.
.
."Masih cemburu sama Kiara?" goda Ken. Ayah dan Bundanya sudah bertemu Aira dan mereka sangat-sangat senang.
Aira mendengus, lalu mengangguk, "Masih, udah deh. Jangan ngajak aku ngomong terus, mendingan kamu pulang, istirahat,"
"Terus kamu sama siapa disini?" tanya Ken, nada suaranya masih menggoda.
"Anggar sama Amara juga udah disini daritadi. Kamu aja yang ngusir mereka keluar,"
Ken terkekeh, ia berdiri dari kursi di samping ranjang Aira,"Boleh aku cium kening kamu?"
Aira terdiam sebelum mengangguk pelan, Ken mencium kening Aira lembut dan lama. Aira kembali merasa perutnya di penuhi kupu-kupu hingga membuatnya merasa mulas.
"Masih cemburu?" Ken bertanya lagi. Aira hanya memukul lengan Ken pelan, sebelum akhirnya menutupi wajah cantiknya di bawah bantal.
Ken terkekeh kecil, Anggar masuk dari pintu dengan suara yang amat sangat pelan, "Kenapa lagi si Aira?"
"Biasa, lagi cemburu dia," jawab Ken bercanda, membuat Aira mau tak mau berteriak dari bawah bantalnya kalo dia sama sekali gak cemburu.
Anggar mendesah, "Ai, lo gak mau liat wajah gue yang semakin hari semakin ganteng ini?"
"Nggak," suara Aira teredam.
Ken kembali tertawa, Aira sama persis seperti anak kecil yang nggak dibeliin mainan.
"Ai, udah dong marahannya. Ngambek mulu cepet banyak kerutan baru tau rasa kamu,"Ken menarik bantal yang menutupi wajah Aira. Gadis itu sedikit memberontak, sebelum akhirnya kembali bergelung di dalam selimut kesayangannya yang di bawa oleh Mama.
"Oh, c'mon Ai, " kata Anggar ikut gemas. "Yaudah deh, Ken, lo keluar aja ya. Tadi ditungguin Kiara di kantin,"
Aira tertegun, bukan ini yang dia mau. Bukan Ken yang pergi dan menghampiri Kiara yang aira mau. Tapi, bibirnya kelu. Ia berusaha berpikiran positif, Ken sudah menjelaskan siapa itu Kiara, dan kenapa gadis itu berada di sini.
"Iyaiya, bentar ya Ai, aku nemuin Kiara dulu,"Ken mengusap lengan Aira pelan sebelum akhirnya beranjak dari tempat duduknya dan melangkah keluar.
Aira berusaha duduk setelah Ken pergi. Gadis itu meminta bantuan Anggar untuk mendudukkannya dengan bantal sebagai ganjelannya.
"Gimana kabarnya?" tanya Anggar pelan, ia menggantikan Ken menduduki kursi di samping ranjang.
Aira mengerutkan kening, "I'm feel healthy,"
Anggar mengacak rambut Aira. Apa gadis itu tidak tahu bagaimana paniknya Ia dan Ken ketika membawa Aira kerumah sakit ini ketika Ia kembali mimisan parah dan pingsan? Ia kembali mengingat hari dimana Aira divonis kanker stadium 4 yang menyerang tulang sumsumnya.
Hampir seminggu Aira tak sadarkan diri, hingga sebuah mukjizat datang. Seorang Lelaki berusia hampir 40 tahun dengan rela mendonorkan tulang sumsumnya. Tak terhingga kebahagiaan semua orang. Bapak pendonor itu berdalih Ia melakukan semua itu untuk kebaikan, Ia bahkan menolak uang kompensasi yang diberikan Tante Adin.
Apalagi saat operasi, ada sedikit pendarahan yang terjadi. Membuat Aira kembali tak sadarkan diri. Anggar bolak-balik menemani Ken menunggui Aira di rumah sakit karena Alea dan Om Amar menjaga Tante Adin yang jatuh sakit karena banyak pikiran.
Sekarang dihadapannya, Aira duduk dengan tenang dan wajah pucat mengatakan dia merasa sehat? Setelah hampir satu bulan lamanya Ia tertidur?
"Kata Ken, kita udah ulangan ya? Makanya lo jarang dateng?" tanya Aira sambil meremas selimut.
"Iya, udah." jawab Anggar pendek.
Aira mengangguk-anggukan kepalanya, "Jadi Ken udah ulangan juga?"
Kali ini Anggar menggeleng,"Dia sama sekali gak masuk sekolah selama lo sakit,"
"Hah?" muka Aira cengo. Apa maksudnya Ken sama sekali gak masuk?
"Iya, dia nungguin lo dua puluh empat jam. Kadang pulang karena dipaksa nyokap lo terus balik lagi bawa pr-prnya," jawab Anggar. Ia memainkan ponselnya, berusaha menghubungi Amara.
"Hmm, lupain aja, gue gak mau ngomongin dia,"
Anggar menolehkan wajahnya, menatap Aira yang sekarang sedang memainkan selimutnya, lalu tersenyum kecil. Ia tak menjawab apapun, menunggu Amara datang.
"Haluuu, gue dateng nih Ai," sapa Amara sambil membawa bunga kesukaan aira dan bingkisan buah-buahan. Rambut Amara yang sudah mulai panjang dibiarkan tergerai.
Aira tersenyum lebar, "Makin cantik aja, berapa lama gue gak liat lo?"
"Setahun?" canda Amara.
Aira terkekeh, menerima pelukan tulus Amara untuknya. Amara meletakkan tas kecilnya diatas nakas lalu ikut duduk di ranjang Aira. Gadis itu terlihat cerah, berbanding terbalik dengan Aira yang walapun sudah berusaha keras tersenyum tetap saja terlihat layu.
"Tadi, gue ketemu Ken ngomong sama Mika Gar," ucap Amara tenang. Ia memperhatikan perubahan raut wajah Aira. Aira tersenyum kecil, "Lanjutin aja, gue dengerin kok,"
Anggar tersenyum kecil, "Gini Ai, sebenernya Mika selalu nemenin Ken tiap siang waktu lo gak sadari diri," kata Anggar, Ia buru-buru menambahkan ,"Tapi, Ken sama sekali gak ngeladenin dia kok, Dia malah terus-terusan menyuruh Mika pergi,"
Air muka Aira tak terbaca, Ia tampak gelisah. "It's okay,"
"Tadi gue liat mereka gak cuma berdua kok, ada Kiara juga. Kiara keliatan marah-marah sama Mika," lanjut Amara.
Anggar menoleh kepada pacarnya, "Kok bisa? Ada ribut apa?"
"I don't know, waktu aku mau samperin, kamu keburu ngechat aku," Amara mengedikkan bahu tanda tak tahu.
Mereka membicarakan hal lain saat menyadari Aira merubah wajahnya menjadi datar lagi. Amara merasa bersalah berbicara hal yang harusnya tak dibicarakan di depan Aira.
"Ai, you okay?" tanya Anggar, Amara menggenggam lengannya takut.
Aira kembali tersenyum, "Nope, everything fine,"
.
.
.
Tbc
KAMU SEDANG MEMBACA
Reasons Why {SELESAI}
Teen Fiction"Kecapekan lo ya? Sini, lo gak bersih banget," Kata Aira. Tangan kanannya memegang wajah Ken, sedangkan tangan satunya membersihkan hidung dan pipi Ken yang masih agak penuh dengan bercak darah. "Ai," "Hm?" "Gue boleh minta sesuatu gak?" Tanya Ken s...