Buku 11

993 90 1
                                    

.
.
.
Suasana diantara Ken dan Aira menjadi sangat canggung setelah Aira menarik kepalanya menjauh dari Ken. Ken tertidur pulas, namun kepalanya terantuk-antuk mengikuti laju mobil.

Sebenarnya, tempat yang akan dituju tidak jauh-jauh banget, kemacetanlah yang membuat mereka terjebak, dan hanya berjalan satu meter setiap 3 menit sekali.

Aira menatap Ken, posisi tidur cowok itu tampak sangat tidak nyaman. Satu tangan Aira melepas earphone yang sedari tadi dia sematkan untuk menghindari segala jenis obrolan yang akan Ken ucapkan.
Dengan ragu, Aira menuntun kepala Ken untuk bersandar pada bahunya agar cowok itu dapat tertidur dengan nyaman.

Aira menatap rintikan hujan yang turun, jendela bus jadi dipenuhi embun dan titik-titik hujan. Padahal baru jam 9 pagi tapi,  cuaca sepertinya tak bersahabat.

"Apa yang lo liat?" Tanya Devy, anggota lain yang duduk sendirian dibelakang Aira.

"Nothing, gue suka hujan,"

"Daripada lo liatin hujan, mendingan lo liatin Ken," Ujar Devy sambil tertawa.

Aira mengerutkan alis, ketika melihat Devy pindah tempat duduk di depannya.

"Kenapa?" Tanya Aira, wajahnya datar.

"Ken orangnya pendiem,"

"Hubungannya sama gue apa?" Balas Aira.

Devy menghembuskan nafas, "Jadi baru kali ini gue liat Ken deket banget sama cewek,"

"Cewek siapa?"

"Yaampun Ai, lo selain cuek, juga lemot ya,"

"Lah lo gitu amat ngatain guenya," Aira mencubit lengan Devy yang menjuntai di belakang kursi.

"Jadi, baru kali ini gue liat Ken deket sama cewek yaitu lo, selain pendiem, Ken itu cuek banget sama cewek, gak pernah ada gosip dia nembak cewek, ceweknyalah yang nembak dia, "

"Jadi, dia keliatan deket sama gue gitu?" Tanya Aira, lagi.

Devy mengangguk-angguk,"iya,"

"Mendingan lo pindah lagi kebelakang deh, daripada mencemari Aira sama omongan gosip lo yang gak jelas itu," Ken tiba-tiba terbangun, menatap sayu kepada Devy.

"Yee, itu fakta kali. Lagian sama temen sekelas kejem amat lo," Devy mendenguskan nafas lagi, langsung pindah ke belakang tempat dia duduk pertama kali.

"Makasih, buat sandaran lo," Ujar Ken sambil menatap ke depan.

"Kalo ngomong itu, natap orangnya, lo ngomong sama udara?" Kata Aira, matanya menelisik wajah Ken.

"Makasih, buat sandarannya," Ken berkata lagi, kali ini matanya tajam menatap Aira sambil tersenyum tipis. Aira tak menjawab karena dia hanya bisa mendengar detak jantungnya sendiri yang terlewat keras.
.
.
.
.

"Kenapa gak motret?" Tanya Devon ketika melihat Aira hanya duduk sambil mengamati teman-teman yang lain.

Aira menunjukkan kameranya yang berwarna putih,"Habis baterai,"

"Daripada lo duduk, mendingan minta ajarin ke Ken, gue sibuk," Balas Devon.

"Iya, sini gue ajarin sampe lo bisa," Ken tiba-tiba datang, kamera miliknya tergantung manis di leher

"Tapi, gue bisa belajar sendiri sama Devy atau gak sama Kinta," Tolak Aira kepada Devon yang masih berdiri memperhatikan Mereka.

Devon menggeleng, "Ken lebih pinter, atau lo mau skot-jam lagi?"

Aira langsung melengos, membiarkan Ken mengajarinya.

"Apaan muka lo ditekuk gitu?" Tanya Ken sambil membiarkan Aira membidik beberapa objek.

"Gak ada muka yang bisa ditekuk. Muka gue bukan kertas," Balas Aira sambil berjalan perlahan-lahan mengikuti sebuah kupu-kupu.

"Maksud gue, kenapa muka lo cemberut gitu? Lo gak ngerti kata kiasan apa gimana?"

"Terserah gue dong, emang kenapa kalo gue cemberut?"

"Bukan masalah kenapanya, muka lo itu mengganggu keindahan yang ada disini tau gak," Kata Ken sambil menggaruk kepalanya.

Aira memasang senyum pura-pura yang sangat lebar hingga matanya menutup,"nih gue udah senyum, mau apalagi lo?"

Ken tertawa kecil, "mau gue liatin, cantikan lo soalnya,"

Aira langsung memasang muka judes, dan kembali meneruskan kegiatannya.

.
.
.
.

"Aira pulang sama siapa?" Tanya Devy setelah mereka sampai di sekolah.

"Taksi mungkin,"

Devon langsung menyela, "pulang bareng Ken aja, ini udah jam 4 sore. Lo mau diculik,?"

"Ngapain juga gue harus bareng Ken?"

"Soalnya rumah Ken searah sama lo," Jawab Devon.

"Udah ah, ayo cepetan, nanti gua dimarahin Anggar," Ken segera menarik tangan Aira mendekati motor scoopy nya.

'Gue ada firasat kalo Ken sama Devon bersekongkol,' ucap Aira dalam hati.

"Tumben bukan sport," Celetuk Aira.

Ken tidak menjawab, hanya menyodorkan sebuah helm berwarna putih.

Dengan segera Ken menarik gas motor sambil berpamitan kepada anggota yang belum pulang.
Angin sepoi-sepoi membelai wajah Aira yang tidak tertutup kaca helm. Gadis itu membuat jarak antara Ken dan dia menggunakan tas miliknya.

Belum seperempat jalan, Ken memberhentikan motornya dipinggir jalan dan membuka kaca helmnya. Aira segera turun dan mengecek.

"Ada apa? Apa ban motornya bocor?" Tanya Aira sambil memencet-mencet ban belakang.

"Nggak, bukan, bentar ya. Gue mimisan," Jawaban Ken membuat Aira kaget.

Aira dengan segera membuka tasnya dan mengambil sebungkus tisu. Ia segera merobek kertas pembungkus tisunya dan memberikan satu kepada Ken.

Sembari Ken mengusap hidungnya dengan tisu yang sudah berbercak darah, Aira dengan cekatan membuka kait helm Ken dan melepas Helm yang digunakan cowok itu.

"Kecapekan lo ya? Sini, lo gak bersih banget," Kata Aira. Tangan kanannya memegang wajah Ken, sedangkan tangan satunya membersihkan hidung dan pipi Ken yang masih agak penuh dengan bercak darah.

"Ai,"

"Hm?"

"Gue boleh minta sesuatu gak?" Tanya Ken sambil menatap wajah Aira yang hanya beberapa jengkal dari wajahnya sendiri.

Aira hanya mengangguk, masih sibuk membersihkan wajah Ken.

"Gue mau makan, ikut gue makan dulu ya? Kalo lo gak mau makan juga gak papa, tapi gue laper banget," Jawaban Ken membuat Aira menghela nafas.

"Iyaiya, tapi gak boleh makan fastfood," Jawab Gadis itu.

'Gue kira apa,' kata Aira dalam hati.
.
.
.
Tbc
😇
.

Reasons Why {SELESAI}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang