Buku 27

635 38 0
                                    

.
.
.
Ken mengantri di kantin Rumah sakit ketika hpnya berdering, menandakan telepon masuk, "Iya, halo Bunda? Jadi pulang hari ini?"

"Maaf nak, penerbangannya ketunda soalnya ada cuaca buruk. Gak papa kan?"

"Gak papa Bunda,"

"Jadi gimana kabar Aira? Belum dapet donor?"

"Belum Bunda, tapi Ken yakin Aira pasti sembuh,"

"Bunda bener-bener gak sabar ketemu Aira. Ngeselin banget ada cuaca buruk di hari-hari seperti ini," Ken terkekeh mendengar suara Ibunya yang sedang berkomat-kamit kesal.

"Ayah mana?"

"Kenapa Nak? Ini ayah, Maaf sekali ya, penerbangannya harus ketunda mungkin untuk beberapa hari ke depan." suara berat Ayahnya menyela.

"It's okay Yah, yang penting kalian berdua sehat selamat,"

"Jangan lupa makan. Jaga kesehatan. titip salam buat calon menantu Ayah,"

"Iya yah. Ken tutup dulu teleponnya ya... hati-hati disana,"

Ken menutup teleponnya. Berniat membayar apa yang sudah dia beli. Tetapi, terhalang oleh seorang gadis yang masih mengobok-obok tasnya. 

Ken menghela nafas, kasian Aira yang menunggunya. "Kurang berapa mbak?" tanya Ken kepada kasir, membuat Gadis itu menoleh.

"Sekalian sama punya saya. "Ken menyerahkan uang lalu segera pergi.

Tangan Ken di tahan,"tunggu, gue akan ganti uang lo," gadis itu tiba-tiba berdiri di depan Ken.

Dengan malas Ken melepaskan genggaman gadis itu, "Gak usah. Gue ikhlas,"

Ken beranjak lagi. "Yaudah, kenalin nama gue Mika," uluran tangan gadis itu tak digubris. Ken memilih segera pergi dari situ. membuat wajah manis Mika tersenyum kecil.

.
.
.

Ken akan menaiki lift ketika terdengar suara nyanyian di bangsal anak-anak. Ken penasaran dengan suara nyanyian itu, sehingga membuat dirinya berjalan mendekat ke bangsal anak. Ken berdiri bersembunyi di depan pintu ketika matanya menangkap sosok gadis-nya sedang membagikan balon sambil bernyanyi di atas kursi roda di temani Anggar dan amara.

Ken menatap dari balik pintu karena dia ingin merekam saat-saat dimana Aira terlihat cantik dan sehat. Entah kemana lagi ia harus mencari pendonor tulang sumsum. Karena tampaknya hal itu mustahil layaknya manusia berharap bisa terbang.

Menit-menit berlalu, Ken merasa pandangannya kabur karena air mata. dengan segera Ken menyeka matanya agar tak tampak bahwa dia habis menangis.

"Loh? Lo yang tadi," suara cempreng mengagetkan Ken. Mika berdiri di depannya dengan senyum lima jari, kali ini membawa dua minuman dingin di tangannya.

Ken tak menjawab, hanya melirik sekilas. berharap Aira cepat-cepat keluar dari bangsal anak-anak.

"Nih, buat lo," Mika menjulurkan segelas es teh. Ken membiarkan tangan Mika tetap menggantung.

"Kalo orang ngasih sesuatu itu diterima, bukan dicuekin, lo punya suara kan?" celetuk Mika lagi. menggerak-gerakkan gelas es teh yang ia sodorkan kepada Ken.

Ken menghembuskan nafas, tetap terdiam.

"Disini lo Ken ternyata,"suara Anggar menyelamatkannya, thank god.

Ken melirik wajah Aira yang datar, "By, udah?" Mika tersentak mendengar panggilan cowok di depannya.

"Iya," jawab Aira singkat. Gadis itu menatap tangan Mika yang masih menyodorkan segelas es teh kepada Ken. "Kalo ada orang ngasih sesuatu di terima Ken,"

Ken menghiraukan perkataan Aira, ia mengambil alih kursi roda aira dari tangan Amara dan mendorongnya menjauh dari Mika.

Mika menatap kepergian mereka berdua dengan miris,"Tunggu, cowok itu namanya siapa?"

