Buku 5

1.2K 103 1
                                    

Keempat orang siswa sedang duduk termangu, terintimidasi oleh tatapan Aira yang berdiri di ujung meja kantin.

Anggar menunduk, tangannya mengaduk es teh yang sudah tidak dingin, Amara menunduk juga. Bibirnya mengatup rapat, Aura milik Aira berbeda dari biasanya, menakutkan iya, padahal Aira hanya berdiri sambil menyilangkan tangan di depan dada.

Ken meletakkan kedua tangan di atas meja. Walaupun Ia baru kali ini melihat Aira seperti ini tapi tetap saja dia gugup. Ken sadar dia juga salah bertanya tanya seputar kehidupan Aira. Tatapan Aira tadi berhasil membuat Ken terdiam. Sedangkan Dimas ingin segera pergi dari situ

"Udah ngomongnya? " Aira bertanya lagi
Keempatnya mengangguk serentak.

Aira menghela nafas, melirik Ken.
"Puas?" Kembali mengangguk yang ditanya.

"Lo. Siapa nama lo? " Tanya Aira sembari menepuk pundak Ken. Ken menghela nafas, padahal sudah 2 kali Aira bertanya namanya. Apa wajahnya sangat pasaran? Sehingga Aira tidak bisa mengingat namanya dengan benar.

"Ken, " Aira mengangguk, beralih pada Dimas. Dimas mendongak, menangkap tatapan Aira yang melembut.

"Dimas, "
Aira melirik Ken. Lagi. Sedikit familiar.

Mata kelabunya melirik jam tangan, lalu meminta Ken dan Dimas segera pergi. Sepertinya Aira hanya akan menghukum Anggar dan Amara.

🐣🐣🐣

Ken menggunakan helmnya ketika matanya menangkap sosok gadis di gerbang sekolah. Berdiri sendirian.

Seragam gadis itu di tutupi dengan jaket berbahan jeans berwarna biru dongker. Rambut masih dikepang dan menenteng tas ransel di pundak sebelah kanan.

Ketika Ken mengendarai sepedanya mendekat, dapat terlihat kedua telinga Aira di sumpah headset berwarna hitam yang tersambung dengan iPod di dalam saku jaketnya.

"Ekhem, " Ken berdehem kecil, tapi berhasil membuat Aira melirik.Tangan gadis itu melepas satu headset.

"Anggar mana? "

Aira mengedikkan bahu, tanda tak tahu. Matanya kembali menatap depan. Melengos dari tatapan Ken.

"Pulang sama? " Ken masih sabar.

"Gak tau, " Aira menjawab singkat.

Ken berpikir lagi, "Pulang sama gue? "

Aira menggeleng, "Makasih"

Ken kagum akan kekeras kepalaan Aira, "Tapi, ini udah mau magrib, mendung lagi. Kalo ada setan gimana? Lo diculik juga baru tau rasa, "
Aira menegang. Beberapa hal yang Aira takuti adalah hal yang baru saja di sebutkan oleh Ken.

Aira menoleh, air mukanya berubah. "Apaan sih lo. Ini jaman modern. Gak ada setan apalagi hantu! " Suara Aira mengeras. Ken menahan tawa.

"Ya makanya, emang lo ada yang jemput? " Tanya Ken.

Aira menggeleng. Wajahnya cemberut. Dalam hati mengomel, kenapa papa sama mamanya gak bisa jemput.

"Udah ikut gue, "

Aira berpikir lagi, angkot jam sekarang pasti udah gk ada. Mesen taksi online, batere HP abis. Anggar gk bisa dihubungin lagi.

"Nggak, makasih. " Aira keukeuh.

Ken mengangkat bahu, "Okelah, ati-ati aja. Awas ada setan. "
Ken menutup kaca helm dan menyalakan motor. Masih melirik wajah Aira yang tetap datar.

Ken lalu melajukan motornya dengan kecepatan sedang, meninggalkan Aira sendirian.

Aira menghembuskan nafas, mencoba bernafas normal. Gimanapun, ucapan Ken menakutkan.

Sambil berdiri, Aira memainkan kakinya. Beberapa menit kemudian, air turun menghujam tubuhnya dengan deras.

Hujan.

Aira suka hujan. Tapi, Aira benci kehujanan.

"Cowok itu do'a nya gak baik, harus jauh-jauh. " Aira sedikit menggumam. Ia lalu berjalan meneduh di pos satpam dekat gerbang. Duduk di kursi kayu yang tersedia.

Beberapa menit setelah Aira duduk,  seseorang berdiri di depannya. Kehujanan.

"Ayo pulang, gue udah ijin ke Anggar. " Suara Ken bersahutan dengan gemuruh hujan.

Aira mendongak, kaget. "Lo lagi. "

"Iya, gue lagi. Cepetan. Gue bawa jas hujan. "

Aira diam.

"Kenapa? "

"Apanya? " Ken bingung. Cowok itu masih berdiri dengan kokoh di bawah hujan.

"Kenapa lo balik? "

"Ya masak gue mau ninggalin cewek sendirian. " Jawaban klise. Tapi berhasil membuat Aira mau pulang bersama Ken.

Aira berjalan menembus hujan dengan menggigil. Dingin sekali.

"Nih, lo pake jas hujannya. Ini atasan sama bawahan. "

Aira mengerut, dia tau hal sepele seperti itu. "Gue tau, "

Ken hanya mengedikkan bahu. Naik ke atas motor. Dan menunggu Aira.

Aira melipat jas hujannya. Tidak berniat menggunakan, lalu naik ke atas sepeda.

"Jas hujannya kok dilipet? "

Aira menjawab lugas, "Lo mau nganter gue aja udah makasih. Lo kehujanan  gue juga. Biar samaan, " Padahal nadanya datar. Tapi, Ken menganggapnya mungkin agak berlebihan.

🐞🐞🐞
TBC..

Reasons Why {SELESAI}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang