Bab 2 Bagian 2

19.9K 1.8K 11
                                    

Republish | 13/02/20

Kissy memijat pangkal hidungnya sembari menunduk. Dia merasa pening sepulang siaran semalam. Ingin rasanya dia berbaring saja hari ini. Apalagi perutnya terasa melilit. Maagnya kambuh. Dia lupa makan malam dan belum sarapan sampai saat ini. Namun, dia sudah meminum obat maag cair yang memang dianjurkan untuk diminum tiga puluh menit sebelum makan. Pun memesan bubur lewat go food. Ya, dia selalu memilih memesan makanan daripada memasak. Dia tahu pasti seburuk apa skill memasaknya.

“Mbak Icy sakit?”

Kissy yang tengah duduk di ruangan kerjanya mendongak. Wajahnya pucat meskipun dia sudah berusaha menyembunyikannya dengan memoleskan lipstik berwarna nude. Dia hendak menjawab, tetapi tertahan dengan ringisan. Perutnya kembali melilit.

“Kalo sakit, Mbak istirahat saja di kamar. Maagnya kambuh lagi, ya? Niar masakin, ya, Mbak? Mbak pasti belum makan dari semalam,” cerocos gadis muda yang tadi sempat menegur Kissy. Niar berjalan mendekat dan berniat memapah Kissy agar kembali ke kamarnya.

“Aku enggak apa-apa, Niar. Kamu balik kerja saja. Ada pelanggan yang bakal fitting gaun dan jas pengantinnya kan hari ini?” Kissy menepis tangan Niar. Dia bisa melihat raut khawatir tercetak jelas di wajah karyawannya itu.

“Iya, tapi Mbak kan−“

“Aku sudah pesan makanan. Mungkin sebentar lagi datang. Aku juga sudah minum obatku. Kamu balik kerja sekarang,” titah Kissy lebih tegas.

Bukan apa, dia hanya tidak ingin merepotkan orang lain. Hidup sendirian di kota besar, membuatnya belajar untuk tak pernah mengandalkan siapapun. Dua tahun dia bertahan dalam pelariannya. Dia tak selemah itu untuk dikhawatirkan secara berlebihan hanya karena maag.

Melihat perintah Kissy yang tidak bisa didebat lagi, Niar pun mundur dan beranjak meskipun bukan itu yang dia inginkan. Namun, Kissy memanglah orang paling keras kepala yang pernah dia kenal. Keputusan apa pun yang telah keluar dari bibir Kissy, tidak ada satu orang pun yang bisa mengubahnya meskipun dunia kiamat.

Niar pernah melihat sendiri ketegasan atasannya itu saat memblacklist nama salah satu pelanggan yang tidak bisa diajak kerjasama dan semena-mena. Kissy bahkan tidak takut rugi dengan tindakannya itu. Dan lihat, keputusan yang Kissy buat memang selalu tepat. Bukannya merugi, Kissy malah membuat omset butik mereka melesat dua kali lipat. Soal pelanggan itu, dia meminta maaf dan memohon-mohon agar Kissy meneruskan penggarapan gaun pengantinnya. Namun, Kissy tetap tegas menolak hingga akhir.

“Maaf, saya tidak bisa mengorbankan karyawan saya bekerja lebih keras lagi hanya untuk memenuhi keinginan Anda yang tidak menentu. Di sini, gaun Anda digarap bukan hanya dengan satu orang. Banyak orang yang mengorbankan tenaga, waktu, bahkan idenya untuk mewujudkan gaun yang Anda impi-impikan. Mereka tidak main-main menggarap gaun Anda. Dan untuk menyelamatkan karyawan saya, silakan Anda mencari perancang dan butik lain yang bisa mengikuti selera Anda yang berubah-ubah. Mohon maaf, butik kami menyerah.”

Itu adalah kalimat terpanjang paling menyentuh yang Kissy lontarkan. Niar mengingat dengan jelas kata tiap kata pembelaan Kissy atas hak karyawannya. Untuk alasan itu juga rasa hormat Niar meningkat berkali-kali lipat pada Kissy. Baginya, Kissy bukan hanya seorang perancang yang menjadi bosnya. Kissy perlahan menjelma menjadi teman dan saudara bagi karyawan-karyawannya meskipun Kissy tak segan menegur mereka yang melakukan kesalahan dalam bekerja.

“Niar, fitting nanti aku serahin ke kamu. Minta bantuan Gendis dan Maria buat menyiapkan segalanya. Tolong, jangan kecewakan pelanggan kita. Aku percaya sama kamu,” tutur Kissy lembut, tetapi penuh penegasan ketika Niar sudah mencapai ambang pintu.

Niar tersenyum dan mengangguk seraya berkata, “Siap, Mbak.”

oOo

Kissy menggeliat dengan mata yang perlahan mengerjap. Dia memang kembali ke kamar setelah menyantap bubur sebagai sarapannya dan ditutup dengan obat maagnya. Perutnya sudah tak terasa sakit. Dia bahkan tidak sadar sudah tertidur sampai menjelang makan siang.

Perlahan, dia bangun dan bersandar di kepala ranjang. Tatapannya jatuh pada paper bag yang bertengger di atas nakas. Kedua pangkal alisnya menyatu saat membaca sebuah nama restoran terkenal di sana. Fokusnya lantas beralih pada pintu kamar yang terbuka dengan pelan. Terlihat kepala Niar menyembul seakan mengintip takut-takut.

“Kenapa, Niar? Fitting-nya lancar?” tanya Kissy.

Niar menyengir usai kepergok. Dia melangkah mendekat sembari memilin jemarinya dan bergumam tidak jelas.

“Kenapa? Ada yang enggak beres?” tanya Kissy lagi.

Niar sontak menggeleng. “Semua lancar kok, Mbak.” Dia menjeda sejenak ucapannya untuk menarik napas. “Tadi Mbak Iccy sempat ditanya juga kenapa kok enggak nemenin pelanggan fitting. Aku bilang Mbak Iccy sakit dan mereka ngertiin kok. Sudah, begitu saja, sih, tadi. Mereka suka sama rancangan Mbak Iccy. Puas banget sampai calon pengantin wanitanya minta difotoin berkali-kali.”

Kissy tersenyum lemah. “Terus kenapa kamu ngintip-ngintip kayak takut gitu?”

“Mmm ... aku cuma mau bangunin Mbak Kissy buat makan siang.”

Kissy menatap Niar lekat. “Kamu yang pesanin aku itu?” Kissy menunjuk paper bag di atas nakas.

Kening Niar mengerut. “Lho, bukannya Mbak Iccy yang pesan buat makan siang? Tadi ada Mas Go Food yang ngantar. Katanya, pesanan Mbak Iccy. Aku cari Mbak di ruang kerja, tapi enggak ada. Aku langsung ke sini dan lihat Mbak tidur, Jadi, aku taruh di nakas,” tutur Niar, menampilkan ekspresi heran.

“Aku enggak pesan apa-apa setelah pesan bubur dan tidur karena efek obat, Niar. Terus siapa yang pesan, dong?” Kissy balik bertanya dan memikirkan satu nama yang memungkinkan melakukan hal itu.

Niar mengendikkan bahu sembari menerawang. “Mas Rama, mungkin. Dia kan dekat sama Mbak. Dia juga tahu kebiasaan Mbak yang ngelewatin jam makan,” celetuk Niar.

Lipatan di kening Kissy semakin dalam. “Mas Rama?”

Tbc

Happy reading! ^^
Jangan lupa vote dan komen, ya ...

Big hug,
Vanilla Hara
23/03/19

COFFEE BREAK | ✔ | FINTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang