.
.Aira terbangun di tengah malam karena merasa dadanya sesak dan ia susah bernafas.
Dengan langkah terpatah-patah ia menuju dapur untuk minum segelas air. Keringat dingin bermunculan dari dahinya."Aduh," Ia meringis saat dadanya terasa sakit.
Aira bernafas pelan, mencoba tenang, ia tak ingin merepotkan seluruh keluarganya yang sedang istirahat. Pandangan matanya berangsur kabur.
Aira berusaha menggapai apa yang bisa ia pegang, meja, kulkas, kursi, tembok, apapun, tapi kesadarannya perlahan direnggut dan dia menabrak meja makan hingga vas yang ada disana terjatuh hingga membuat bunyi keras.
Yang bisa dia lihat hanya hitam dan suara yang terakhir dia ingat adalah suara pertama yang dia dengar ketika dia lahir, suara mama.
Detik selanjutnya, Aira tak sadarkan diri. Kepalanya menabrak ujung meja hingga terluka.
.
.
.Aira bermimpi panjang, sebuah cahaya putih. Ia merasa tertidur lama sekali.
.
.
.Mama dan Papa menunggu di depan ruang inap Aira, sedangkan Alea berjaga-jaga di depan pintu.
Suara derap langkah menyita perhatian mereka. Ken berjalan cepat, keringat membasahi kaos putihnya.
"Mama, Papa, maaf Ken baru dateng," Sesal Ken, matanya terlihat sembab.
"Kamu dateng sekarang sudah makasih lo Ken, ini jam 3 pagi, kesini sama siapa nak?" Tanya Papa.
Ken meneguk ludah, tidak mungkin Ia bilang kalo ia ngebut dari rumahnya hingga rumah sakit cuma 7 menit. Tapi, berbohong bukan hal yang sehat dalam hubungan.
"Sendiri pa, naik mobil. Kasian Pak tejo istirahat di rumah," Papa menganggut-manggut, mama tersenyum tipis.
Dokter Raha keluar masih menggunakan masker.
"Gimana dok?" Papa bertanya.
"Apa kepala Aira membentur sesuatu?" Tanya dokter Raha, intonasi suaranya dalam.
Mama berdiri, "Iya, waktu saya akan menanyakan ada apa kepada Aira, ia terjatuh dengan kepalanya yang membentur ujung meja dengan keras. Apa ada sesuatu dok?"
Alea terdiam, instingnya mendapat berita tak bagus.
"Karena hal itu, Aira mengalami cedera kepala berat karena kepalanya membentur suatu benda keras. Ia mengalami vegetative state yaitu kondisi pasien yang sadar namun tidak responsif, setelah kami melakukan beberapa diagnosa." Perkataan dokter Raha seperti petir di siang bolong.
Mama terjatuh di kursi dan menangis keras, Alea memeluknya erat.
Ken sulit bernapas mendengar Aira koma, apalagi Papa."Mungkin koma Aira sekitar 2 minggu? Kami tidak bisa memastikan,"
'Ya tuhan, cobaan apalagi ini,'
"Apa kami bisa melihatnya?" Tanya Mama, matanya sembab dan bengkak. Ken ingin menangis tapi hal itu terlihat lemah.
"Segera setelah kami memindahkannya ke ruang inap,"
Dokter masuk lagi ke dalam ruangan lalu membawa keluar Aira yang tubuhnya disertai banyak kabel, dengan bantuan alat nafas. Kepala Aira diperban menunjukkan sedikit bercak darah.
Mama sedikit terguncang melihat keadaan Aira, Ken menatap gadis-nya yang terbaring tak berdaya di atas ranjang rumah sakit. Sungguh, jika bisa Ken akan menggantikan Aira untuk merasakan sakit yang ia rasakan selama ini.
.
.
.Seminggu berlalu.
Ken setia mendampingi Aira yang masih tertidur pulas, kadang Ken tertidur di rumah sakit, lalu berangkat sekolah keesokan harinya.
Lelah memang, tapi rasa sayang yang Ken miliki untuk Aira mengalahkan segalanya.
Kadang Ken ikut menangis tiap malam, berusaha membangunkan Aira dengan nyanyiannya.
Suster di sana bahkan sangat hapal dengan kegiatan Ken yang tak mau beranjak sedikitpun dari ruangan Aira kecuali ketika dipaksa Mama dan Papa.
Alea harus kembali ke Jakarta untuk sidang tesisnya.
Anggar kadang datang ikut menemani.
Pertama kali Anggar mendengar berita Aira koma, dia sangat terpukul. Apalagi Amara, dia pingsan di tempat. Beruntung Anggar menangkapnya dengan cepat.
Suatu sore hanya ada Ken dan mama di ruangan Aira."Kamu gak pulang Nak?" Mama bertanya. Tangannya sibuk mengupas buah-buahan. Matanya masih bengkak.
Ken yang sedang mengerjakan PR menoleh, "Mama liat Ken disini berarti Ken masih belum pulang ma," Ken tergelak.
"Mama boleh minta jagain Aira bentar nggak? Mama laper banget, Papa masih lama yang mau dateng,"
"Boleh ma, mama makan yang banyak. Biar gak tambah kurus. Itu udah banyak keriput," Ledek Ken. Mama memukul Ken dengan bantal sofa.
"Ken mau mama bawain donat?"
Ken mengangguk, "Boleh ma,"
Mama beranjak sambil membawa dompetnya, mencium kening Aira lembut sebelum pergi.
Ken berdiri dan duduk di kursi yang tersedia di samping ranjang Aira.
"Aira, ini Ken. Lagi. Aira mau dinyanyiin apa hari ini? Ken udah ngapalin beberapa lagu nih," Suara Ken terdengar ceria.
I woked up pissed off today
And lately everyone feels fake
Somewhere i lost a piece of me
Smoking cigarettes on balconies
But, i can't to this aloneSometimes i just need a light
If i call you on the phone
Need you on the other side
So when your tears roll down your pillow like a riverI'll be there for you
I'll be there for you
When you're screaming but they only hear you whisper
I'll bw loud for you
But you gotta be there for me tooBaru setengah bait ia bernyanyi, tangan Aira dalam genggamannya bergerak sedikit.
Ken terkejut setengah hidup. Segera ia memencet tombol di samping ranjang untuk memanggil dokter.Mata Aira berusaha mengerjap. Ken keburu disuruh keluar ketika sebulir air mata menuruni wajah gadis-nya.
.
.
.
Tbc
![](https://img.wattpad.com/cover/167539985-288-k813051.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
Reasons Why {SELESAI}
Novela Juvenil"Kecapekan lo ya? Sini, lo gak bersih banget," Kata Aira. Tangan kanannya memegang wajah Ken, sedangkan tangan satunya membersihkan hidung dan pipi Ken yang masih agak penuh dengan bercak darah. "Ai," "Hm?" "Gue boleh minta sesuatu gak?" Tanya Ken s...