Buku 18

908 66 1
                                        

.
.

Aira berjalan pelan di sepanjang trotoar. Hari sudah menjelang sore ketika dia masih mencoba mencari taksi di pinggir jalan, kepala dan seragamnya masih basah oleh air bekas kain pel yang tadi sengaja disiram kakak kelasnya.

Gadis itu menggigil kedinginan, jaket levisnya sama sekali tak mengubah banyak . Aira hanya terus berjalan, membiarkan handphone terus-terusan berbunyi di dalam tas, tak berniat mengangkat.

Bukannya tadi Aira tak mau membalas perlakuan kakak kelas itu. Ia sudah diajari bela diri sejak setahun lalu. Gadis itu hanya pantang memukul perempuan, apalagi waktu itu dia hanya sendirian melawan lima orang sekaligus.

Aira hanya diam mendapat perlakuan bullying seperti itu. Tak mempermasalahkan. Lain hal jika Anggar dan Amara mengetahuinya. Mereka berdua pasti sangat marah.

Aira kasian kepada kakak kelas tadi. Ia melihat pancaran wajah yang terluka dan sedih secara bersamaan. apa Aira sudah berbuat salah sehingga mereka membullynya? sepertinya tidak ada yang salah.

Angin malam kembali berhembus, menusuk-nusuk kepala Aira yang rambutnya kusut tak teratur. Aira menyadari jika penampilannya sekarang sedang sangat buruk, karena itu Aira membetulkan kunciran rambut coklatnya dan melepas kacamata.

Aira kembali mengeratkan jaket levis yang menutupi seragam atasnya yang masih lembab. Tak berfungsi, angin masih berusaha menusuk-nusuk kulitnya.

TIN TIN

Suara sepeda motor dibelakang Aira tak mengusik gadis itu yang sedang asyik mendengarkan lagu sambil menatap bintang.

Aira baru berbalik dengan spontan ketika bahunya ditepuk perlahan oleh seseorang.

'Astaga, Ken berdiri di depannya masih menggunakan seragam sekolah dengan peluh bercucuran? apa yang sedang dilakukan cowok itu?' 

Aira menjauh beberapa langkah, lalu bertanya, "Apa yang lo lakuin disini?"

Ken mendekat dua langkah,"Gue nyari lo. Anggar bilang lo belum pulang,"

"Jangan deket-deket gue," Aira menjauh lagi. Ken berdiri dengan gamang dan bingung, menyadari rambut atas gadis-nya basah.

Gadis-nya? sejak kapan Aira menjadi gadis-nya?

"Rambut lo kenapa basah?"

"Kena hujan,"

"Ini masih musim kemarau, lagian gue tau kalo gak ada hujan sama sekali disini tadi,"

Aira memutar bola matanya,"Pokoknya jangan deket-deket gue,"

"Ya, kenapa? ayo pulang, tante Adin udah khawatir anak gadis-nya gak pulang-pulang,"

"Gue pulang sendiri," Aira berbalik badan, hendak berlari. Namun gerak tangan ken lebih cepat menangkap pergelangan tangannya.

ken menatap mata Aira yang tampak terluka, apa yang sudah terjadi?

"Gue habis disiram kain pel, jadi jangan deket-deket gue, Ken," bisik Aira. membuat mata Ken menyala berang.

"Ayo pulang,"

"Tapi gue bau Ken, nanti sepeda motor lo ikut bau gimana?"

Tatapan mata Ken melembut, "sekarang, lo jauh lebih penting."

Aira menurut, kalah oleh tatapan dan suara Ken yang lembut. Gadis itu menaiki jok motor dibantu Ken karena ia memakai rok. Ken mengendarai motor pelan-pelan, takut terjadi apa-apa pada Aira. Tapi, kalau pelan sekali ia juga takut Aira masuk angin. 

Sedangkan Aira menikmati angin malam yang masih setia berhembus tanpa terlihat mata. Bintang  malu-malu menunjukkan sinarnya. Hanya bulan yang berdiri gagah dan tenang, berbentuk sabit seperti senyuman.

"Lo gak mau nanya gue habis diapain Ken?" tanya Aira dengan suara agak keras, berusaha mengalahkan deru angin.

"Nggak,"

"Kenapa?"

"Kalau gue tau, emang lo mau biarin gue mukul cewek yang ngelakuin ini ke lo? seenggaknya, lo sekarang baik-baik aja Ai, " Aira tersenyum tipis.

"Kenapa lo masih peduli sama gue? gue udah nolak lo secara terang-terangan padahal,"

Ken mengatur nafas, memelankan motor agar Aira bisa mendengar perkatannya lebih jelas, "Gue tulus suka sama lo, walaupun lo nolak gue. gue gak akan berhenti buat ngelindungin lo, jadi biar tetep kayak gini aja biar gue ada alasan buat deket sama lo. gue gak perlu balesan perasaan lo buat gue. gue cukup seneng kalo bisa bonceng lo kayak gini,gue cukup seneng sarapan bareng lo, gue cukup seneng lo mulai lembut sama gue. ngeliat senyum lo aja udah lebih dari cukup buat gue, Aira,"

Aira merasa bersalah sekaligus senang mendengar perkataan Ken, cowok itu mengatakan apa yang dia rasakan tanpa dilebih-lebihkan, tulus dari hati.

"Kalo gue nyuruh lo menjauh?"

"Gue akan menjauh kalo itu buat lo lebih tenang, gue tetep jagain lo dari jauh. nama lo tetep bakal ada di do'a-do'a gue tiap malem,"

Aira kembali terhenyak.

"Kalo gue bilang gue benci lo?"

"Benci atau nggaknya Lo ke gue sama sekali gak berpengaruh sama perasaan gue, Gue tetep suka sama lo dengan cara gue yang nggak perlu lo tau,"

"Kalo gue udah sembuh sepenuhnya dari Phobia gue dan gue suka orang lain gimana?"

Ken menepikan sepeda motornya, membiarkan Aira turun.

"Gimana?" Aira bertanya lagi.

"Lo sembuh dari phobia itu udah sebuah anugrah Ra, artinya lo bakal bisa buka hati buat orang lain, lo bisa lebih sering senyum, lo bisa berinteraksi lebih banyak sama orang sekitar, lo bakal lebih bahagia. apalagi kalo lo berhasil suka sama orang lagi, gue bahagia," jawab Ken sambil menatap wajah Aira.

'Gue sembuh Ken, gue udah sembuh berkat lo,'

"Lo suka sama orang itu masalah nanti, walaupun lo pacaran sama orang beruntung itu, gue tetep di samping lo sebagai kakak,"

Aira merasa hatinya serasa diremas.

"Kakak?"

"Apalagi yang bisa gue lakuin biar gue deket sama lo Ai? Selain bersikap layaknya sahabat ataupun kakak buat lo," bisik Ken, matanya melembut.

Aira bahkan tak merasa kalau matanya menjatuhkan bulir air mata yang dengan cepat meluncur ke pipinya ketika Ken mengusap wajah  kecil Aira dengan kedua tangannya yang besar dan hangat.

"Don't cry please,"

"Gimana kalo gue bilang gue suka sama lo suatu hari nanti?" Aira masih gencar bertanya.

"Hari terindah sepanjang hidup gue selama 16 tahun ini gue hidup,"

Aira kembali merasa nafasnya sesak,"Lo gak pernah pacaran? atau jatuh cinta?"

"Lo cinta pertama gue, gue gak bisa ngejelasin gimana bisa gue suka sama lo, gue suka lo tanpa alasan." Ken menutup pembicaraan. mengusap pipi Aira sekali lalu kembali menaiki motornya, membantu Aira yang masih terlihat berantakan.

"Gue suka lo juga Ken," bisik Aira pelan. hanya langit, bulan, dan semilir angin yang menjadi saksi Aira mengatakan hal itu sambil kembali menangis dalam diam.

Tbc.
.

Reasons Why {SELESAI}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang