyarat untuk melakukan apa yang Amira sarankan. Apa pun keputusan yang Rama dan dirinya buat sebelum memasuki rumah ini, tak serta merta menjauhkan Rama dari tanggung jawab. Sekalipun Amira dan Rama telah bercerai, tetap ada seorang anak yang harus tahu siapa orangtua dia sebenarnya. Dan Kissy tak sekejam itu untuk meminta Rama seolah-olah lupa akan pembicaraan mereka pagi ini dan melenggang pergi tanpa mau tahu lagi.
Melihat gestur penolakan yang hendak Rama perlihatkan, Abrisam lebih dulu berdiri dan menginterupsi. "Bisa kita bicara sebentar, Kissy? Ada yang ingin aku bicarakan denganmu."
Kissy melihat Abrisaam sebentar, lalu mengiyakan lewat sebuah anggukan.
"Kita bicara di luar," ujar Abrisam kemudian, sengaja memberi ruang untuk Amira dan Rama.Kissy kembali menatap Rama sebentar, kemudian tersenyum seakan-akan mengatakan bahwa tidak ada yang perlu dikhawatirkan atas ajakan Abrisam untuk berbicara berdua dengannya.
Meskipun ragu, Rama lantas melepaskan genggaman tangannya dan tetap mengawasi Kissy yang sedang menyusul Abrisam ke teras. Pandangannya terputus kala Amira memanggil namanya dengan nada yang masih terdengar sama seperti yang dia ingat.
Sementara di teras depan, Kissy melangkah ragu mendekati Abrisam yang sedang menunggunya di sebuah bangku. Sedikit banyak, dia masih belum nyaman berdekatan dengan pria itu setelah mendengar pengakuannya langsung beberapa waktu yang lalu.
"Duduklah. Jangan takut. Aku tidak akan mengulangi kebodohanku." Abrisam berhasil membaca gerak-gerik Kissy.
Setelah menarik napas agak panjang, Kissy mulai menyamankan diri dengan memilih tempat kosong di sisi kiri Abrisam. "Mau bicara apa?" tanyanya.
"Aku minta maaf atas pertemuan terakhir kita. Aku juga minta maaf tak berani menjengukmu langsung. Adhiyaksa yang memintaku untuk tak menemuimu dulu karena aku lah yang menjadi alasan kenapa kamu sampai dirawat. Aku minta maaf atas semua kebodohan yang aku lakukan terhadap hidupmu sebelumnya meskipun aku tahu perbuatanku memang tidak pantas untuk dimaafkan."
KAMU SEDANG MEMBACA
COFFEE BREAK | ✔ | FIN
General FictionKissy sangat menggilai kopi. Baginya, kopi adalah konsumsi wajib sebelum dia bertarung dengan kata-kata yang akan mengudara menemani pendengar setianya. Lewat kejadian mendongkolkan, Kissy akhirnya mengenal dan dekat dengan pemilik kafe di seberang...