Anggar mengangkat alis, "Namanya Ken, kalo boleh tau lo siapanya ya?"

"Gue jodohnya," balas Mika mantap.

"Ngarep lo mbak," kata Amara gusar.

Mika tersenyum kecil, "Cewek tadi pacarnya kan? Kali aja dia kena kanker terus meninggal. Ken jomblo lagi dong,"

Anggar menahan marah, "Mbaknya disekolahin kan? Sayang tau punya wajah dirawat tapi omongan gak di tempat,"

Mika tertawa, "Percaya aja, jodoh gak akan kemana," lalu pergi meninggalkan Amara yang memegang tangan anggar, mengucapkan kata penenang.

Ken tetap mendorong kursi roda Aira tanpa menoleh ke belakang.

"Siapa tadi by? Kasian tau, kamu kacangin gitu. Mana cantik lagi,"omel Aira, tangannya mengikat rambutnya yang semakin tipis menjadi satu.

Ken terkekeh, "Kalo cemburu bilang aja,"

"Mana ada aku cemburu. ngaco ih kamu," Kata Aira.

"Bohongnya keliatan lo ai,"

"Coba sebutin, bagian mana wajahku nunjukin cemburu? hmm? hm?" Aira menoleh belakang dan tersenyum lebar.

"Aku mau ngambil jurusan psikolog, makanya tau kamu cemburu apa nggak sekarang," Ken menjawil hidung bangir Aira.

"GAK ada. Gak ada aku cemburu. Mana ada? Gak ada," tegas Aira.

"Masa?"

"Iya,"

"Demi apa?"

Aira terdiam, dia gak berani bohong ketika menyangkut kata-kata itu,"Pokoknya gak pernah ada sejarahnya aku cemburu,"

"Kalo ada gimana?"

"Aku pastiin gak ada. Kamu tu yang sensitif banget. Tiap kali ada yang ajak aku ngomong aja, mukanya jadi jelek banget," ejek Aira.

"Apa kamu bilang?" Ken menggelitik leher dan pundak Aira pelan.

"Kamu tau aja aku gak gelian. Udah deh, akui aja kalo kamu emang cemburuan. keliatan banget tau," kata Aira sambil berusaha tetap diam ketika tangan Ken menggelitiknya.

"Iya, aku cemburuan emang. kan kita pacaran, wajar aja cemburu. yang gak wajar tu kalo gak cemburu," sindir Ken frontal.

Aira tertawa, "Cemburu mulu cepet tua,"

Ken membiarkan gadis-nya berceloteh menceritakan pengalamannya membagikan balon di bangsal anak.

"Airama kan?" seorang laki-laki tempo hari mengejutkan mereka berdua.

Aira berpikir sebentar, apa dia harus membalas sapaan Farhan atau tidak,"Saya juga ada disini," sahut Ken dingin. Wajahnya berubah datar.

Farhan terkekeh hingga matanya menyipit, membuat Aira mengernyit tak suka.

"Ngapain sih kamu disini terus?" tanya Ken.

"Nenek saya sakit, jadi saya yang jagain tiap sore sama malem," jawab Ken.

"Sakit apa?" tanya Aira.

"Diabetes," Farhan menumpukan pandangan pada wajah cantik Aira. rambut dikuncir satu asal-asalan dengan poni jarang membuat wajah Aira tampak lebih muda daripada usia biasanya.

"Yaudah kita duluan far, semoga nenek kamu cepat sembuh, "Ken memegang pundak Aira dengan lembut. Lalu mendorong kursi roda Aira menjauh darI farhan dengan cepat. Berusaha memutus kontak mata Antara Aira dan Farhan.

"Liat siapa yang cemburu sekarang,"tawa Aira bergema hampir ke sepanjang lorong rumah sakit.

"C'mon Ai, i really get jealous right now,-Ken menjawab ketika ia sudah mendudukan Aira di ranjangnya kembali. Wajahnya tertekuk, membuat Aira gemas sendiri.

"Peluk boleh?" Aira merentangkan tangannya. Ken dengan sigap menerima pelukan Aira, mengharumi rambut kekasihnya yang selalu menguarkan aroma menenangkan, Ken merasa telah pulang kerumah ketika Ia menutup mata.

.
.
Tbc

Reasons Why {SELESAI}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang